KPK Menggeledah Rumah Petinggi Harita Group dan Caleg Gerindra Malut Muhaimin Syarif

Jumat, 05 Januari 2024 – 19:24 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah Direktur Ekseternal PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) Stevi Thomas (ST), Jumat (5/1). FOTO: Ilustrasi: arsip JPNN.com/Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah Direktur Ekseternal PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) Stevi Thomas (ST), Jumat (5/1).

Petinggi anak usaha Harita Group itu merupakan salah satu tersangka kasus dugaan suap proyek Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) serta perizinan di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Malut.

BACA JUGA: Kasus Korupsi di Malut, KPK Periksa Ketua Gerindra Maluku Utara Muhaimin Syarif

Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan selain kediaman Stevi Thomas, tim penyidik juga menggeledah salah satu kantor pihak swasta. Namun tak dirinci kantor pihak swasta tersebut.

"Tim penyidik telah selesai melaksanakan upaya paksa penggeledahan di wilayah Jakarta yaitu rumah kediaman," kata Ali dalam keteranganya.

BACA JUGA: Usut Kasus Korupsi SYL, KPK Periksa GM Prambors

Kamis (4/1) kemarin, kata Ali, tim penyidik juga menggeledah rumah Ketua DPD Partai Gerindra Maluku Utara (Malut) Muhaimin Syarif di kawasan Pagedangan, Tanggerang.

Ali menyampaikan pada lokasi dimaksud, ditemukan dan diamankan antara lain berbagai dokumen termasuk alat eletronik yang diduga nantinya dapat menjelaskan perbuatan dari para tersangka.

BACA JUGA: KPK Usut Aliran Uang Korupsi di Kemenhub, yang Kecipratan Siap-Siap Saja

"Penyitaan berikut analisi atas temuan bukti tersebut juga segera dilakukan untuk melengkapi berkas perkara penyidikan," ujar Ali.

Muhaimin Syarif yang juga calon anggota DPR RI Dapil Malut dari Partai Gerindra pada hari ini juga diperiksa tim penyidik KPK.

Selain Muhaimin Syarif, tim penyidik juga mengagendakan pemeriksaan terhadap saksi Hamrin Mustari. Keduanya diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap proyek Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) serta perizinan di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Malut.

Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan tujuh tersangka seusai Oprasi Tangkap Tangan (OTT) di wilayah Malut dan Jakarta pada Senin (18/12). Ketujuh orang tersangka itu yakni Abdul Ghani Kasuba (AGK) selaku Gubernur nonaktif Malut, Adnan Hasanudin (AH) selaku Kadis Perumahan dan Pemukiman Pemprov Malut.

Kemudian, Daud Ismail (DI) selaku Kadis PUPR Pemprov Malut, Ridwan Arsan (RA) selaku Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ), Ramadhan Ibrahim (RI) selaku ajudan, Direktur Ekseternal PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), anak usaha Harita Group, Stevi Thomas (ST) dan Kristian Wuisan (KW) selaku swasta.

Dalam perkaranya, Abdul Ghani ikut serta dalam menentukan siapa saja dari pihak kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang proyek pekerjaan. Untuk menjalankan misinya tersebut, Abdul Ghani kemudian memerintahkan Adnan, Daud, dan Ridwan untuk menyampaikan berbagai proyek di Provinsi Malut.

Adapun besaran berbagai nilai proyek infrastruktur jalan dan jembatan di Pemprov Malut mencapai pagu anggaran lebih dari Rp 500 miliar, di antaranya pembangunan jalan dan jembatan ruas Matuting-Rangaranga, pembangunan jalan dan jembatan ruas Saketa-Dehepodo.

Dari proyek-proyek tersebut, Abdul Ghani kemudian menentukan besaran yang menjadi setoran dari para kontraktor. Selain itu, Abdul Ghani juga sepakat dan meminta Adnan, Daud dan Ridwan untuk memanipulasi progres pekerjaan seolah-olah telah selesai di atas 50 persen agar pencairan anggaran dapat segera dicairkan.

Di antara kontraktor yang dimenangkan dan menyatakan kesanggupan memberikan uang yaitu Kristian. Selain itu, Abdul Gani Kasuba diduga salah satunya menerima suap dari Stevi Thomas melalui Ramadhan Ibrahim. Sejauh ini KPK menduga pemberian uang oleh Stevi Thomas itu terkait pengurusan perijinan pembangunan jalan yang melewati perusahannnya.

Abdul Ghani selain itu juga diduga menerima uang dari para ASN di Pemprov Malut untuk mendapatkan rekomendasi dan persetujuan menduduki jabatan di Pemprov Malut.

Sebagai bukti permulaan awal, terdapat uang yang masuk ke rekening penampung sejumlah sekitar Rp 2,2 miliar. Uang-uang tersebut kemudian digunakan di antaranya untuk kepentingan pribadi Abdul Ghani berupa pembayaran menginap hotel dan pembayaran dokter gigi. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Hadirkan Andi Arif dalam Persidangan Kasus Korupsi di Penajam Paser Utara


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler