jpnn.com, KOTABARU - Wartawan Kemajuan Rakyat (KR) bernama Muhammad Yusuf, meninggal di Lapas Kotabaru, Kalimantan Selatan, Minggu (10/6).
Dia ditahan atas pemuatan 23 tulisannya yang dinilai negatif oleh perusahaan sawit PT Multi Sarana Agro Mandiri (MSAM). Sesuai visum diketahui tidak ada tanda-tanda kekerasan di tubuh Yusuf.
BACA JUGA: SMSI Desak Polri Seriusi Kasus Kematian Wartawan di Kalsel
Kasatreskrim Polres Kotabaru AKP Surya Miftah mengatakan, Yusuf meninggal saat berada di ruang tahanan di Lapas Kotabaru pada Minggu sekitar pukul 14.00. Dia awalnya mengeluh sesak napas dan nyeri di bagian dada. ”Oleh petugas lapas langsung diantar ke RSUD Kotabaru,” terangnya dihubungi Jawa Pos, Senin (11/6).
Namun, sekitar pukul 14.30, staf RSUD menyatakan bahwa Yusuf telah meninggal. Dia mengatakan, sesuai visum tidak terdapat tanda-tanda kekerasan di tubuh Yusuf. ”Itu hasilnya,” paparnya. Dia diduga terkena serangan jantung.
Polres Kotabaru sebelumnya menjerat Yusuf menggunakan UU Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dia menulis sebanyak 23 berita yang dinilai oleh Dewan Pers dengan empat poin.
Yakni, tidak memenuhi standar etik jurnalistik, mengandung opini menghakimi, tidak menyurakan kepentingan umum, dan penyelesaian bisa menggunakan aturan di luar UU Pers. ”Kami berdasarkan dari Dewan Pers,” jelasnya.
Polisi berkonsultasi dengan Dewan Pers karena memiliki memorandum of understanding (MoU) dalam penanganan kasus pers. ''Termasuk soal pemberitaan, apakah bisa (masuk) pidana atau bukan. Dalam kasus ini Dewan Pers melalui ahlinya mengategorikan ini bisa ditempuh pidana,” jelasnya.
Dalam pernyataan tertulis, Dewan Pers menyebutkan tidak pernah mendapatkan pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan. Namun, baru terlibat dalam kasus tersebut setelah Polres Kotabaru meminta keterangan ahli dari Dewan Pers, yakni Sabam Leo Batubara.
Setelah memeriksa 23 berita yang ditulis Yusuf, Sabam menyimpulkan empat poin sebagaimana kesimpulan Dewan Pers tersebut. Poin terakhir yang akhirnya membuat polisi menjeratnya dengan UU ITE, yakni pihak yang dirugikan dapat menempuh jalu hukum dengan uu selain UU Pers.
Wakil Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Hendry Ch Bangun mengatakan, total berita yang ditulis Yusuf secara beruntun sebanyak 23 kali. ”Dua berita pertama Dewan Pers menyimpulkan merupakan wilayah pers, hak jawab dan sebagainya,” jelasnya.
Untuk 21 berita lainnya, lanjut dia, Dewan Pers menganggap penyelesaiannya bisa ditempuh menggunakan aturan di luar selain UU Pers. ”Tulisan ini bukan untuk kepentingan umum, namun untuk sekelompok (orang) saja,” tuturnya.
Mengapa 23 berita ini tidak diwajibkan untuk mendapat 23 berita hak jawab dan hak klarifikasi? Dia menuturkan, Dewan Pers sebenarnya bekerja setelah mendapat laporan masyarakat. Namun, pihak yang dirugikan oleh pemberitaan (PT MSAMN) tidak mengadukannya. Selain itu, media yang menaungi Yusuf juga tidak mengadu kalau wartawannya dipidana. ”Kami terlibat saat sudah berkas acara pemeriksaan,” jelasnya.
Dia menduga Yusuf dijerat menggunakan UU ITE karena memasukkan sebagian tulisannya ke media sosial. Artinya, bukan akibat berita online yang ditulisnya. ”Itu dimasukkan medsos pribadi juga,” terangnya dihubungi Jawa Pos kemarin.
Sementara itu, Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) dalam pernyataan sikapnya meminta Polri untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Kekerasan tidak bsia dibenarkan terjadi kepada siapapun, termasuk wartawan. (idr/agm)
Kronologis Kasus Wartawan meninggal
28 Maret
Kapolres Kotabaru AKBP Suharto meminta keterangan ahli Dewan Pers. Dilanjutkan dengan kedatangan penyidik ke Dewan Pers dengan meminta keterangan ahli Sabam Leo Batubara.
28 Mei
Setelah ditahan M. Yusuf dipindahkan dari rutan Polres Kotabaru ke Lapas Kotabaru
11 Juni
14.00
M. Yusuf mengeluh sesak nafas dan sakit dibagian dada. Dia juga mengalami muntah-muntah.
14.30
Dia dibawa ke RSUD Kotabaru, namun tidak berapa lama dinyatakan meninggal dunia. Hasil visum menyebutkan tidak ada tanda-tanda kekerasan.
Redaktur : Tim Redaksi