jpnn.com - JAKARTA - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hadar Nafis Gumay, menolak jika KPU disebut melanggar undang-undang karena menjadwalkan pemungutan suara untuk pemilih di luar negeri lebih cepat dari jadwal pemungutan suara di dalam negeri.
Menurut Hadar, KPU menetapkan jadwal pemilihan lebih cepat karena dalam Pasal 4 ayat 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, tentang Pemilu, menyatakan, pemungutan suara di luar negeri dapat dilaksanakan bersamaan atau sebelum pemungutan suara di dalam negeri.
BACA JUGA: Bilang Cantik Saat Uji Kelayakan, Empat Anggota DPR Berurusan dengan BK
"Saya kira yang disampaikan tidak sesuai UU pemilu, itu tidak tepat. Karena ada ruang dalam UU yang mengaturnya. Jadi ruang kita memilih dan menggunakan hak suara itu terbuka," ujar Hadar di Jakarta, Rabu (11/12).
Hadar menegaskan, KPU menjadwalkan pemilihan di luar negeri 30 Maret-6 April 2014, semata-mata demi meningkatkan partisipasi pemilih, mengingat rendahnya partisipasi luar negeri pada pemilu 2009 lalu yang hanya menyentuh angka 23 persen.
BACA JUGA: Jadwal Pemilu LN Sebelum 9 April Langgar UU
Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jendral DPP Partai Demokrat, Andi Nurpati, menyatakan KPU melanggar UU jika melaksanakan pemungutan suara di luar negeri, lebih cepat. Menurut Andi, Pasal 158 ayat 2 Undang-Undang Pemilu Nomor 8 Tahun 2012, tentang pemilu, menyatakan, pemungutan suara di luar negeri harus sama waktunya dengan pemungutan suara di Indonesia.
Selain melanggar UU, ia khawatir pelakasanaan yang lebih cepat dapat disalahgunakan pihak-pihak tertentu untuk memobilisasi massa secara berpindah-pindah.
BACA JUGA: Desak Caleg Serahkan Nomor Rekening ke PPATK
"Kekhawatiran tentu kami maklum, tapi kan kita harus melihat lebih rinci. Karena orang memilih itu kan ada prosedurnya. Jadi memilih di mana, ada syaratnya. Kalau ada orang tak terdaftar di mana-mana, datang di saat itu juga, kan tidak bisa bebas juga untuk memilih," ujar Hadar.
Hadar juga menilai tindakan memobilisasi masyarakat Indonesia yang berada di luar negeri untuk berpindah-pindah, guna memanfaatkan celah menguntungkan suara partai politik maupun calon anggota legislatif tertentu, tidak mudah. Apalagi jika dilakukan dalam rombongan besar.
"Kita kan pasti cek data-datanya. Misalnya, alasan pindah ramai-ramai itu kenapa. Dan kenapa memilih di TPS yang berbeda dari alamat pemilih bersangkutan," ujarnya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 219 Desa tak Ada di Data KPU, Mendagri Ogah Ribut
Redaktur : Tim Redaksi