jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan telah sesuai prosedur dalam menerapkan eks Menteri Kepemudaan dan Olahraga Imam Nahrawi sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi dan suap.
Hal ini disampaikan KPK menyusul gugatan praperadilan Imam yang akan dilangsungkan pada awal November 2019.
BACA JUGA: Polri Tunggu Jokowi Soal Pengganti Tito setelah Diberhentikan dari Kapolri
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pihaknya sedang mempelajari permohonan praperadilan yang diajukan Imam Nahrawi.
"Pada prinsipnya tentu kami akan menghadapi dan juga meyakini sejak awal kasus ini memang didasarkan pada bukti yang kuat. Bahkan penetapan IMR sebagai tersangka merupakan pengembangan lebih lanjut dari OTT di Kemenpora dan fakta-fakta yang muncul di persidangan," kata Febri saat dikonfirmasi, Selasa (22/10).
BACA JUGA: Calon Menteri Dipanggil Jokowi, Ibas: Demokrat Hanya Menonton dan Melihat
Febri melanjutkan, sebagian besar alasan yang diajukan oleh politikus PKB itu sudah cukup sering digunakan para pemohon praperadilan lain. Febri meyakini di balik permohonan itu sebenarnya relatif tidak ada argumentasi baru.
"Seperti alasan yang hanya mengacu pada KUHAP bahwa penetapan tersangka seharusnya dilakukan pada tahap penyidikan, sehingga pemeriksaan yang bersangkutan sebagai calon tersangka semestinya dilakukan di penyidikan," kata dia.
BACA JUGA: Prabowo Jadi Calon Menhan, Luhut Beri Respons Begini
Febri juga menyebut alasan semacam itu sudah sering ditolak hakim. Karena memang UU KPK mengatur secara khusus di mana sejak proses penyelidikan KPK sudah mencari alat bukti. Ketika ditemukan bukti permulaan yang cukup, maka pada saat penyidikan dimulai sekaligus dapat dilakukan penetapan tersangka.
Sedangkan, Febri menganggap terkait dengan penyelidikan yang prosesnya hanya empat hari, Imam salah memahami makna Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi ( LKTPK) l seolah-olah itu adalah surat perintah penyelidikan.
"KPK telah melakukan penyelidikan sejak 25 Juni 2019, dan selama penyelidikan itu sudah dilakukan pemanggilan tiga kali terhadap IMR, namun yang bersangkutan tidak datang karena berbagai alasan," ujar dia.
Febri menegaskan begitu KPK mendapatkan bukti permulaan yang cukup atau minimal dha alat bukti, sesuai Pasal 44 UU KPK, maka dapat dilakukan penyidikan.
"Jika frasa bukti permulaan yang cukup tersebut dihubungkan dengan ketentuan pada Pasal 1 angka 14 KUHAP yang mengatur definisi tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana, maka sejak proses penyidikan, karena telah ditemukan bukti permulaan yang cukup, sekaligus dapat ditetapkan tersangka," beber Febri.
Sekadar info, ada beberapa poin yang diajukan Imam Nahrawi untuk melawan KPK. Pertama, Imam menggugat penetapan tersangka terhadap dirinya tidak melalui proses penyidikan dan dia mengatakan tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka dalam proses penyidikan tersebut.
Kedua, proses penyelidikan KPK sangat pendek, yaitu hanya empat hari yang dihitung dari tanggal LKTPK 22 Agustus 2019 dan penerbitan Surat Perintah Penyidikan pada 28 Agustus 2019 dan penerbitan SPDP dilakukan satu hari kemudian, yaitu 29 Agustus 2019.
Ketiga, menurut kubu Imam, proses penyidikan tersebut sangat cepat dan dia merasa tidak pernah diperiksa. Keempat, Imam juga menyebut prestasi yang dicapai saat penyelenggaraan Asian Games, Asian Para Games, dan Olimpiade Internasional Rio De Janeiro di Brazil tahun 2016 dengan segala medali yang didapatkan.
Kelima, menurut Imam, penetapan tersangka tidak jelas karena tuduhan suap yang diberikan KPK melebihi jumlah kekayaan yang ia laporkan di LHKPN. Keenam, Imam juga mengakui tidak bisa memenuhi tiga kali panggilan dalam penyelidikan KPK, yaitu 31 Juli 2019, 2 Agustus 2019 dan 21 Agustus 2019.
Ketujuh, penahanan yang dilakukan KPK tidak sah karena pimpinan KPK telah menyerahkan mandat pada Presiden Joko Widodo. (tan/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga