Kuda Chosen One Berharga Rp 800 Juta

Kamis, 14 Agustus 2014 – 07:55 WIB
PENITIPAN KUDA: Seno Iskandar (kiri) dan Bagus Indra Prasetya di kandang Emporium Horse Club di kompleks Kenjeran Park (Kenpark) Surabaya. Foto: Guslan Gumilang/Jawa Pos

UMUMNYA kandang menebar aroma tidak sedap. Sekalipun tempat tersebut dibersihkan setiap hari, bau menyengat selalu menyeruak. Begitu pula kandang Emporium Horse Club di kompleks Kenjeran Park (Kenpark) Surabaya.
------------------
Miftakhul F.S., Surabaya
-----------------
Bau kotoran kuda pasti menyapa siapa saja yang datang ke tempat tersebut. Bedanya, kandang itu bukan kandang biasa. Kuda-kuda milik orang ’’VIP’’ tersebut tinggal dan dirawat di istal berukuran sekitar 20 x 40 meter. Selain itu, kuda-kuda tersebut dilatih.

Ada sepuluh kuda di petak-petak kandang itu. Di antaranya, kuda milik Wakil Komandan Komando Pengembangan dan Pendidikan TNI-AL (Kobangdikal) Brigjen TNI (Mar) Ivan Ahmad Riski Titus dan milik Kapolres Bondowoso AKBP Sabilul Alif.

BACA JUGA: Novela Garang di Sidang, Lembut di Facebook

Tidak hanya itu, di kandang Emporium Horse Club, dirawat kuda milik perwira Mabes TNI berpangkat letnan kolonel. Terdapat pula kuda milik atlet berkuda kebanggaan Jawa Timur Joceline Yumiko.

Jika yang lain menitipkan satu kuda, Joceline menempatkan dua kuda di sana. Salah satunya kuda termahal di tempat tersebut. Namanya Chosen One yang berharga Rp 800 juta.

BACA JUGA: Kisah Anak PSK Dolly yang Jadi Relawan Bapemas KB

’’Kebetulan saja kami dipercaya untuk merawat kuda beliau-beliau,” kata Seno Iskandar, 46, owner Emporium Horse Club.

Di Surabaya memang tidak banyak kandang kuda. Hanya ada dua kandang. ”Selain di sini, ada yang milik klub lain. Hobi berkuda memang masih jarang di sini,” sambung Bagus Indra Prasetya, 37, saudara Seno yang juga menjadi owner Emporium Horse Club.        

BACA JUGA: Djoko Priyanto, Pelestari Bela Diri Pedang Asli Jepang di Indonesia

Mungkin karena jumlah kandang kuda yang terbatas itu, menurut Seno dan Bagus, orang-orang tersebut menitipkan kuda di Emporium Horse Club.

Apalagi, klub yang berdiri pada Maret 2013 itu tidak hanya memiliki kandang. Di sana juga tersedia arena menunggang kuda. Outdoor dan indoor sekaligus.

Tidak berhenti di situ. Emporium Horse Club juga menyediakan area bagi siapa saja untuk berlatih kuda. Bagi yang tidak memiliki kuda, setiap belajar menunggang kuda ditarif Rp 100 ribu sampai Rp 150 ribu.

Bagi yang punya kuda, ’’staf’’ Emporium Horse Club akan membimbing cara menunggang kuda yang tepat. ”Kami juga siap melatih dan ngopeni kudanya. Mungkin karena itu, kami diberi kepercayaan oleh Pak Ivan, Pak Sabilul, Joceline, dan yang lainnya untuk merawat kuda mereka,” ujar Bagus.

Emporium tidak menetapkan tarif khusus untuk perawatan kuda. Mereka hanya mengedepankan rasa pengertian. Sebab, untuk pakan satu kuda, setiap bulan habis biaya Rp 2 juta. Itu belum termasuk suplemen dan keperluan lain. Misalnya, cek kesehatan.

Seno dan Bagus percaya sesama penghobi kuda pasti tahu tingkat kesulitan dan mahalnya biaya merawat kuda. Karena itu, mereka tidak membebani para koleganya untuk menyetor uang berapa.

”Yang jelas dalam hobi berkuda, kalau ada yang menjadi benalu, pasti bakal bubar. Hal ini dipahami semua yang ada di sini. Jadi, meski dititipi untuk merawat kuda, kami sama-sama merasa diringankan kok,” sebut Bagus yang juga distributor obat-obatan pertanian.

Jika harus merawat kuda sendiri, Bagus dan Seno memang mengeluarkan biaya ekstra. Sebab, mereka tidak hanya menyediakan pakan dan keperluan suplemen. Tapi, mereka juga harus menggaji lima karyawan.

”Nah, dengan adanya beliau-beliau, kan biaya perawatan bisa ditanggung bersama-sama,” jelas Seno.

Karena itu, Emporium Horse Club membuka pintu kandangnya lebar-lebar untuk mereka. Perawatan maksimal akan diberikan kepada kuda-kuda yang dititipkan di kandang tersebut.    

Hampir setiap hari, kuda dimandikan. Kebersihan sekujur tubuh kuda juga selalu diperhatikan. Setiap bulan sepatu kuda diganti.

’’Seperti mobil baru, penghobi kuda kan ingin selalu melihat kudanya kinclong. Kami pun melakukan itu. Sebab, baik dan jeleknya kuda kan bisa dilihat dengan mata telanjang,” terang Bagus.

Tidak hanya merawat, mereka pun melatih kuda-kuda tersebut dengan telaten. Setiap hari kuda-kuda itu dilatih ”tata krama”. Sebab, ada kuda yang nakal. Lebih-lebih, yang basic-nya kuda pacu, seperti milik Pak Sabilul,” kata Bagus.  

Kuda milik mantan Kasatlantas Polrestabes Surabaya tersebut masih liar. Maunya lari kencang saja. Padahal, menurut Bagus, kuda tunggangan tidak sekadar berlari, tapi juga melompat dan berjalan.

”Kuda milik Pak Sabilul baru dua bulan dititipkan di sini. Sekarang kuda itu pun kami ajari tata krama sebagai kuda tunggang,” ujar Bagus.

Seperti apa tata krama itu? Yang paling dasar menyangkut jalan dan berhenti. ”Kalau berhenti, kakinya harus sejajar. Baik depan maupun belakang. Untuk yang basic ini, butuh waktu tiga bulan,” papar Bagus.

Tata krama lain mengenai aturan duduk dan posisi tubuh yang tepat untuk dinaiki si joki. Hal tersebut harus dilatihkan terus-menerus kepada kuda. Tujuannya, kuda nanti bisa sehati dengan orang yang menungganginya.

Selain itu, cara menoleh ke kiri dan ke kanan. Sebab, kuda tunggang tidak hanya dipacu.

Bersama para karyawannya, Seno dan Bagus dengan telaten melatih kuda-kuda tersebut. Seperti halnya Jumat sore (8/8), Seno dengan antusias melatih kuda milik Sabilul. Kuda tersebut diajari berjalan dan berhenti.

”Kami merasa senang bisa melakukan ini. Toh, ini juga sebagai wahana kami berlatih. Sebab, semahir apa pun menunggang kuda, kita pasti jatuh. Karena itu, sambil melatih kuda, saya juga terus melatih diri sendiri,” ujar Seno.

Apa yang dilakukan Seno dan Bagus dengan Emporium Horse Club-nya tersebut jelas benar-benar ”gila”. Betapa tidak, mereka harus mengeluarkan banyak uang untuk hobinya itu.

Bukan saja untuk merawat kuda sendiri, tapi juga kuda para koleganya. Mereka juga harus selalu meluangkan waktu untuk mengurusi dan mengajari kuda koleganya.

Sesuatu yang jelas tidak mudah karena Seno dan Bagus juga harus menjalankan roda bisnis. Mereka harus berbagi waktu dengan keluarga.

”Ini memang gila. Tapi, mau bagaimana lagi, namanya juga hobi. Istri dulu sempat komplain. Namun, teman istri saya bilang, apa yang kami lakukan ini sangat baik karena perginya jelas,” ujar Bagus lantas tertawa. (c7/ib)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rela Mandikan Jenazah hingga Urunan Biayai Pemakaman


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler