jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani angkat bicara terkait langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan surat perintah pemberhentian penyidikan (SP3) terhadap kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Arsul Sani menganggap wajar jika masyarakat memberi perhatian dan mempertanyakan langkah KPK menerbitkan SP3 tersebut.
BACA JUGA: SP3 Kasus BLBI, Rocky Gerung: Ini Mega April Mop
"Itu merupakan SP3 yang pertama, yang menyangkut kerugian negara yang besar dan profil yang menarik," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senin (5/4).
Politikus PPP ini juga menjelaskan rekam jejak Sjamsul dan Itjih Nursalim yang selalu mangkir dari panggilan KPK tidak pantas dijadikan contoh kasus yang pertama mendapatkan SP3.
BACA JUGA: SP3 Kasus BLBI: Eks Bos KPK Ucapkan Selamat kepada Jokowi
"Statusnya adalah in absentia. Nah, orang yang katakanlah tidak kooperatif, dalam menghadapi proses-proses pengecekan hukum malah dijadikan contoh kasus yang di SP 3 pertama," lanjutnya.
Arsul menyoroti alasan KPK dalam memberikan SP3, yang berdasar kepada putusan kasasi Mahkamah Agung yang membebaskan Syafruddin Arsyad Temenggung.
BACA JUGA: MAKI Bakal Ajukan Praperadilan Atas SP3 Kasus BLBI Oleh KPK, Ini Alasannya
Menurut Arsul, putusan MA menganggap kasus yang merundung Syafruddin bukan merupakan ranah pidana.
Arsul menilai putusan MA tersebut tidak serta merta harus diikuti. Mengingat sistem peradilan di Indonesia yang tidak menganut sistem yurespudensi tetap.
"Tidak menganut prinsip apa yang di negara-negara common law sistem seperti Inggris, Amerika Serikat, Australia dan lain sebagainya," kata Arsul.
Anggota Komisi III DPR RI itu juga mengatakan akan mempertanyakan alasan di balik SP3 tersebut dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan KPK.(mcr8/jpnn)
Redaktur & Reporter : Kenny Kurnia Putra