jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum pidana, Chairul Huda menilai Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak profesional dalam memproses perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, dengan terdakwa Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal atau Bripka Ricky.
Diketahui, majelis hakim sempat menyebut terdakwa Kuat Maruf dan Ricky Rizal buta dan tuli saat menjadi saksi dalam sidang kasus pembunuhan berencana Brigadir J, dengan terdakwa Richard Elizier alias Bharada E (RE). Akhirnya, pengacara Kuat Maruf mengadukan hakim tersebut ke Komisi Yudisial (KY).
BACA JUGA: Sidang Pembunuhan Yosua Belum Tuntas, Kuat Maruf Berani Melawan, Melaporkan Hakim
“Hakimnya terbawa suasana, memunjukkan sikap yang tidak profesional,” kata Huda saat dihubungi wartawan pada Jumat (9/12).
Menurut dia, saksi atau terdakwa Kuat Maruf memiliki hak untuk mengadukan hakim tersebut ke Komisi Yudisial dalam bentuk tertulis. Selanjutnya, kata dia, Komisi Yudisial memiliki tugas untuk menindaklanjuti setiap laporan masyarakat.
BACA JUGA: Berapa Uang yang Dijanjikan Ferdy Sambo kepada Eliezer, Ricky, dan Kuat? Oalah
"Tugas KY memproses, bukan kewajiban,” ujarnya.
Sementara ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai laporan Kuat Maruf melalui kuasa hukumnya terhadap majelis hakim yang menangani perkara pembunuhan berencana Brigadir J ke Komisi Yudisial sudah benar.
BACA JUGA: Kuat Maruf Ungkap Kebohongannya, Hakim Wahyu Percaya Lantas Tertawa
Menurut dia, setiap orang atau pihak yang mempunyai bukti-bukti tentang pelanggaran yang dilakukan oleh hakim, baik dalam persidangan maupun di luar persidangan berhak melaporkan hakim ke KY.
“Karena, KY memang didirikan sebagai lembaga yang mengawasi perilaku hakim dan merekrut hakim agung. Karena itu, laporan tersebut sudah tepat terlepas dari dapat tidaknya dibuktikan laporannya,” jelas dia.
Maka dari itu, Fickar menyarankan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengganti majelis hakim yang menangani perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir J dengan terdakwa Ferdy Sambo dan kawan-kawan tersebut.
“Proses persidangan tetap berjalan, dan sebaiknya Ketua Pengadilan mengganti hakim tersebut untuk tidak menjadi ketua majelis. Jadi anggota saja. Soal hakim sudah melanggar etika atau belum, biar KY yang menafsirkan,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Kuasa hukum Kuat Maruf, Irwan Irawan melaporkan Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso ke Komisi Yudisial pada Rabu 7 Desember 2022, terkait pernyataannya kepada Kuat Maruf dan Bripka RR saat memberikan kesaksian dalam sidang terdakwa Bharada Richard Eliezer alias Bharada E dan Bripka Ricky Rizal alias RR.
Saat itu, Kuat tengah menjadi saksi yang dikonfrontir dengan dua terdakwa pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Irwan melaporkan hakim ketua Wahyu Iman Santoso lantaran adanya dugaan pelanggaran kode etik.
"Kaitannya dengan kode etik karena dalam beberapa persidangan pemeriksaan saksi banyak kalimat-kalimatnya ketua majelis yang sangat tendensius kami lihat," ujar Irwan saat dikonfirmasi pada Kamis (8/12).
Kemudian, Ia menjelaskan kalimat yang disebut sebagai kalimat tendensius itu berupa pernyataan hakim yang menyebutkan bahwa Kuat Maruf telah berbohong dalam memberikan keterangan.
"(Kalimat tendensius) Seperti disampaikan ke Kuat misalnya ketika diperiksa sebagai saksi disampaikan bahwa kamu konsisten berbohong, kemudian pada saat Kodir diperiksa ini setingan semua, hal-hal seperti ini kan sudah menyimpulkan, harus diuji dengan keterangan yang lain. Kesimpulan seperti itu menurut kami tidak pada tempatnya disampaikan majelis dalam pemeriksaan saksi," ujarnya.
Hakim Sebut Buta dan Tuli Ke Kuat Maruf
Kuat Maruf bersaksi di hadapan Majelis Hakim dengan terdakwa Bharada Richard Eliezer alias E dan Bripka Ricky Rizal alias RR di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (5/12).
Dalam persidangan tersebut, Kuat Ma'ruf diminta Majelis Hakim untuk menjelaskan terkait kronologi sebelum Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J ditembak hingga tewas.
Kemudian, Kuat mengatakan bahwa dirinya beserta tiga ajudan Ferdy Sambo itu disuruh masuk ke dalam rumah dinas Ferdy Sambo.
Setelah itu, Kuat mengatakan saat berada di dalam rumah itu, Sambo pun langsung memarahi Brigadir Yosua.
Majelis Hakim pun langsung meminta kepada Kuat untuk memperagakan saat Sambo memarahi Brigadir Yosua. "Setelah masuk saya lihat Yosua lagi dimarahin," ujar Kuat
"Dimarahin gimana? Coba ceritakan," minta Hakim ke Kuat.
"Waktu itu sudah ada bapak di bawah dan sudah ada Om Richard saat itu. Waktu itu, seinget saya dan sependengeran saya, bapak sempet mengatakan kepada Yosua, 'kamu kurang ajar sekali sama saya'," kata Kuat.
Namun, singkat cerita, Majelis Hakim pun bertanya dimana posisi berdiri Kuat saat berada di dalam rumah tersebut.
Kemudian, Kuat menjelaskan bahwa dirinya berdiri sejajar dengan Ricky Rizal alias RR.
Kuat menjelaskan bahwa pada saat itu Bharada E langsung disuruh Sambo untuk menembak Yosua.
Setelah itu, Hakim menegaskan kepada Kuat bahwa kapan Ferdy Sambo tembak Yosua.
"Sebentar, sebelum tembak tembok kapan dia (Ferdy Sambo) nembak Yosua?,” tanya hakim.
"Saya tidak melihat bapak menembak Yosua," jawab Kuat.
"Bahasa kamu sama dengan Ricky, ya kan. Saya tidak tahu, tidak dengar," tanya hakim dengan nada geram.
"Begini Yang Mulia, kalau posisi jatuhnya Yosua itu saya cuma lihat kakinya kalau dari tempat saya, karena kan di samping tangga," jawab Kuat.
"Saudara itu kan katanya tadi bilang berdiri sejajar," kata hakim.
"Iya tapi agak jauh sama Ricky," ucap Kuat.
Lantas, hakim masih tidak percaya atas pernyataan dari Kuat Maruf.
Sebab, saat RR memberikan kesaksian, dirinya telah memeragakan posisi berdiri saat dikumpulkan oleh Ferdy Sambo.
"Tadi sudah dipraktikkan sama saudara Richard. Berdirinya RE sama RR enggak jauh. Tapi karena kalian buta dan tuli, jadi saudara enggak dengar dan enggak liat, kan gitu yang saudara sampaikan," tegas hakim.
Namun demikian, Kuat masih berdalih bahwa yang berada di lokasi saat peristiwa adalah dirinya.
Maka dari itu, Kuat mengatakan bahwa dirinya tidak melihat Sambo ikut menembak Yosua.
"Tidak begitu Yang Mulia. Kalau Pak Sambo nembak, mungkin. Kan saya sudah ketutupan tinggal liat kakinya aja kalau dari tempat saya," pungkasnya.
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif