jpnn.com, JAKARTA - Pengamat isu strategis dan politik internasional Prof Imron Cotan mengatakan bahwa krisis BBM saat ini perlu dimanfaatkan untuk melakukan migrasi ke energi baru dan terbarukan (EBT), sehingga Indonesia terbebas dari energi fosil.
Dengan demikian, Imron menuturkan, akan terjadi pengurangan beban konsumsi BBM fosil yang berimbas pada berkurangnya tekanan terhadap APBN.
BACA JUGA: Kenaikan Harga BBM Tak Bisa Dihindari, Pengalihan Subsidi Penting Tepat Sasaran
“Jadi keinginan pemerintah merealisasikan kendaraan bahan bakar listrik atau energi lain memang patut didukung. Akhirnya nanti APBN memang semata-mata berfungsi sebagai alat menyejahterakan masyarakat karena tidak lagi terbebani oleh pemborosan subsidi,” ucap Imron dalam webinar yang digelar Moya Institute bertajuk "Langkah Penyelamatan APBN: Perlu atau Tidak", Jumat (23/9).
Pembicara lainnya, Direktur Eksektif SMRC Sirojudin Abbas menjelaskan bahwa perang Rusia-Ukraina memang diakui menjadi penyebab utama terganggunya rantai pasok makanan, pupuk, dan energi dunia.
BACA JUGA: Viral Pertalite Lebih Boros Setelah Kenaikkan Harga BBM, Begini Faktanya
Kendati demikian, beber Sirojudin, publik amat yakin pemerintah dapat menjaga perputaran roda ekonomi rakyat.
Ekonom INDEF Berly Martawardaya menyambut positif program bansos di tengah lonjakan harga minyak dunia yang meleset dari prediksi pemerintah. Pasalnya, pemerintah harus menjaga ketahanan ekonomi masyarakatnya setidaknya enam bulan ke depan.
BACA JUGA: Kebijakan Pembatasan Mempertegas BBM Subsidi Bukan untuk Orang Kaya
Eks Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dalam paparannya mengungkapkan bahwa tahun 2022 belanja sosial khusus disalurkan melalui Kementerian Sosial, karena terjadinya peralihan dari subsidi produk ke bansos langsung.
“Subsidi itu bukan bagian belanja Kementerian/Lembaga (K/L), tapi kalau belanja sosial memang harus diletakkan di K/L yang dalam hal ini yang mengurusi masalah-masalah sosial, yaitu Kemensos. APBN jadi lebih sehat kalau tidak terlalu tergantung pada subsidi harga komoditas. Kelemahan subsidi komoditas adalah tidak adanya kepastian harga di pasar global,” imbuh Bambang.
Kemudian politikus reformasi Fahri Hamzah mengimbau sebaiknya ke depan mulai serius dibenahi pola komunikasi publik dan kebijakan pemerintah, sehingga menghilangkan distorsi informasi termasuk terkait dengan penyelamatan APBN.
Distorsi tersebut telah membuka peluang bagi kelompok kepentingan untuk mengeksploitasinya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Moya Institut Heri Sucipto menyampaikan bahwa di tengah ketidakpastian ekonomi global, konsumsi publik harus terus terjaga.
Program bantalan sosial yang dilancarkan pemerintah akhir-akhir ini diharapkan dapat memastikan tujuan tersebut tercapai. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif