Dari 20 catatan buruk terhadap kinerja KPU, empat diantaranya terkait dengan pembuatan dan pelaksanaan peraturan. "Pertama, produktivitas KPU dalam membentuk peraturan sangat rendah. Enam bulan bekerja baru mampu membentuk tiga peraturan teknis penyelenggaraan pemilu," kata anggota koalisi, Said Salahudin dalam pengumuman hasil monitoring kinerja penyelenggara pemilu di kantor FORMAPPI, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (1/11).
Menurut Said, tiga produk hukum yang dibuat KPU sangat minimalis. Dalam membuat aturan, sebutnya, KPU tidak melihat kemungkinan adanya persoalan yang muncul ketika peraturan itu dilaksanakan.
Kedua, peraturan KPU berkualitas rendah dan sering berubah-ubah. Misalnya PKPU 07/2012 tentang jadwal dan tahapan Pemilu yang dua kali berubah. Sedangkan PKPU 08/2012 tentang pendaftaran, verifikasi dan penetapan parpol peserta pemilu juga berubah dua kali. "Ini menunjukan bahwa isi peraturan yang dibuat kualitasnya rendah," kata Said yang juga Koordinator Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma).
Catatan buruk ketiga, ada peraturan KPU yang justru menghambat partisipasi masyarakat. Keempat, ada peraturan KPU yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang. Misalnya, PKPU 8/2012 yang mengatur sistem seleksi secara bertingkat yang dilaporkan ke DKPP oleh koalisi.
"Dalam UU tidak mengenal ada tingkatan dalam seleksi. KPU membuat tingkatan seleksi parpol dan itu semakin memberatkan parpol. Mengapa KPU membuat aturan yang lebih berat dari undang-undang," ujar Said.
Said menyayangkan sikap Bawaslu RI yang tidak aktif memberikan sanksi atas tindakan KPU yang dinilai menyimpang. Menurutnya, Bawaslu baru bertindak setelah penyimpangan KPU ramai diberitakan.
"Bawaslu juga tidak menegur apa yang dilakukan KPU. Baru setelah ribut, Bawaslu kemudian menegur," pungkasnya. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Parpol Tagih Rapor Verifikasi
Redaktur : Tim Redaksi