jpnn.com, JAKARTA - Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakart, lebih cermat menghitung kebutuhan surat suara di tiap tempat pemungutan suara (TPS) Pilkada DKI putaran kedua.
Jangan sampai peristiwa kekurangan surat suara di TPS, mengakibatkan masyarakat kehilangan hak konstitusinya dalam menentukan pemimpin Jakarta untuk lima tahun ke depan.
BACA JUGA: Djan Faridz: Kita Bukan Milih Imam Salat
"Begitu pun pergerakan surat suara dari percetakan ke kantor penyelenggara d tingkat provinsi, kabupaten hingga ke kelurahan sampai TPS, harus benar-benar dicermati dan dijaga ketat," ujar Divisi Pendidikan Politik KIPP Indonesia Nayla Indah di Jakarta, Sabtu (18/3).
Selain itu, Nayla mengatakan, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Sumarsono pada awal Maret lalu, pernah mengatakan masih ada 59.911 warga Jakarta yang belum terekam e-KTP.
BACA JUGA: Djan Faridz: Kalau Ahok Perempuan, Gue Kawinin Juga
"Besarnya jumlah tersebut perlu diantisipasi. Karena pada putaran pertama lalu banyak mengemuka berbagai kasus menyangkut hak pilih," tutur Nayla.
Menurut Nayla, KPU DKI harus benar-benar cermat menyikapi setiap kondisi yang ada.
BACA JUGA: Anies dan Lagu Bang Haji Rhoma Irama
Jangan sampai tingginya partisipasi pemilih pada putaran pertama lalu, justru terjadi karena adanya mobilisasi pemilih fiktif.
Bukan karena tingginya minat masyarakat untuk menyalurkan hak pilih.
Nayla mengatakan pandangannya, karena di sejumlah TPS, selisih daftar pemilih tetap (DPT) dengan DPT tambahan cukup tinggi. Bahkan mencapai di atas tiga persen.
"Misalnya di Cengkareng Jakarta Barat, DPT 173.905 jiwa, sementara DBTb 11.924 jiwa atau berkisar 3.30 persen. Kemudian di Kalideres, DPT 278.033 jiwa sementara DPTb 9.018 jiwa, atau 3,2 persen," pungkas Nayla. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Masjid Raya Daan Mogot Diresmikan Sebelum Hari Coblosan
Redaktur & Reporter : Ken Girsang