KPK Pertanyakan Nazaruddin Bisa Bebas Lebih Cepat

Rabu, 17 Juni 2020 – 23:59 WIB
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tak pernah menetapkan eks Bendahara Umum Demokrat M Nazaruddin, sebagai justice colaborator (JC).

Oleh karena itu, KPK tidak mengerti mengapa Nazaruddin bisa mendapatkan pembebasan dari penjara lebih cepat.

BACA JUGA: Respons ICW Soal Rencana Keputusan Bebas Nazaruddin

Pernyataan itu disampaikan KPK untuk membantah keterangan Kementerian Hukum dan HAM (Kemkumham) yang menyebut Nazaruddin mendapat status JC atau pelaku yang bekerja sama dari KPK.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, pada 9 Juni 2014 dan 21 Juni 2017, KPK menerbitkan surat keterangan bekerja sama untuk M. Nazarudin karena yang bersangkutan sejak proses penyidikan, penuntutan dan persidangan.

BACA JUGA: Mayat Nazarudin Ditemukan Mengambang Dalam Sumur

Dalam proses itu telah mengungkap perkara korupsi pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sarana Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, perkara pengadaan E-KTP di Kemendagri dan perkara dengan terdakwa Anas Urbaningrum serta atas dasar M Nazaruddin telah membayar lunas denda ke kas Negara.

Surat keterangan bekerja sama tersebut menegaskan, KPK tidak pernah menetapkan Nazaruddin sebagai JC.

BACA JUGA: KPK Benarkan Kasus Pencucian Uang Nazarudin Segera Disidang

"Pimpinan KPK saat itu tidak pernah menetapkan M Nazarudin sebagai Justice collaborator," kata Fikri dalam keterangan yang diterima, Rabu (17/6).

Fikri menjelaskan, status JC dan surat keterangan bekerja sama merupakan dua hal berbeda.

JC diberikan KPK saat proses hukum masih berjalan dan diputuskan oleh Majelis Hakim.

Sementara itu, surat keterangan bekerja sama diberikan KPK saat perkara hukum yang menjerat Nazaruddin telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

"Kami sampaikan kembali bahwa KPK tidak pernah menerbitkan surat ketetapan JC untuk tersangka MNZ (M Nazaruddin). Benar kami telah menerbitkan dua surat keterangan bekerja sama yang bersangkutan pada 2014 dan 2017 karena telah bekerja sama pada pengungkapkan perkara dan perlu diingat saat itu dua perkara MNZ telah inkrah," katanya.

Oleh karena itu, KPK menyesali langkah Kemenkumham yang memberikan cuti menjelang bebas kepada Nazaruddin.

Fikri menegaskan, KPK sudah tiga kali menolak memberikan rekomendasi sebagai persyaratan asimilasi kerja sosial dan pembebasan bersyarat yang diajukan Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham Nazarudin maupun penasihat hukumnya.

"Yaitu pada sekitar Februari 2018, Oktober 2018 dan Oktober 2019," katanya.

KPK berharap Ditjen PAS dapat lebih selektif dalam memberikan hak binaan, seperti remisi, pembebasan bersyarat, asimilasi dan lainnya kepada napi kasus korupsi. Hal ini lantaran korupsi merupakan kejahatan luar biasa.

"Mengingat dampak dahsyat dari korupsi yang merusak tatanan kehidupan masyarakat," katanya.

Seperti diketahui, Nazaruddin yang menjadi terpidana korupsi bebas dari Lapas Sukamiskin, Bandung setelah mendapat cuti menjelang bebas (CMB).

Padahal, dengan total hukuman 13 tahun pidana penjara atas perkara suap Wisma Atlet Hambalang, serta perkara gratifikasi dan pencucian uang, Nazaruddin sejatinya baru bebas murni pada 2024.

Namun, selama masa pembinaan, Nazaruddin telah berulang kali mendapat remisi atau pengurangan masa hukuman baik remisi Hari Kemerdekaan 17 Agustus, maupun remisi Hari Raya Idul Fitri.

Secara total, Nazaruddin menerima remisi sebanyak 49 bulan selama menjalani masa pembinaan.

Remisi terhadap terpidana korupsi diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Pasal 34A ayat (1) aturan itu menyebutkan pemberian Remisi bagi narapidana kasus korupsi selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, juga harus memenuhi persyaratan bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya dan telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan. (tan/jpnn)


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler