jpnn.com, NUNUKAN - Wendy Dersyanto, merupakan salah satu putra daerah Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, yang berangkat ke Tiongkok melalui program Indonesia Tionghoa Culture Centre (ITCC) Jawa Pos.
Sabri – Nunukan
BACA JUGA: Kesempatan Kuliah Gratis di Tiongkok
Banya cerita yang disampaikan Wendy kepada awak media ini saat mencoba menghubungi melalui pesan Whats App.
Wendy merupakan salah satu dari 160 mahasiswa yang kuliah di Tiongkok, tepatnya University Hubei.
BACA JUGA: Perusahaan Tiongkok Cuekin Teguran Pemkab
Ia mengambil jurusan kedokteran di salah satu universitas yang cukup ternama di Tiongkok tersebut.
Setahun menuntut ilmu, sejak musim gugur hingga musim dingin di Tiongkok, telah dia rasakan.
BACA JUGA: Oalaaah...Gagal Bunuh Diri karena Kegemukan
Saat musim dingin, suhu di kota tempatnya menempuh pendidikan itu hingga di bawah 10 derajat celcius.
Menggunakan pakaian pun harus tebal dan tidak boleh makan makanan yang pedas, karena dapat menyebabkan penyakit radang tenggorokan. Jelas sangat berbeda sekali dengan di Indonesia.
“Awal tiba di Tiongkok bertepatan dengan musim dingin, jadi hampir semua mahasiswa asal Indonesia batuk-batuk, karena tidak terbiasa dengan musim dingin,” kata Wendy Desyanto.
Kuliah di luar negeri terkadang menjadi “ketakutan” bagi orangtua mahasiswa, karena membayangkan besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Padahal, tidak selalu begitu.
Di Tiongkok, Wendy Desyanto membutuhkan biaya hidup sebesar 500 Yuan atau sebesar Rp 1 juta tiap bulan.
Pengeluaran tentu kembali kepada mahasiswa masing-masing dan tergantung kebutuhan hidup.
Wendy sapaan akrabnya, menghabiskan dana Rp 1 Juta per bulan karena digunakan untuk makan sehari-hari, karena jarang masak sendiri.
Sedangkan untuk masak sendiri bisa lebih irit lagi, karena hanya bisa mengeluarkan dana sebesar Rp 500 ribu.
Selama ia kuliah, seluruh fasilitas telah terpenuhi. Termasuk fasilitas tempat tinggal, air dan listrik yang tak perlu dibayar. Namun penggunaannya dibatasi.
Air hanya 8 ton diberikan per kamar, listrik dikenakan biaya ketika melebihi batas pemakaian.
Hal yang memudahkan mahasiswa di Tiongkok yakni aplikasi wechat. Segala sesuatu yang dibutuhkan bisa menggunakan aplikasi tersebut, seperti ingin memesan tiket bioskop, kereta, bayar makanan dan banyak lagi hanya menggunakan satu aplikasi itu.
Selain itu, tenaga pengajar di Universitas Hubei tak semuanya berasal dari Tiongkok sendiri, bahkan ada dari negara lain.
Seperti tenaga pengajar jurusan kedoktoren yang berasal dari Pakistan.
Walaupun status sebagai dosen, namun hubungan dengan mahasiswa sangat akrab. Di Tiongkok, hubungan dosen dengan mahasiswa tak ubahnya pertemanan.
Di Univesitas Hubei, dosen mendatangi asrama untuk kelas tambahan jika mahasiswa tersebut tidak mengikuti mata kuliah.
Selama kuliah di Universitas Hubei, Wendy tak pernah jalan ke luar kota.
Pasalnya, di area kampus sudah dilengkapi fasilitas hiburan seperti, taman rekreasi, game center, rumah bernyanyi bahkan tempat perbelanjaan disiapkan seperti mall.
Walaupun berada di Tiongkok hampir setahun, masih ada mahasiswa asal Indonesia yang belum terlalu fasih berbahasa Mandarin.
“Lumayan untuk saat ini karena sering bergaul dengan warga Tiongkok, jadi semakin lama bisa menguasai bahasa Mandarin, begitu pula dengan bahasa Inggris, tiap hari digunakan jika berbicara dengan mahasiswa asal negara lain,” ujarnya. (***/eza)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kehadiran USS Carl Vinson Bikin Tiongkok Tersinggung
Redaktur & Reporter : Soetomo