jpnn.com, JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan dianggap dapat membebani masyarakat Indonesia di tengah pandemi virus Corona ini.
Pasalnya, banyak masyarakat Indonesia telah kehilangan pekerjaan dan tidak memiliki penghasilan.
“Saat ini banyak masyarakat yang kehilangan mata pencaharian. Negara seharusnya berkewajiban untuk melindungi kesehatan seluruh rakyat Indonesia. Bukan malah membebani rakyat dengan menaikkan iuran,” ungkap Said dalam keterangan tertulisnya, Kamis (14/5).
Dengan adanya kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Said mengaku akan ada potensi hak rakyat untuk memperoleh layanan kesehatah akan terganggu.
"Karena kenaikan itu memberatkan masyarakat, sehingga mereka tidak lagi memiliki kemampuan untuk mengiur,” paparnya.
Presiden Jokowi kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan, yang mulai berlaku pada 1 Juli 2020.
Keputusan itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Dalam Pasal 34 disebutkan bahwa besaran iuran untuk peserta pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja (PBPU dan BP) kelas I sebesar Rp 150 ribu per orang per bulan dibayar oleh peserta atau pihak lain atas nama peserta.
Sementara, iuran kelas II sebesar Rp 100 ribu per orang per bulan dibayar oleh peserta PBPU dan peserta BP atau pihak lain atas nama peserta.
Kemudian, iuran kelas III tetap pada Rp 25.500 per orang per bulan dibayar peserta PBPU dan BP atau pihak lain atas nama peserta.
Namun, iuran itu akan naik pada 2021 menjadi Rp 35 ribu yang di dalamnya akan disubsidi pemerintah sebesar Rp 7 ribu.(mg9/jpnn)
BACA JUGA: Pertanyaan Rakyat Setelah Iuran BPJS Kesehatan Naik, Iki Karepe Piye Pak Jokowi?
Redaktur & Reporter : Dedi Sofian