jpnn.com, JAKARTA - Ekonom senior Indef Nawir Messi, mengatakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) diminta mendesak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk membatalkan revisi kebijakannya yang akan melabeli kemasan galon berbahan polikarbonat.
Pasalnya, langkah tersebut bisa berpotensi menimbulkan persaingan usaha tidak sehat di dalamnya.
BACA JUGA: Medina Zein Jual Nama Raffi Ahmad Rp 1,2 Miliar, Seperti Ini Modusnya
Menurutnya, kebijakan BPOM itu jelas bertentangan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
“Jika ada temuan ke arah sana nantinya, KPPU wajib meminta BPOM untuk melakukan revisi kebijakannya. KPPU wajib menyampaikan pendapatnya kepada lembaga yang bersangkutan untuk merevisi peraturan tersebut karena bertentangan dengan Undang-Undang Persaingan Usaha Tidak Sehat,” kata mantan Ketua KPPU ini.
BACA JUGA: Berkah Lebaran, Pengiriman Paket SiCepat Ekspres Naik Hingga Sebegini
Dan jika KPPU nantinya bisa membuktikan bahwa BPOM merevisi kebijakan itu atas permintaan pelaku usaha tertentu, menurut Nawir, pelaku usaha itu juga bisa terkena jerat hukum.
“Jadi, dalam menilai kasus wacana pelabelan BPA ini, KPPU juga perlu meminta pendapat para pakar di bidangnya masing-masing sebagai dasar dari tindakan untuk meminta BPOM membatalkan revisi kebijakannya,” serunya.
BACA JUGA: Akun Instagram Vanessa Angel Lenyap, Gala Langsung Rewel
Langkah lainnya, kata Nawir, KPPU bisa juga mendesak DPR yang membawahi BPOM agar menghentikan regulasi pelabelan BPA pada galon PC itu dengan menyampaikan bukti-bukti temuan mereka.
Pengamat persaingan usaha ini menegaskan, BPOM tidak bisa membuat kebijakan yang bersifat diskriminatif.
Dia menyarankan, lebih baik BPOM mengawasi hal yang ringan-ringan, seperti pewarna makanan yang sudah jelas banyak yang membahayakan kesehatan.
“Nggak usah lah dulu yang berat-berat, sekarang di mana-mana orang-orang masih memakai pewarna makanan dari tekstil. Ya, itu dulu yang diawasi, yang seperti itu. Jangan malah fokus kepada yang tidak memiliki scientific based yang solid. Itu cuma menimbulkan tuduhan macam-macam,” serunya.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada