jpnn.com, OUAGADOUGOU - Presiden Burkina Faso Roch Kabore ditahan di kamp militer oleh tentara yang memberontak, demikian menurut keterangan empat sumber keamanan dan seorang diplomat Afrika Barat, Kamis.
Penahanan itu menyusul baku tembak di sekitar kediaman Kabore pada Minggu (23/1) malam di ibu kota, Ouagadougou.
BACA JUGA: Myanmar Neraka Wartawan: 115 Ditangkap Sejak Kudeta, 3 Meninggal Dunia
Penahanannya dilakukan setelah baku tembak terus-menerus terdengar dari kamp militer di negara Afrika Barat sepanjang Minggu dengan para tentara yang menuntut dukungan lebih untuk perlawanan mereka terhadap militan Islam.
Tapi Pemerintah Burkina Faso membantah militer telah merebut kekuasaan.
BACA JUGA: Makin Brutal, Tentara Myanmar Tabrakkan Mobil ke Kerumunan Demonstran Anti-Kudeta
Keberadaan atau situasi Kabore tidak diketahui pada Senin (24/1) pagi dengan laporan yang saling bertentangan beredar di antara sumber keamanan dan diplomatik.
Sejumlah kendaraan lapis baja armada kepresidenan yang dipenuhi peluru terlihat di dekat kediaman presiden. Salah satunya berlumuran darah.
BACA JUGA: Indonesia Pastikan ASEAN Tidak Mengakui Rezim Kudeta di Myanmar
Warga di lingkungan presiden melaporkan tembakan keras semalam. Namun, sumber pemerintah tidak dapat segera dihubungi pada Senin.
Rasa frustrasi semakin meningkat di Burkina Faso dalam beberapa bulan akibat seringnya pembunuhan terhadap warga sipil dan tentara oleh militan, beberapa di antaranya terkait ISIS dan Al Qaeda.
Pengunjuk rasa datang untuk mendukung pemberontak pada Minggu dan menggeledah markas besar partai politik Kabore.
Pemerintah mengumumkan jam malam dari pukul 20.00 GMT (03.00 WIB) hingga 05.30 GMT (12.30 WIB) sampai pemberitahuan lebih lanjut dan menutup sekolah hingga berhari-hari.
Baru-baru ini, kudeta militer terjadi di negara Afrika lainnya, seperti Mali dan Guinea. Tentara juga mengambil alih Chad tahun lalu setelah Presiden Idriss Deby tewas di medan perang di sana.
Burkina Faso adalah salah satu negara termiskin di Afrika Barat meski merupakan produsen emas.
Tentara telah menderita kerugian besar di tangan kelompok militan Islam yang menguasai sebagian besar negara dan meminta penduduk di kawasan itu untuk patuh terhadap aturannya.
Pergolakan itu menandai konsekuensi politik dari pemberontakan yang berkembang di seluruh wilayah Sahel. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil