jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat adanya gratifikasi sebesar Rp 1,8 miliar yang dilaporkan penyelenggaran negara selama pandemi virus Corona ini.
Laporan itu diterima dalam rentang waktu 14 hari secara online dan berupa uang, barang, makanan dan hadiah pernikahan.
BACA JUGA: Ketua MPR Minta KPK-BPKP Awasi Dana Penanganan Corona
“Laporan gratifikasi terbanyak selama periode tersebut berasal dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yaitu 20 laporan yang disampaikan melalui aplikasi GOL (Gratifikasi Online). Disusul oleh Kementerian Kesehatan 11 laporan melalui email dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 10 laporan melalui email," kata Direktur Gratifikasi KPK, Syarief Hidayat dalam keterangan yang diterima, Jumat (17/4).
Syarief mengungkapkan sebanyak 98 laporan masuk sejak 17 hingga 31 Maret 2020. Dari jumlah itu, 64 laporan melapor menggunakan aplikasi atau situs GOL dan sisanya melapor via surat elektronik.
BACA JUGA: Bantuan Penanggulangan Corona Gratifikasi atau Bukan? Ini Penjelasan Firli
Syarief menuturkan laporan paling banyak diterima berupa uang atau setara uang, yaitu 53 laporan.
Selanjutnya berjenis barang 27 laporan, jenis yang bersumber dari pernikahan (uang, kado barang, karangan bunga) 15 laporan, jenis makanan atau barang mudah busuk dua laporan dan fasilitas lainnya satu laporan.
BACA JUGA: Peringatan Firli Bahuri pada 4 Pejabat KPK yang Baru Dilantik
Teruntuk kategori Pemerintah Daerah, Syarief mengatakan, Pemkab Bulukumba menjadi pihak pelapor gratifikasi terbanyak dengan dua laporan selama periode tersebut.
Dia mengharapkan, aksi ini bisa menjadi contoh bagi penyelenggara negara di daerah lain untuk melaporkan gratifikasi yang diterimanya di tengah pandemi Covid-19.
Menurut dia, bagi siapa saja penyelenggara negara yang tidak melapor penerimaan gratifikasi, maka akan ada ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 12B Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Ancaman pidana penerimaan gratifikasi yaitu 4 sampai 20 tahun penjara dan denda dari Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar. Ancaman pidana tersebut tidak berlaku jika penerima gratifikasi melaporkan ke lembaga antikorupsi paling lambat 30 hari kerja sebagaimana ketentuan Pasal 12C," jelas Syarief. (tan/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga