jpnn.com - JAKARTA - Perkara kepailitan PT Meranti Maritime dan Henry Djuhari selaku pemilik perusahaan perkapalan tersebut masih berlanjut hingga saat ini. Bahkan kasusnya kini bergelinding ke Komisi III DPR RI atas laporan Henry.
Namun sayangnya, perkara kepailitan tersebut justru berkembang di DPR terjadi karena adanya isu dugaan persengkongkolan antara kurator Meranti Maritime yakni Allova Mengko dan Dudi Pramedi dengan Maybank Indonesia selaku kreditur yang memberikan pinjaman hutang kepada PT Meranti Maritime.
BACA JUGA: Pelindo III Datangkan 3 Unit STS Crane
Salah satu kuasa hukum kurator Meranti Maritime, Mahendradatta menjelaskan bahwa isu persengkongkolan tersebut sangat tendensius serta memutar balikan fakta atas proses dan putusan pailit yang telah dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada pengadilan negeri Jakarta Pusat.
"Isu persengkongkolan sangat tendensius serta memutar balikan fakta atas putusan majelis hakim Pengadilan Niaga," tegas Mahendradatta di Jakarta, Selasa (20/12).
BACA JUGA: Sinar Mas Land Hadirkan QBig di BSD City
Mahendradatta menjelaskan, proses putusan pailit yang dijatuhkan oleh Majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat terjadi karena PT Meranti Maritime mengalami kesulitan pembayaran kewajiban kreditnya kepada Maybank Indonesia, hingga berstatus kredit Macet.
Karena tidak mampu membayar utangnya, ia menjelaskan, Meranti Maritime dan Henry Djuhari sebagai pemilik mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) secara sukarela ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan melampirkan proposal perdamaian untuk disetujui oleh para kreditur.
BACA JUGA: Wika Garap Proyek Revitalisasi Rp 552 Miliar di Kaltim
"Bahkan selama proses PKPU, PT Meranti Maritime dan Henry telah diberikan kesempatan untuk melakukan perbaikan atas proposal perdamaian. Dan PKPU telah diperpanjang hingga tujuh kali untuk membahas usulan perbaikan proposal perdamaian tersebut hingga batas waktu yang diatur oleh Undang-Undang, yaitu 270 hari," tutur Mahendradatta.
Namun, hasil pemungutan suara dari para kreditur atas proposal perdamaian yang dilakukan pada hari ke 270 tidak mencapai kuorum atau tidak memenuhi ketentuan pasal 281 ayat 1 UUK-PKPU. "Sehingga demi hukum PT Meranti Maritime dan Henry Djuhari dinyatakan pailit," jelasnya.
Untuk mengurus harta Henry dan Meranti Maritime yang jatuh pailit tersebut, maka Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menunjuk Allova Mengko dan Dudi Pramedi sebagai kurator.
"Sesuai hukum yang berlaku, kurator ditugaskan untuk menangani aset PT. Meranti Maritime dan Henry Djuhari yang telah disetujui oleh hakim pengawas dan tugasnya adalah mengelola dan mengurus harta pailit tersebut," paparnya.
Dalam proses pailit, seluruh aset atas nama Meranti Maritime dan Henry berada dalam status sita umum. Hasil penjualan dari aset ini akan dibayarkan terlebih dahulu kepada negara (pajak) lalu ke masing-masing kreditur pemegang jaminan. "Jadi tidak ada itu kurator menyita aset PT PANN kemudian diberikan ke Maybank," tuturnya.
Dalam menjalankan tugasnya, kurator bertindak secara independen dan Maybank tidak pernah melakukan campur tangan. "Jadi kami tegaskan bahwa isu persengkongkolan sangat tendensius untuk mengkambing hitamkan kurator atas perkara kepailitan tersebut," tutup Mahendradatta. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pembangunan PLTU Tenayan Sudah 95 Persen
Redaktur : Tim Redaksi