KSPI Sarankan Program KRIS Sebaiknya Ditunda Hingga Pemerintah Siap

Senin, 10 Juni 2024 – 16:58 WIB
Presiden KSPI Said Iqbal di sela diskusi yang bertajuk Kelas Rawat Inap Standar, Mungkinkah? di Antara Heritage Center, Jakarta, Senin (10/6). Foto: Kenny Kurnia Putra/jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyarankan agar program pemerintah bertajuk Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), ditunda pemberlakuannya hingga pemerintah siap. 

Said Iqbal menjelaskan semangat KRIS untuk memastikan pelayanan yang sama kepada masyarakat itu baik. 

BACA JUGA: KSPI Demo UMP Jakarta, Transjakarta Alihkan Sejumlah Rute Bus

Di mana, semua lapisan masyarakat, kaya atau miskin mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama dalam bentuk program kamar rawat inap standar.

“Yang menjadi persoalan adalah bagaimana memastikan tidak terjadi kenaikan iuran di kelas menengah ke bawah. Termasuk para buruh, petani, nelayan, hingga pegawai jangan sampai mengalami kenaikan iuran akibat adanya program Kris,” kata Said Iqbal di sela diskusi yang bertajuk Kelas Rawat Inap Standar, Mungkinkah? di Antara Heritage Center, Jakarta, Senin (10/6).

BACA JUGA: Penerapan Sistem KRIS BPJS Demi Prinsip Kesamaan dan Keadilan bagi Masyarakat

Presiden Partai Buruh itu memerinci iuran peserta BPJS Kelas 3 saat ini sebesar Rp 35.000 setelah mendapatkan subsidi dari pemerintah sebesar Rp 7.000.

Sementara itu, Kelas 1 sebesar Rp 150 ribu, dan Kelas 2 di angka Rp 100 ribu.

BACA JUGA: DPR Minta Penjelasan Lengkap soal Pembiayaan BPJS Kesehatan Sistem KRIS

Dia berharap ketika KRIS diterapkan jangan sampai terjadi peningkatan iuran untuk Kelas 3 dan menurunkan iuran untuk Kelas 1 dan 2.

Menurutnya, jika itu terjadi, dipastikan program KRIS akan menjadi gejolak di masyarakat seperti halnya program Tapera yang menuai penolakan publik.

“Kelas 3 tidak boleh ada kenaikan iuran. Kalau terjadi kenaikan, pasti ada penolakan dan gerakan,” tegasnya.

Dia juga menyebutkan konsistensi pelayanan kesehatan di rumah sakit, khususnya rumah sakit swasta diperlukan untuk menjalakan program tersebut.

Misalnya, saat ini ruangan rawat inap program BPJS melayani 6-8 tempat tidur. Nah, jika program ini mewajibkan hanya 4 pasien maka berkurang pendapatan rumah sakit swasta melalui 2 pasien.

“Jangan kemudian, pelayanan menjadi asal-asalan, itu harus dipastikan. Jangan terjadi penurunan kualitas pelayanan rumah sakit,” tambahnya.

Presiden Partai Buruh itu menyarankan agar pelayanan kesehatan tetap maksimal, sebaiknya pemerintah menunda program KRIS.

“Kira-kira kapan, ya mungkin 5-7 tahun lah bukan 2025. Lebih baik begini ajalah, supaya iuran tidak naik. Kecuali, pelayanannya naik semua untuk kelas 3,” sebutnya.

Sementara itu, Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan (PKR Kemenkes) Yuliastuti Saripawan di acara diskusi tersebut optimistis pihaknya bisa menjalankan program KRIS sesuai jadwal.

“Saya setuju dengan pelayanan tanpa diskriminasi atau tanpa kelas,” ujar Yuliastuti.

Menurutnya, itu adalah program yang sudah melalui evaluasi panjang termasuk kesiapan dengan rumah sakit swasta. 

"Program ini seharusnya dilakukan pada 2023, tetapi diundur dua tahun dengan berbagai persiapan menyeluruh," lanjutnya.

Diskusi mengangkat tiga isu penting yang mendapatkan perhatian masyarakat. Pertama, tentang Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), dan Upah Kuliah Tunggal (UKT).

Acara yang dimoderatori oleh Syarifah Soraya Said menghadirkan Deputi Direksi Kebijakan Penjamin Manfaat BPJS Kesehatan, Ari Dwi Aryani, Praktisi Kesehatan Hasbullah Tabrani, Presiden Federasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPI) Riden Hatam Aziz, dan Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional, Agus Suprapto sebagai pembicara. (mcr8/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Peringati Hari Paskah untuk Umat Kristiani


Redaktur : M. Rasyid Ridha
Reporter : Kenny Kurnia Putra

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler