KPK Nilai Pejabat Sumut tak Patuh

Rabu, 24 Oktober 2012 – 08:36 WIB
MEDAN- Pelayanan publik, perencanaan Anggaran Pembangunan Belanja Daerah (APBD) serta pengadaan barang dan jasa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu), masih terbilang buruk. Setidaknya itu menjadi penilaian  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Sebanyak 15 Satuan Kerja (Satker) Provinsi Sumatera Utara (Provsu) dinilai lemah dan bermasalah oleh KPK dan BPKP. "Dari aspek-aspek yang dikemukakan BPKP tadi, Pemprovsu ternyata hasilnya sama seperti daerah lain yang masih banyak kekurangan," ungkap Wakil Ketua KPK, Zulkarnain, pada Acara Seminar Pencegahan Korupsi Melalui Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Dan Pengelolaan APBD di Aula Martabe Lantai 2, Kantor Gubsu, Jalan Pangeran Diponegoro, Medan, Selasa (23/10).

Dijelaskannya, kondisi itu dilihat dari apa yang terjadi di 15 satker yang terdiri dari dua instansi vertikal seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut dan Kantor Imigrasi, dan selebihnya terdiri dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemprovsu, antara lain Dinas PU Bina Marga Sumut, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Sumut, Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Sumut) (Disperindagsu), Dinas Koperasi (Diskop) dan UMKM Sumut, Dinas Pendidikan Sumut (Disdiksu), Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumut, Dinas Pendapatan Sumut (Dispendasu), Dinas Perhubungan Sumut (Dishubsu), Sekretariat DPRD Sumut dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dan sebagainya.

Selain itu, lanjut Zulkarnain, masih ditemukan banyaknya laporan pengaduan yang masuk KPK selama tahun 2011, dimana tercatat ada 5.500 lebih kasus dugaan korupsi yang terjadi di tingkat kabupaten/kota ke atas. Laporan gratifikasi di Sumut, selama setahun juga sangat rendah yaitu hanya enam kasus.

Menurutnya, kenyataan itu tidaklah masuk akal dan bisa jadi banyak yang tidak melaporkannya.  "Apa iya cuma enam? Apa nggak ada yang laporkan?" ujarnya.

Pejabat di Sumut juga, cetusnya, dinilai belum patuh dalam melaporkan harta kekayaan pribadinya.  Dari 2.400 lebih pejabat yang wajib lapor, ternyata hanya 75 persen yang melakukan hal itu.  Bahkan, tambahnya, banyak diantaranya yang tidak membuat Laporan Hasil Kekayaan Pejabat (LHKP), saat jabatannya beberapa kali berganti.

"LHKP-nya tetap yang itu-itu juga," ungkap mantan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur (Jatim) itu. Untuk itu, baik KPK, BPKP dan Pemprovsu dalam rangka melakukan pencegahan korupsi, akan melakukan rencana aksi ke depan dengan tahapan-tahapan yang akan dilakukan bersama. 

Rencana aksi sangat penting, karena jika tidak ada perbaikan maka dampaknya akan sangat luas, seperti terbukanya peluang korupsi yang berakibat kerugian negara, rusaknya mental pejabat dan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. "KPK dan BPKP akan membantu mengawasi dan membimbing melalui rencana aksi yang ditetapkan bersama," kata Zulkarnain.

Khusus untuk laporan yang masuk ke KPK selama ini, akunya, sebagian telah diproses. Ada yang proses pidananya diserahkan ke kejaksaan atau kepolisian, karena ternyata kasusnya telah ditangani instansi terkait.

Ada juga yang diserahkan ke inspektorat dan lembaga pengawas internal lain atau diteruskan juga ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk diaudit.  Khusus untuk kasus-kasus yang terjadi di Sumut, dan tengah ditangani KPK, Zulkarnain enggan memberikan bocoran. Karena, menurutnya, selama sifatnya masih masa penyelidikan KPK belum bisa membeberkannya ke publik.

Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah, Iman Bastari, mengatakan penilaian yang dilakukan BPKP, bersifat preventif dan bukan refresif. Hal itu, setidaknya untuk memberikan gambaran secara umum bagaimana pelayanan publik, perencanaan APBD serta pengadaan barang dan jasa yang terjadi di 15 satker tersebut.

Tujuannya, ucapnya, hanya untuk mendapatkan masukan dari berbagai pihak mulai dari kalangan universitas, akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan sebagainya dalam rangka komitmen mengawal perbaikan dan pengawasan.

BPKP ditegaskannya, tidak dalam kapasitas mengancam atau mencari-cari kesalahan pejabat internal pemerintahan. Sebab, tugas pokoknya adalah mengontrol dan mencegah penyelewengan tidak terjadi.

Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara (Sekdaprovsu), Nurdin Lubis, mengungkapkan penilaian pada pelayanan  publik, perencanaan APBD Sumut serta pengadaan barang dan jasa yang diberikan KPK dan BPKP, akan menjadi catatan penting bagi Pemprovsu.

Dikatakannya, rencana aksi akan segera dilakukan dengan berkoordinasi instansi vertikal lain di Sumut. Karena objeknya, bukan hanya instansi di Pemprovsu. "Ini jadi catatan dan harapan kita di 2013 tidak ada lagi temuan seperti ini," ujar Nurdin.

Sebelumnya, Nurdin mengatakan seminar yang dilakukan KPK dan bekerjasama dengan BPKP sangat bernilai strategis untuk mendorong pencegahan korupsi khususnya di Sumut.  Apalagi korupsi di Indonesia, menurutnya, sudah menjadi fenomena yang mencemaskan.

Karena meski ketentuan hukum yang mengaturnya sudah cukup berat.  Tapi, kasus korupsi tetap masih ada.  Maka dari itu, lanjut Nurdin,  diperlukan kebersamaan dalam inisiatif dan persepsi dalam membangun visi misi pemberantasan korupsi.(ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jamaah Haji Meninggal 96 Orang

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler