JAKARTA - Sebelum konsep surat perintah penyidikan dibuat, Deputi Penindakan Warih Sadono dan Direktur Penyeliikan Arry Widiatmoko menghadap Ketua KPK Abraham Samad.
Keduanya menghadap untuk menyampaikan informasi bahwa telah dilakukan ekspose oleh tim kecil penindakan kasus Anas Urbaningrum. Selain itu, juga disampaikan bahwa telah disepakati kasus tersebut telah memenuhi syarat untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan.
Hal itu diungkapkan Anggota Komite Etik KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, dalam sidang terbuka Komite Etik soal sprindik bocor, Rabu (3/4).
Menurut Tumpak, pada saat menghadap itu, Deputi Peninakan menanyakan ke Samad apakah hasil ekspose tim kecil penindakan tersebut perlu disampaikan kepada masing-masing pimpinan.
Samad, terang Tumpak, saat itu menjawab bahwa dirinya akan langsung menyampaikan kepada pimpinan lain. "Bahwa benar Terperiksa I Abraham tidak pernah menyampaikan kepada pimpinan yang lain mengenai hasil ekspose tim kecil kedeputian penindakan tersebut," jelasnya.
Selain itu, dia menyatakan bahwa dokumen sprindik telah ditandatangani oleh Abraham dan diparaf atau disetujui dalam lembar disposisi pimpinan oleh Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja.
Masih menurut Komite Etik, Abraham saat menandatangani dokumen sprindik itu tidak berusahaa terlebih dahulu mengkonfirmasi atau menanyakan kepada Busyro Muqaddas dan Bambang Widjojano yang kebetulan tidak berada di Jakarta.
"Sebagaimana yang dijanjikan kepada Deputi Penindakan dan Direktur Penyelidikan," ujarnya. "Bahwa benar sprindik masih dalam proses, belum diberi nomor, tanggal dan stempel KPK dan belum diumumkan," tambah Tumpak.
Kemudian, dia membenarkan pada Kamis malam 7 Februari 2013 sudah ada informasi di media tentang penetapan Anas sebagai tersangka. "Dengan penulis Tri Suharman dan Rudy Polycarpus," tegas Tumpak.
Ia melanjutkan, setelah ada pemberitaan tentang terjadinya kebocoran sprindik sejak Jumat (8/2) hingga keberangkatanya ke New Zealand, Minggu (10/3), Samad tidak berusaha mengumpulkan Pimpinan KPK dan jajaran struktural KPK lainnya untuk merespon dan mengambil langkah-langkah tertentu.
Kemudian pada 8 Februari, Tumpak menerangkan, Adnan Pandu Praja atau terperiksa II, mencabut paraf persetujuan atas sprindik yang pada 7 Februari telah disetujuinya.
Ia menyatakan, pada 13 Februari, Adnan memberikan keterangan di media tentang pencabutan parafnya atas persetujuan sprindik beserta alasanya. "Bahwa belum dilakukan ekspose kepada pimpinan," ujarnya. Ia menambahkan, Adnan juga menyampaikan pendapat bahwa kasus penerimaan mobil Harrier oleh Anas Urbaningrum yang harganya kurang dari Rp 1 miliar bukan level KPK.
Seperti diberitakan sebelumnya, Komite Etik KPK menyatakan, pembocor konsep sprindik Anas Urbaningrum sebagai tersangka dalam kasus Hambalang adalah Wiwin Suwandi yang merupakan sekretaris Ketua KPK Abraham Samad. Pada 7 Februari lalu dia telah menyalin konsep sprindik itu dan diberikan kepada dua wartawan yang biasa ngepos di KPK. (boy/mas/jpnn)
Keduanya menghadap untuk menyampaikan informasi bahwa telah dilakukan ekspose oleh tim kecil penindakan kasus Anas Urbaningrum. Selain itu, juga disampaikan bahwa telah disepakati kasus tersebut telah memenuhi syarat untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan.
Hal itu diungkapkan Anggota Komite Etik KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, dalam sidang terbuka Komite Etik soal sprindik bocor, Rabu (3/4).
Menurut Tumpak, pada saat menghadap itu, Deputi Peninakan menanyakan ke Samad apakah hasil ekspose tim kecil penindakan tersebut perlu disampaikan kepada masing-masing pimpinan.
Samad, terang Tumpak, saat itu menjawab bahwa dirinya akan langsung menyampaikan kepada pimpinan lain. "Bahwa benar Terperiksa I Abraham tidak pernah menyampaikan kepada pimpinan yang lain mengenai hasil ekspose tim kecil kedeputian penindakan tersebut," jelasnya.
Selain itu, dia menyatakan bahwa dokumen sprindik telah ditandatangani oleh Abraham dan diparaf atau disetujui dalam lembar disposisi pimpinan oleh Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja.
Masih menurut Komite Etik, Abraham saat menandatangani dokumen sprindik itu tidak berusahaa terlebih dahulu mengkonfirmasi atau menanyakan kepada Busyro Muqaddas dan Bambang Widjojano yang kebetulan tidak berada di Jakarta.
"Sebagaimana yang dijanjikan kepada Deputi Penindakan dan Direktur Penyelidikan," ujarnya. "Bahwa benar sprindik masih dalam proses, belum diberi nomor, tanggal dan stempel KPK dan belum diumumkan," tambah Tumpak.
Kemudian, dia membenarkan pada Kamis malam 7 Februari 2013 sudah ada informasi di media tentang penetapan Anas sebagai tersangka. "Dengan penulis Tri Suharman dan Rudy Polycarpus," tegas Tumpak.
Ia melanjutkan, setelah ada pemberitaan tentang terjadinya kebocoran sprindik sejak Jumat (8/2) hingga keberangkatanya ke New Zealand, Minggu (10/3), Samad tidak berusaha mengumpulkan Pimpinan KPK dan jajaran struktural KPK lainnya untuk merespon dan mengambil langkah-langkah tertentu.
Kemudian pada 8 Februari, Tumpak menerangkan, Adnan Pandu Praja atau terperiksa II, mencabut paraf persetujuan atas sprindik yang pada 7 Februari telah disetujuinya.
Ia menyatakan, pada 13 Februari, Adnan memberikan keterangan di media tentang pencabutan parafnya atas persetujuan sprindik beserta alasanya. "Bahwa belum dilakukan ekspose kepada pimpinan," ujarnya. Ia menambahkan, Adnan juga menyampaikan pendapat bahwa kasus penerimaan mobil Harrier oleh Anas Urbaningrum yang harganya kurang dari Rp 1 miliar bukan level KPK.
Seperti diberitakan sebelumnya, Komite Etik KPK menyatakan, pembocor konsep sprindik Anas Urbaningrum sebagai tersangka dalam kasus Hambalang adalah Wiwin Suwandi yang merupakan sekretaris Ketua KPK Abraham Samad. Pada 7 Februari lalu dia telah menyalin konsep sprindik itu dan diberikan kepada dua wartawan yang biasa ngepos di KPK. (boy/mas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tiga Kampung di Papua Barat Didera Kelaparan
Redaktur : Tim Redaksi