JAKARTA - Suplai daging segar yang mulai menipis lantaran dipangkasnya kuota impor daging, mulai berakibat pada gejala krisis daging premium di pasar ritel. Permintaan yang tak sebanding dengan suplai mengakibatkan rerata lonjakan harga daging mencapai 30 persen. Dikhawatirkan, krisis daging ini bakal berlangsung hingga momentum Lebaran, dan bakal memicu peningkatan harga yang semakin tak terkendali.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo) Satria Hamid mengatakan jika Pemerintah tidak sigap untuk mengambil langkah kebijakan atas gejala ini, maka pihaknya memproyeksi pada momen Lebaran, harga daging di pasar ritel bisa melonjak hingga Rp 200 ribu per kilonya. Hingga Selasa (5/6) saja, rerata harga daging telah menyentuh angka Rp 100 ribu per kilonya.
Dia mencontohkan, jenis daging di riteler yang telah terimbas kenaikan harga seperti daging rendang special yang mencapai Rp 94 ribu per kilo. Sedangkan untuk daging topside dibanderol Rp"108 ribu per kilo. Sementara untuk daging inside kini dihargai Rp 99.900 per kilo.
Begitu pula untuk daging sengkel dan daging gandik yang harganya juga naik masing masing menjadi Rp 79.500 dan Rp 124.500 per kilonya. "Pada musim Lebaran, konsumsi daging itu bisa meningkat sampai 50 persen dibandingkan bulan-bulan biasa. Jadi kalau daging tetap krisis, maka bisa jadi harga daging tembus Rp 200 ribu per kilonya," ungkap Satria usai menggelar aksi damai di Kementerian Pertanian kemarin (5/6)."
Pria yang juga menjadi Head of Corporate Communication PT Carrefour Indonesia ini memaparkan, kebutuhan untuk riteler penyedia daging segar di dua jenis ritel yakni Hypermarket dan Supermarket mencapai 12.700 ton per tahun. Dengan rincian kebutuhan hypermarket mencapai 6.200 ton setahun, sedangkan untuk supermarket sebesar 6.500 ton per tahun. Sementara tahun ini, suplai diprediksi merosot hingga hanya sebesar 10.033 ton.
Suplai daging segar di riteler telah menurun drastis sampai 21 persen. Padahal, meski kondisi suplai sebelumnya kurang dari kebutuhan, mungkin angkanya 5-10 persen saja. Saat ini merupakan kondisi paling buruk sejak tiga hingga lima tahun terakhir.
Satria menerangkan bahwa kekurangan suplai daging impor premium ini juga tak mampu ditutup oleh produksi daging di dalam negeri. Menurutnya, meski data resmi Pemerintah mengatakan jumlah populasi sapi tercatat surplus dibandingkan jumlah permintaan.
Satria mengaku kesulitan sekali untuk mencari substitusi daging impor dengan menggunakan daging lokal. "Sapi di RPH (rumah potong hewan) juga minim. Jadi tak mampu menyuplai kebutuhan kita. Kalaupun ada, sejauh ini yang memenuhi standar seperti kualitas dan higienitassnya kurang," tandasnya.
Seperti telah diwartakan sebelumnya, pasokan daging impor sebenarnya sudah mengalami kesulitan sejak awal tahun, lantaran Pemerintah mengoreksi kuota impor daging. Kuota impor daging sepanjang 2012 yang sebelumnya di kisaran 80 ribu ton, namun dipangkas oleh Pemerintah menjadi 34 ribu ton setahun. (gal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perumahan PNS Dapat Kucuran Bantuan
Redaktur : Tim Redaksi