jpnn.com, JAKARTA - Ahli kriminologi Muhamad Mustofa menyebut insiden penembakan yang menewaskan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat (8/7), merupakan pembunuhan berencana.
Hal itu diungkap Mustofa saat dihadirkan sebagai saksi ahli untuk Ferdy Sambo Cs dalam sidang lanjutan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J di PN Jaksel, Senin (19/12).
BACA JUGA: Kriminolog Soroti Pemberian Vaksin Covid-19 kepada Para Koruptor di KPK
Menurut Mustofa, insiden itu jelas merupakan pembunuhan berencana bila mengacu pada kronologis sebagaimana dijelaskan dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Dalam dakwaan menjelaskan bahwa Ferdy Sambo terlebih dahulu meminta Bripka Ricky Rizal menembak Brigadir J, tetapi ditolak.
BACA JUGA: Puzzle Kasus Brigadir J Belum Lengkap, Kriminolog Sarankan Publik Bersabar
Lalu, Ferdy Sambo memerintahkan Bharada Richard Eliezer untuk menembak Brigadir J dan disanggupi ajudannya itu.
Adapun ihwal perencanaan pembunuhan itu di rumah Saguling, Jaksel yang merupakan kediaman pribadi Ferdy Sambo.
BACA JUGA: Polisi Boleh Langsung Tembak Mati atau Melumpuhkan Kaki Dulu? Begini Kata Kriminolog
"Berdasarkan kronologi yang diberikan oleh penyidik kepada saya, saya melihat di sana terjadi perencanaan," kata Mustofa di ruang sidang.
Di sisi lain, Mustofa juga menyinggung soal relasi atasan-bawahan antara Ferdy Sambo dan Richard Eliezer. Karena hal itu, kata dia, Richard Eliezer menyanggupi permintaan Ferdy Sambo menembak Brigadir J.
"Kemudian, mengapa Richard bersedia melakukan karena dalam institusi hubungan kerja itu dia paling bawah, Bhayangkara dua pangkat paling rendah sementara yang memerintahkan amat sangat tinggi," tutur Mustofa.
Mustofa juga mengatakan di antara ajudan pun bisa jadi Bharada Richard Eliezer paling junior, sehingga kecil kemungkinan menolak perintah Ferdy Sambo.
"Barangkali di antara ajudan maupun pembantu rumah tangga di sana, dia (Richard, red) paling junior, sehingga kemungkinan melakukan penolakan menjadi lebih kecil apalagi dia masih baru menjadi anggota polisi, takut kehilangan pekerjaan," kata Mustofa.
Mustofa mengatakan dalam perencanaan ada aktor intelektual yang paling berperan dalam mengatur pembunuhan.
"Dia akan melakukan pembagian kerja, membuat skenario apa yang harus dilakukan oleh siapa mulai dari eksekusi sampai tindak lanjut setelah itu agar peristiwa tidak terlihat, terindetifikasi sebagai suatu pembunuhan berencana. Itu perencanaan tadi kelihatan sekali di dalam kronologi," kata Mustofa.
Mustofa juga menyebut Putri Candrawathi bisa jadi berperan sebagai aktor intelektual dalam peristiwa pembunuhan berencana itu.
Pasalnya, kedudukan Putri Candrawathi juga majikan dari para terdakwa yang lain.
"Sementara yang lain-lain diikutsertakan itu bawahan, sehingga kemungkinan untuk menolak menjadi lebih kecil apalagi barangkali kerja lama hubungan emosional sudah lebih terbangun, sehingga lebih mendorong untuk melakukan," tutur Mustofa.
JPU mendakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada Richard, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Ferdy Sambo Cs dijerat Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. Mereka terancam hukuman mati. (cr3/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama