jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengungkapkan operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat Bupati Kutai Timur Ismunandar merupakan hasil penyadapan pertama yang dilakukan KPK pasca pemberlakuan Undang-undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK.
"Kasus ini malah dalam catatan kami ini adalah penyadapan pertama yang kami lakukan pasca revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019," ujar Nawawi dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/7).
BACA JUGA: OTT Bupati Kutai Timur terkait Korupsi Barang dan Jasa
Dalam UU KPK yang mulai berlaku pada Oktober 2019 itu diatur mengenai mekanisme penyadapan yang baru, dimana fungsi penyadapan baru bisa dilaksanakan setelah mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas KPK.
Dewan Pengawas KPK telah terbentuk pada Desember 2019 dan diisi oleh lima orang anggota, yakni Tumpak Hatarongan Panggabean (Ketua), Artidjo Alkostar, Albertina Ho, Syamsuddin Haris, dan Harjono.
BACA JUGA: Sudah 36 Orang Karyawan Pabrik Unilever Terinfeksi Corona, jadi Klaster Baru
Nawawi mengatakan penyadapan pertama terkait kasus korupsi yang menjerat Ismunandar beserta sang istri yang juga Ketua DPRD Kutai Timur Encek Unguria itu dilakukan pada Februari 2020.
"Jadi sekitar Februari kami melakukan penyadapan pertama atas dasar adanya informasi dari masyarakat," kata Nawawi.
BACA JUGA: 19 Buruh Pabrik Minuman Unilever Cikarang Positif Corona, Operasional Langsung Dihentikan
Sebelumnya KPK menetapkan Ismunandar dan Encek Unguria sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pekerjaan infrastruktur di lingkungan pemerintah kabupaten Kutai Timur 2019-2020.
Selain Ismunandar dan Encek Unguria, KPK juga menetapkan lima tersangka lainnya, yakni Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Musyaffa, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Suriansyah dan Kepala Dinas Pekerjaan umum Aswandini selaku penerima suap.
Sedangkan sebagai tersangka pemberi, KPK menetapkan AM (Aditya Maharani) selaku rekanan dan DA (Deky Aryanto) selaku rekanan.
Para tersangka penerima disangkakan melanggar pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.
Sedangkan para pemberi disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP, dengan ancaman hukuman minimal satu tahun penjara dan maksimal lima tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. (antara/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Fajar W Hermawan