Kubu Eks Ketua BPPN Nilai KPK Lakukan Tindakan Inkonstitusional

Kamis, 16 Januari 2020 – 20:34 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengajukan Peninjauan Kembali (PK) putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor 1555K/PID.SUS-TPK/2019 inkonstitusiona.

Penilaian tersebut dilontarkan Kuasa Hukum mantan Ketua BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT), Hasbullah. Setidaknya ada 4 catatan terkait inkonstitusional KPK dalam pengajuan mengajukan PK.

BACA JUGA: Tuntutan terhadap Eks Kepala BPPN Ironis dan Mengejutkan

Pertama, KPK tetap menyatakan bahwa SAT merupakan terdakawa. Padahal dalam putusan MA telah dijelaskan bahwa perbuatan SAT bukan merupakan tindak pidana. Pernyataan terdakawa terhadap SAT membuktikan KPK tidak menghormati putusan MA.

"Pak Syafruddin ini kan bukan lagi seorang terdakwa karena dia telah dipulihkan haknya sejak putusan kasasi," kata Hasbullah dalam sidang kedua dengan agenda pembacaan kontra memori PK yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Rosmina, di PN Jakarta Pusat, Jalan Bugur Raya, Kamis (16/1).

BACA JUGA: Eks Kepala BPPN: SKL kepada Sjamsul Nursalim Sesuai Aturan

Kedua, KPK tidak menjalankan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah memberikan tafsir konstitutional terkait dengan siapa yang berhak mengajukan upaya PK.

Dia menambahkan, MK telah memperkuat ketetapan tentang pengajuan PK, yakni yang boleh mengajukan PK hanyalah terpidana.

BACA JUGA: Eks Kepala BPPN Dituntut 15 Tahun, Ini Pembelaan Yusril

"Tidak menghormati keputusan MK dalam hal KPK itu tidak boleh mengajukan PK yang disebut inkonstitusional dalam MK. MK mengatakan yang boleh mengajukan PK hanyalah terpidana, harus dibaca secara limitatif pasal 263, tapi Jaksa KPK mengajukan PK ini yang disebut inskontitusional dan melanggar hukum SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) No. 4 Tahun 2014 dilanggar," ujarnya.

Ketiga, KPK tidak melihat Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No 4 Tahun 2014. Dalam SEma tersebut dengan tegas mengatur bahwa jaksa tidak diperbolehkan mengajukan PK. Sementara yang bisa mengajukan hanyalah terpidana atau ahli warisnya.

"Kenapa karena filosofinya, PK ini adalah suatu upaya hukum luar biasa untuk melindungi hak-hak warga negara yang didzolimi negara melalui putusan hakim, pertanyaannya (dalam kasus) ini negara melawan negara. KPK melawan putusan hakim sebagai negara," kata Hasbullah.

Keempat, PK yang diajukan KPK, ini juga bertentangan dengan pasal 28D UUD 1945 terkait dengan jaminan kepastian hukum.

Meski demikian, Hasbullah sendiri mengaku bisa menerima keputusan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat yang tetap melanjutkan sidang PK yang diajukan oleh KPK tersebut. "Dari awal majelis hakim memutuskan ini dilanjutkan karena mengikuti prosedur dari PK," tandasnya. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler