jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai pengelolaan kegiatan ekspor-impor yang dilakukan pemerintah selama ini terkesan tertutup.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam Talkshow Neraca Komoditas bertajuk Sinergi Wujudkan Indonesia Maju 2045 yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan pada Senin (30/5).
BACA JUGA: Ada Spanduk Dukung Ketua KPK Jadi Capres, Firli Bahuri Berkata
Dalam acara itu, hadir Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Ghufron mengatakan pihaknya terus melakukan pendampingan kepada Lembaga National Single Window (LNSW) dalam mewujudkan tata kelola ekspor-impor yang transparan, proses bisnis yang sederhana, serta layanan yang terintegrasi.
BACA JUGA: Ssst, Ajudan Ade Yasin Dicecar Penyidik KPK soal Pertemuan Ini
Pendampingan ini sebagai upaya untuk memimalisasi titik-titik rawan korupsi pada pelaksanaan ekspor-impor di Indonesia.
“Lembaga National Single Window merupakan derivasi dari kebijakan pemerintah menarik investor dan menggenjot pertumbuhan ekonomi, khususnya melalui kegiatan ekspor-impor yang transparan dan proses bisnis yang sederhana serta layanan terintegrasi,” ujar Ghufron.
BACA JUGA: Ketua Kadin Bogor Sintha dan Orang Dekat Ade Yasin Diperiksa KPK
Ghufron menilai permasalahan dalam tata niaga ekspor-impor tidak transparan dalam memberikan izin. Hal itu membuat rentan terjadinya penyalahgunaan wewenang hingga suap-menyuap, yang akan merugikan pelaku usaha.
“Butuh transparansi dalam pemberian izin ekspor-impor, untuk memberikan kepastian, baik kepada produsen, pelaku perdagangan, maupun negara,” ujar Ghufron.
Ghufron menerangkan proses bisnis perizinan ekspor-impor masih dilakukan secara terkotak-kotak, terpisah, dan tersebar di masing-masing kementerian/lembaga terkait. Data komoditas tidak klir dan berakibat terjadinya tindak pidana korupsi.
"Catatan KPK 2013 ada suap impor daging, lalu 2016 ada di sektor gula supaya dapat impor. Lalu, 2017 mengubah regulasi di sektor kesehatan dan peternakan, itu melibatkan suap di dalamnya," ujarnya.
Oleh karena itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2018 tentang Stranas PK, KPK bersama Kementerian Perekonomian, LSNW, serta Kementerian/Lembaga terkait tengah berupaya melakukan perbaikan tata kelola ekspor-impor di Indonesia.
Upaya itu diwujudkan dengan membangun nasional data dan informasi ekspor-impor yang disebut Sistem Nasional Neraca Komoditas. Sistem tersebut dapat dimanfaatkan oleh semua pihak sebagai sarana untuk menjaga akuntabilitas pelaksanaan kebijakan ekspor-impor.
Hingga tidak ada lagi celah bagi pejabat pemerintah maupun pihak swasta untuk melakukan korupsi
Adanya Neraca Komoditas, menurut Ghufron, memiliki tiga fungsi utama, yaitu sebagai dasar penerbitan persetujuan impor ataupun persetujuan ekspor, sebagai acuan data produksi dan konsumsi nasional, serta sebagai acuan untuk pengembangan industri nasional.
“Neraca Komoditas ini harapannya memberikan kepastian, sehingga diketahui berapa kebutuhan masyarakat Indonesia atas komoditas tertentu dan berapa tingkat produksi lokal. Dengan begitu pelaksanaan impor jelas alasannya. Jangan sampai impor dilakukan saat panen raya berlangsung,” ujar Ghufron.
Lebih lanjut, sampai awal 2022, melalui pengawalan KPK, telah terbit Perpres Neraca Komoditas. Di dalamnya terdapat kesepakatan elemen data ekspor-impor untuk empat komoditas, yaitu beras, gula, daging, dan garam.
“Satu hal yang masih perlu terus dikawal berdasarkan laporan Stranas PK periode lalu adalah implementasi sistem di kementerian/lembaga lain yang belum siap. Kemudian dokumen protokol penyampaian dan pertukaran data serta skema insentif dan disinsentif,” ujar Ghufron.
Hadir juga dalam kegiatan ini Menteri Keuangan Sri Mulyani, serta Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, Kepala LNSW Agus Rofiudin, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Dody Widodo, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso, dan Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Fiskal dan Publik Kadin Indonesia Suryadi Sasmita.
Menurut Sri Mulyani, data neraca komoditas akan menjadi referensi tunggal pemerintah dalam memberikan izin ekspor dan impor kepada para pelaku usaha.
"Tak perlu lagi ada rekomendasi teknis dari kementerian/lembaga terkait proses ekspor, dan ini lebih sederhana mencegah terjadinya abuse yang berpotensi menciptakan pelanggaran dan korupsi," kata Sri Mulyani.
Dengan demikian, Sri menjelaskan informasi ekspor-impor yang tersedia di berbagai kementerian/lembaga akan terintegrasi.
Dengan begitu, pelaku usaha juga bisa lebih akurat, tepat waktu, dan efisien dalam merencanakan kegiatan bisnisnya mulai dari pengajuan izin hingga perencanaan impor maupun ekspor dan mendapat kepastian dari sisi administrasi.
"Pelaku usaha bisa memonitoring progress sehingga transparansi dan efisiensi bisa meningkat. Ini akan menimbulkan kepercayaan yang tinggi untuk dunia usaha," ujar Sri. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Persilakan Masyarakat Cari Harun Masiku, IPW Merespons Keras, Begini Kalimatnya
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga