jpnn.com, LONDON - Inggris dan Uni Eropa (UE) akhirnya sepakat soal British Exit alias Brexit. Selasa malam (13/11) draf setebal 500 halaman itu diteken perwakilan dua kubu.
Kini bola panas berpindah ke tangan Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May. Dia harus bisa meyakinkan kabinet dan parlemen bahwa kesepakatan itu menguntungkan Inggris.
BACA JUGA: Berdaster Jalani Sidang, Cewek UK Ditegur Majelis Hakim
"Pemerintahan (May) dalam masalah," ungkap Iain Duncan Smith, mantan ketua Partai Konservatif, sebagaimana dikutip express.co.uk.
Dia yakin hari-hari May di pemerintahan tidak lama lagi. Sebab, kesepakatan yang tercapai itu tidak selaras dengan kehendak rakyat.
BACA JUGA: Inggris Vs AS: Perpisahan Sesungguhnya Buat Wayne Rooney
Kendati Kepala Negosiator UE Michel Barnier sepakat dengan Menteri Urusan Brexit Dominic Raab, draf tersebut tidak bisa langsung diterapkan.
Sebab, May harus mendapat persetujuan kabinet dan parlemen Inggris sebelum mengaplikasikan kesepakatan tersebut. Untuk mendapat restu itu, May harus bekerja keras. Maklum, kabinet dan parlemen terbelah soal Brexit.
BACA JUGA: So Sweet, Pemerintah Inggris Minta Maaf ke Warga lewat Bunga
Reuters melaporkan bahwa draf kesepakatan Brexit itu tidak memuaskan kubu pro dan kontra Brexit.
Jacob Rees Mogg, legislator Konservatif, langsung berang. Menurut dia, kesepakatan yang tertuang dalam draf itu hanya akan membuat Inggris rugi. "Ini bisa memecah belah Britania Raya di masa-masa mendatang."
Mogg mengkritik kebijakan soal aturan bea cukai. Dalam draf tertulis, sampai 2020, Britania Raya akan tunduk pada aturan bea cukai UE.
Artinya, Inggris dan Irlandia Utara masih akan terikat aturan pasar tunggal. Semua demi menghindari penerapan tarif dagang. Sebab, jika Irlandia Utara lepas dari UE seperti Inggris, UE harus merevisi kesepakatan dagang terkait dengan Laut Irlandia.
Laut Irlandia menjadi jalur dagang penting UE. Di area itulah komoditas UE berseliweran. Karena itu, UE ngotot mempertahankan kesepakatan dagang yang meliputi Laut Irlandia. Maka, UE juga mempertahankan Inggris dalam aturan bea cukainya.
Padahal, kubu Brexit tidak mau itu terjadi. Mereka ingin Inggris benar-benar lepas dari UE. Baik soal aturan dagang maupun bea cukai. "Itu hanya akan mengekang Inggris lebih lama dalam aturan UE," protes Mogg.
Belakangan, desakan dari kubu Brexit agar May benar-benar putus hubungan dengan UE kian tinggi. Karena itu, mereka menyayangkan munculnya klausa bertahan dalam aturan UE sampai 2020. Mereka akan menoleransi May asalkan kesepakatan dagang yang baru lahir pada masa itu. Yakni, sebelum 2020.
Kemarin (14/11) May mengumpulkan semua anggota kabinetnya. Selain meminta dukungan soal draf Brexit, dia ingin membahas wacana Pertemuan Tinggi Uni Eropa pada 25 November. Kemarin menteri-menteri pro-Brexit seperti Liz Truss, Esther McVey, dan Penny Mordaunt memenuhi undangan May.
Jika kabinet mendukung May, dia harus melanjutkan perjuangannya di parlemen. Para pakar memprediksi perempuan 62 tahun itu gagal dalam level itu. Jika itu terjadi, May bisa saja dilengserkan. Selanjutnya, Inggris menghadapi pemilu, pemilihan internal ketua partai, sampai referendum ulang. (bil/c19/hep)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Inggris Bocorkan Info Intelijen soal Pembunuhan Khashoggi
Redaktur & Reporter : Adil