KPPU Buka-Bukaan Data, Pasar Minyak Goreng Sawit Berkategori Monopolistik

Jumat, 21 Januari 2022 – 06:06 WIB
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkapkan sejumlah data di industi minyak goreng tanah air. Foto: Wenti Ayu/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkapkan sejumlah data di industi minyak goreng tanah air.

Data Consentration Ratio (CR) yang dihimpun KPPU pada 2019 terlihat bahwa sekitar 40 persen pangsa pasar minyak goreng Indonesia dikuasai oleh empat perusahaan besar.

BACA JUGA: Mak-Mak Berbondong-bondang, Mau Beli Minyak Goreng Rp 14 Ribu, Eh Ludes

Keempatnya, memiliki usaha perkebunan, pengolahan CPO, hingga beberapa produk turunan CPO seperti biodiesel, margarin, dan minyak goreng.

"Struktur pasar yang seperti itu, maka industri minyak goreng di Indonesia masuk dalam kategori monopolistik yang mengarah ke oligopoli," kata Direktur Ekonomi KPPU Mulyawan Renamanggala di Jakarta, Kamis (20/1).

BACA JUGA: Update Terkini Harga Minyak Goreng Hari Ini

Menurutnya, pemain baru pun sulit untuk masuk ke industri minyak goreng.

Ada sejumlah aturan yang menghambat masuknya pemain baru, mulai dari kewajiban pasokan bahan baku hingga standar nasional.

BACA JUGA: Mendag: Saya Jamin Harga Minyak Goreng Rp 14 Ribu Per Liter

Padahal, dibutuhkan lebih banyak pemain baru di industri minyak goreng agar kestabilan harga bahan pokok itu bisa terjaga.

"Kami melihat regulasi pemerintah belum mendorong industri minyak goreng karena masih banyak regulasi yang menghambat adanya pemain baru di industri minyak goreng," ucap Mulyawan.

Dia menyebut salah satu regulasi yang menyulitkan pemain baru adalah Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 21 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.

Aturan itu menyebut untuk mendapatkan Izin Usaha Perkebunan, maka perusahaan harus memenuhi sekurang-kurangnya 20 persen kebutuhan bahan baku yang berasal dari kebun sendiri.

"Kami telah mengirimkan surat pada 2007 ke Presiden untuk cabut kewajiban 20 persen tersebut karena kewajiban tersebut kami nilai saat itu menyebabkan kurangnya persaingan usaha di industri turunan CPO dan turunannya. Dan ini terbukti saat ini," katanya.

Mulyawan juga mengungkapkan kebijakan lain yakni Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 46 Tahun 2019 terkait pemberlakuan SNI wajib minyak goreng sawit.

Oleh karena itu, dia berharap pemerintah terus mendorong munculnya pelaku usaha lokal, khususnya yang berada di wilayah penghasil CPO.

"Skalanya tidak perlu besar, tapi mereka dapat memenuhi kebutuhan lokal dan tidak terintegrasi dengan pelaku usaha CPO atau perkebunan," katanya.

Hal itu dilakukan agar semakin banyak pasokan minyak goreng dan pelaku usaha minyak goreng, maka dominasi perusahaan besar di industri minyak goreng bisa dikurangi.

"Dengan demikian harga minyak goreng relatif akan lebih stabil," tegas Mulyawan.(antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler