jpnn.com, JAKARTA - Kelompok Komisioner Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI)-Perjuangan melaporkan adanya dugaan mal-administrasi terkait penerbitan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 69/M/2024 oleh Kementerian Sekretaris Negara (Kemensesneg) kepada Ombudsman Republik Indonesia.
Laporan ini diajukan dengan alasan adanya indikasi pelanggaran asas keterbukaan dan kurangnya transparansi dalam proses penerbitan Kepres tersebut.
BACA JUGA: Kemenkes Diminta Tuntaskan Masalah Pemberhentian Anggota KTKI
Rahmaniwati, komisioner KTKI sekaligus pensiunan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), mengungkapkan bahwa penggunaan surat Kemenkes tertanggal 30 September 2024, sebagai dasar penerbitan Kepres dianggap bermasalah.
Dia menyoroti bahwa nama-nama calon anggota Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) yang lulus seleksi tidak pernah diumumkan secara publik.
BACA JUGA: KTKI Korban PHK Massal Mengadu ke Ombusdman, Minta Audiensi pada Puan Maharani & Komisi 9
“Asas keterbukaan penting, sehingga masyarakat berhak mengetahui proses dan nama-nama yang terpilih,” jelas Rahmaniwati, dalam keterangannya, Selasa (5/11).
Komisioner KTKI lainnya, Tri Moedji Hartiningsih, mempertanyakan legalitas surat Kemenkes yang dijadikan landasan Kepres. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 12 Tahun 2024, Menteri Kesehatan seharusnya mengusulkan calon pimpinan dua kali jumlah kebutuhan pimpinan KKI.
BACA JUGA: Ketua KTKI: Dunia Digital Menggiurkan, Risikonya Banyak, Nakes Harus SiapÂ
"Proses yang kurang transparan ini menimbulkan pertanyaan tentang ketepatan prosedur oleh Kemensesneg dalam penerbitan Kepres," kata Tri Moedji.
Akhsin Munawar, komisioner lain yang hadir dari Jambi, menyebutkan bahwa terdapat tiga pimpinan KKI dari unsur pemerintah yang usianya telah melebihi batas Pegawai Negeri Sipil (PNS). Penunjukan Ketua KKI yang sudah pensiun per 1 Oktober 2024 menjadi sorotan utama.
"Penunjukan ini perlu ditelaah lebih jauh, karena tidak sesuai dengan ketentuan unsur pemerintah," ungkap Akhsin.
Muhammad Jufri Sade, komisioner KTKI lainnya, menambahkan bahwa pengangkatan ketua dari unsur pemerintah yang sudah pensiun melanggar ketentuan Peraturan Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 3 Tahun 2020 tentang pemberhentian PNS.
“Ini contoh mal-administrasi serius karena ketua yang diangkat sudah pensiun,” tegas Jufri.
Dia juga mengingatkan bahwa dua komisioner lain dari unsur pemerintah akan memasuki usia pensiun dalam masa jabatan empat tahun KKI.
Acep Effendi, komisioner KTKI lainnya, menilai bahwa diperlukan prosedur Pergantian Antar Waktu (PAW) bagi anggota KKI yang memasuki usia pensiun.
“Secara etika, anggota yang mencapai usia pensiun selama masa jabatan seharusnya mengundurkan diri demi menjaga representasi unsur pemerintah yang aktif,” jelas Acep.
PAW penting untuk menjamin kesinambungan dan ketepatan perwakilan di KKI. Dugaan lain yang diangkat adalah adanya rangkap jabatan oleh pimpinan KKI. Ismail, komisioner KTKI, menyoroti bahwa dua pimpinan KKI masih menjabat posisi lain di instansi kesehatan.
“Pejabat KKI seharusnya fokus pada tugas mereka dan tidak rangkap jabatan, karena ini penting untuk menjaga profesionalisme dan kredibilitas,” kata Ismail. (jlo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh