Kuasa Hukum Khofifah Dinilai Aneh

Sabtu, 01 Februari 2014 – 06:53 WIB

jpnn.com - JAKARTA -- Kuasa hukum pasangan Karsa Trimulja D. Soerjadi menegaskan bahwa rencana Otto untuk meminta mendagri menangguhkan pelantikan Karsa terbilang aneh. Menurutnya, Otto tidak memiliki landasan hukum yang kuat untuk melakukan hal tersebut.

"Apa dasar hukumnya" Penangguhan itu untuk menunggu apa" Tujuannya apa?" cecar Trimulja kemarin.

BACA JUGA: Beras Ilegal Diduga Ulah Tiga Importir

Dia menjelaskan bahwa putusan MK tetap bersifat final dan mengikat. "Putusannya tetap berlaku, meski andaikan hakimnya dihukum. Tapi putusannya tetap sah dan berlaku," ujarnya.

Selain itu, dia juga menyesalkan kesaksian dari Akil soal putusan hakim konstitusi yang seharusnya memenangkan pasangan Berkah.

BACA JUGA: Khofifah Minta Pelantikan KarSa Ditunda

"Itu ucapan bodoh dari seseorang yang pernah menjadi pengacara. Sudah dijelaskan oleh MK sendiri kalau RPH baru dilaksanakan pada 3 Oktober 2013, setelah dia ditangkap KPK. Bagaimana mungkin sudah memutus sebelum itu?" tandasnya.

Di bagian lain, mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie mempertanyakan pernyataan Akil Mochtar terkait dengan kemenangan Khofifah Indar Parawansa dalam sengketa Pilgub Jatim. Sebab Akil menyebutnya posisi dalam panel 2 berbanding 1.

BACA JUGA: Marzuki: Biar Gita Fokus di Konvensi

"Saya heran, sebagai orang yang pernah menjadi ketua MK, menganggap keputusan dibuat bertiga," kata Jimly saat bersilaturahmi dengan tokoh ICMI di kediaman B.J Habibie, kemarin.

Menurut Jimly, keputusan harus diambil dalam rapat pleno dan dihadiri minimal oleh tujuh orang hakim. Jimly menjelaskan, hasil dalam panel akan dibawa dalam rapat pleno dan belum merupakan keputusan kesimpulan.

Sehingga, tidak pernah sebuah keputusan diambil atas dasar atau dari tiga orang yang melakukan rapat panel saja. "Panel itu alat memeriksa dan tidak mempunyai sikap untuk memutuskan. Belum bisa memberi keputusan," terangnya.

Nah, keputusan itu nantinya diambil dalam pleno yang diikuti majelis hakim konstitusi dengan dihadiri minimal tujuh orang. "Di situ masih bisa berubah, ada perdebatan," kata ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) itu.

Karena itu, Jimly berpandangan bahwa pernyataan Akil tentang posisi 2:1 itu sebagai pendapat pribadi, bukan keputusan Mahkamah Konstitusi. (dod/fal/agm)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mundur dari Mendag, Gita Dianggap tak Pantas Jadi Presiden


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler