Keluarga Dik, Brian, dan Vera telah membayar mahal agar mereka bisa dirawat di panti jompo yang "nyaman". Namun laporan regulator perawatan lansia dan penuturan sejumlah perawat magang mengungkap kisah memilukan.

BACA JUGA: Di Tengah Pandemi COVID-19, Petani Australia Justru Panen Duit

 

BACA JUGA: Kopi Asal Indonesia Disukai di Australia, tetapi Volume Produksi Masih Mengecewakan

 

PERINGATAN: ARTIKEL INI DISERTAI FOTO-FOTO YANG MUNGKIN MENGERIKAN

BACA JUGA: Aung San Suu Kyi Menghadapi Dua Dakwaan Baru, Protes di Myanmar Terus Berlanjut

 

Dua hari sebelum Natal tahun lalu, Lea Hammond menerima telepon dari panti jompo ayahnya di Perth. Pihak panti menyampaikan kabar bahwa ayah Lea dilarikan ke rumah sakit. Hari itu terjadi gelombang panas, dengan suhu mencapai 40 derajat Celcius.

"Mereka menyampaikan bahwa ayah saya dibawa ke rumah sakit karena tersengat matahari. Mereka melaporkan bahwa ayah saya sempat tak ditemukan keberadaannya, mereka tidak tahu di mana dia berada," ujar Lea.

 

 

Keluarga Lea mengira mereka sudah melakukan yang terbaik buat ayahnya saat mereka memindahkannya ke Regis Nedlands, sebuah panti jompo mewah yang menarik bayaran hingga $1,4 juta (sekitar Rp14 miliar) dalam bentuk deposito akomodasi.

Regis menjanjikan "layanan bergaya hotel" dengan layanan premium, termasuk bioskop pribadi, minuman beralkohol dengan makanan, salon penata rambut, spa, serta "perawatan terbaik".

 

 

Ketika Lea tiba di rumah sakit bersama ibunya, mereka menemukan sang ayah, Brian Hunter, dalam kondisi mengerikan. Ia mengalami dehidrasi, mengigau, menderita lecet dan luka bakar serius.

"Dia terpuruk di ranjang, punggungnya terbuka. Saya melihat kulit punggungnya terbakar parah, seluruhnya. Dia tidak mau bicara. Dia antara sadar dan tidak," ujar Lea kepada Program 7.30 dari ABC.

Keluarga ini kemudian mengetahui bahwa sang ayah berusia 86 tahun yang kehilangan kedua kakinya karena diabetes, telah dibiarkan berada di teras atap panti jompo selama dua jam.

 

 

Ketika belakangan polisi terlibat, mereka menyampaikan ke keluarga Lea apa yang terlihat dalam rekaman CCTV di panti tersebut.

Isi rekaman antara lain menunjukkan ayah Lea sedang duduk di kursi roda di dekat pintu ketika, pada pukul 13.10, seorang staf Regis memasukkan kode akses pada keypad untuk membuka pintu dan membiarkannya mendorong dirinya ke teras atap.

Laporan kejadian yang disampaikan pihak Regis mengatakan rekaman CCTV kemudian menunjukkan Brian "mendorong sendiri kursi rodanya ke dalam dan keluar dari tempat teduh/terik" selama satu jam dan kemudian dia "melepas sendiri topi dan bajunya".

Seharusnya staf melakukan pemeriksaan setiap jam pada penghuni panti tapi tak seorang pun petugas yang memperhatikan bahwa Brian tidak ada.

Dia baru diselamatkan pada pukul 15:05 ketika seorang pengunjung melihatnya di atap, menurut polisi sudah tidak sadarkan diri, dan membawanya masuk.

Brian diberi oksigen sebelum dibawa ambulans ke Rumah Sakit Sir Charles Gairdner.

"Kurang ajar sekali orang yang membuka pintu pada suhu 40 derajat dan membiarkan orang keluar tanpa air minum," kata Lea.

"Tak ada yang tahu di mana dia berada selama dua jam. Maksud saya, bila penjaga itu menyuruhnya keluar, bukankah dia harus membuat laporan? Mengapa mereka tidak tahu di mana ayah saya selama dua jam itu?"

 

  Photo: Brian Hunter (Supplied)

  Photo: Brian Hunter and his wife Marie. (Supplied)

 

 

 

Regis adalah salah satu penyedia layanan perawatan lansia terbesar di Australia, mengelola 65 panti jompo tahun lalu dan menerima total $471 juta subsidi pemerintah.

Dua orang pendiri perusahaan ini memiliki kekayaan lebih dari $1 miliar dan CEO-nya merupakan anggota Penasihat Perawatan Lanjut Usia pemerintah federal. Are you worried about aged care in Australia? Let us know if you have a story or issue you'd like us to look into. Email aged.care@abc.net.au to tell us your story.

 

Laporan Regis tentang kejadian tersebut menyatakan bahwa Brian memasukkan sendiri kode akses untuk membuka pintu.

Menurut laporan itu, "Brian membawa dirinya ke lantai empat dan tertidur di bawah sinar matahari".

Lea membantah versi kejadian itu, berdasarkan pembicaraannya dengan polisi. Dia menuduh Regis mengalihkan kesalahan kepada ayahnya.

"Saya merasa sangat marah karena mereka mengatakan hal seperti itu," katanya.

"Saya sering mengunjunginya di Regis, dan ayah saya sangat kesulitan mengingat nomor kode akses," jelasnya.

"Setiap kali saya ke sana, saya yang harus memasukkan kode untuknya."

ABC meminta Regis untuk mengklarifikasi siapa yang memasukkan kode akses ke teras dan lokasi tombol darurat di area luar ruangan, tapi perusahaan ini tidak menanggapinya.

Lea mengatakan ingatan ayahnya terganggu setelah terjatuh di Regis pada November tahun lalu yang mengakibatan pendarahan di otaknya.

Menurut Lea, Regis juga awalnya tidak membawa Brian ke rumah sakit akibat jatuh, namun dia yang bersikeras membawa ayahnya.

Pemindaian otak dijadwalkan pada Januari untuk memeriksa luka-luka akibat kejadian itu, namun Brian sudah berada di rumah sakit karena luka bakar.

 

  Photo: Brian Hunter mengalami bengkak di bagian mata setelah terjatuh di panti jompo Regis Nedlands. (Supplied)

 

 

 

Setelah mengalami luka bakar, Brian berbaring di tempat tidurnya di rumah sakit selama empat minggu. Kondisinya begitu lemah bahkan untuk bangun dan makan. Lea mengatakan tak seorang pun dari pihak Regis Nedlands yang meneleponnya saat ayahnya berada di rumah sakit.

"Di akhir hayatnya, Ayah saya sudah tidak berbicara sama sekali. Perawat rumah sakit harus memberinya selang makan karena dia tidak bisa menelan. Dia nyaris tak mengenali kami lagi," ujarnya.

"Dia seorang ayah yang hebat, kakek yang membanggakan, suami yang luar biasa. Betapa menyedihkan melihatnya diperlakukan seperti itu.

"Saya pikir dia telah ditelantarkan, begitu mengerikan."

Lea pun menyurat ke CEO Regis Linda Mellors. Ia mendapat balasan yang isinya, meminta maaf "atas pengalaman Anda, dan bahwa kami tidak memenuhi standar perawatan yang diharapkan."

Linda juga mengatakan akan ada penyelidikan internal untuk "mencari tahu bagaimana insiden ini terjadi dan apa yang dapat dilakukan untuk mencegahnya terjadi kembali."

Surat CEO tiba pada tanggal 20 Januari. Persisi pada hari Brian meninggal dunia.

 

  Photo: Brian Hunter's family are mourning his loss. (ABC News: Phil Hemingway)

  Photo: Lea Hammond (right) and her mother embrace. (ABC News: Phil Hemingway)

  Photo: Lea Hammond wants an investigation into her father's death. (ABC News: Phil Hemingway)

 

 

 

Pemeriksa mayat dan pihak kepolisian Australia Barat mulai menyelidiki kematian Brian, tapi seminggu kemudian mereka menyampaikan kepada keluarga Lea bahwa mereka tidak menemukan "bukti kriminalitas".

"Saya sangat kaget," ujarLea.

"Bagi saya kejadian ini jelas merupakan kejahatan."

"Jika hal ini terjadi di tempat penitipan anak, atau bahkan bila saya yang menjaga ayah di rumah dan membawanya ke rumah sakit, saya yakin akan dituduh melakukan penyiksaan."

"Tapi ini tidak ada tuntutan yang diajukan terhadap siapa pun. Tak ada yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada ayah saya."

 

 

Sehari setelah Brian dirawat, rumah sakit melaporkan Regis ke regulator pemerintah federal, Komisi Kualitas dan Keamanan Perawatan Lansia.

Namun, kantor itu sedang libur Natal dan tidak ada yang mengunjungi Regis Nedlands hingga 11 Januari, tiga minggu kemudian.

"Saya cukup terpukul memikirkan bahwa tidak seorang pun yang datang ke sana untuk menyelidiki apa yang terjadi secara langsung," kata Lea.

Komisi itu menyatakan ada beberapa staf yang bertugas selama liburan "untuk menanggapi masalah mendesak", tapi kantor ini baru buka kembali sepenuhnya pada 4 Januari.

Regis Nedlands sebelumnya pernah mendapatkan sanksi pada November 2019 karena menempatkan kesehatan dan keselamatan penghuninya pada "risiko serius".

Tapi tiga bulan kemudian, pada Februari 2020, Komisi itu malah menganugerahi Regis Nedlands skor 100 persen atas standar keselamatan dan kualitas panti jompo.

Dalam laporan tentang Brian Hunter kepada Komisi, pihak Regis mengatakan akan "meminta maaf atas permasalahan mungkin dialami Brian Hunter atau keluarganya".

Dikatakan, penjaga yang bertugas saat itu lalai mencatat ketidakhadiran Brian dan "hal ini telah diidentifikasi sebagai hal perlu diperbaiki."

Bagi Lea dan ayahnya, Brian, semua itu sudah terlambat.

"Saya diberitahu bahwa Regis akan mengambil tindakan baru untuk memastikan agar ini tidak terulang lagi. Aturan diterapkan, staf akan dilatih, air akan dibagikan dan papan peringatan tentang terik matahari akan. Saya hanya berpikir, semua itu tidak membantu saya," kata Lea.

 

 

Beberapa hari menjelang kematian Brian, enam mahasiswa jurusan keperawatan dari Universitas Edith Cowan dikirim ke Regis Nedlands untuk penempatan klinis pertama mereka.

Antara 11 dan 13 Januari, para perawat magang ini mengaku telah menyaksikan pelecehan, penelantaran, penanganan yang kasar dan perilaku tak pantas secara seksual yang terjadi di panti jompo mewah tersebut.

Terganggu oleh apa yang mereka saksikan, para perawat magang ini menemui penasihat klinis mereka, yang membantu membuat laporan terperinci yang dikirim ke Regis, yang segera merujuknya ke Kepolisian Australia Barat.

Menurut laporan ini, ketika salah satu perawat magang memberi tahu staf Regis bahwa praktik perawatan mereka salah, staf itu berkata:

"Anda diajari satu hal lalu datang ke dunia nyata, begini praktiknya di dunia nyata."

 

Keluarga Dik Lee membayar deposit akomodasi sebesar $500.000 (sekitar Rp5 miliar) ketika dia masuk ke panti jompo Regis Nedlands pada Maret tahun lalu. Photo: Dik Lee dan istrinya saat menerima status kewarganegaraan Australia. (Supplied)

 

"Kesan pertamanya, wow, ini seperti hotel bintang lima,'" ujar Lisa Chan, putri Dik Lee.

"Setiap Jumat, mereka mengadakan Happy Hour antara pukul 14.00 dan 15.00, dan saat itulah ayah, ibu dan saya menikmati suasananya."

"Semua penghuni panti duduk mengelilingi meja dan menikmati anggur, minuman ringan, camilan. Sesekali para penghuni diajak menari."

Tapi Lisa mulai merasa panti jompo itu sebenarnya kekurangan staf.

 

Photo: Lisa Chan wanted the best care for her father, Dik Lee. (ABC News: Phil Hemingway)

 

"Saya meminta penjaga untuk mengganti pembalut ayah saya, dia basah kuyup, pembalutnya basah kuyup, kursi roda semuanya basah. Tapi tidak ada petugas yang datang karena mereka kekurangan staf," katanya.

Sehari setelah mahasiswa magang mengirim laporan mereka, Regis lantas menelepon Lisa dan menyampaikan bahwa ayahnya yang berusia 94 tahun termasuk salah seorang yang diduga dilecehkan.

"Saya tak percaya kenapa hal ini bisa terjadi. Manajer itu tidak memberi tahu saya secara rinci," katanya.

 

 

ABC melihat laporan perawat magang yang menyebutkan bagaimana Dik Lee, seorang penderita demensia dan diabetes, duduk di kursi roda, diduga dirawat oleh dua pengasuh.

Pada malam tanggal 12 Januari, salah satu mahasiswa magang bertugas membantu pengasuh lain "dan menemukan Lee (yang selalu menggunakan kursi roda) di lantai dekat pintu masuk kamarnya tanpa pakaian sama sekali."

"Lee duduk di atas kotorannya dan seorang pengasuh berdiri di atasnya. Saya tanya apakah dia jatuh? Pengasuh itu menjawab tidak."

Perawat magang lantas pergi mencari handuk dan menurut laporan itu, ketika dia kembali "Lee diseret ke kamar mandi" oleh pengasuh yang sama. Pengasuh ini, kata laporan perawat magang, "tampak sedikit kaget melihatku".

Ketika anggota staf Regis lainnya datang membantu, kedua pengasuh itu "meletakkan kaki mereka di atas jari kaki Lee, meraih lengannya dan menariknya, menggunakan injakan mereka pada kaki Lee sebagai pijakan untuk membantunya berdiri."

"Saya sangat terpukul melihat semua ini karena Lee tampaknya kesakitan."

Lisa mengaku hancur hatinya mendengar bagaimana ayahnya diperlakukan seperti itu.

"Sangat tidak manusiawi. Mereka memperlakukan ayahku seperti hewan yang akan disembelih," ujarnya.

"Saya sangat berterima kasih kepada para mahasiswa karena melaporkan apa yang mereka lihat. Saya senang karena mereka melaporkan hal ini ke polisi."

 

  Photo: Dik Lee and his wife were happily married for decades. (Supplied)

  Photo: Dik Lee at Sydney Harbour. (Supplied)

 

 

 

Dalam pernyataannya kepada ABC, Regis mengaku telah meminta penyelidik independen untuk memeriksa tuduhan tersebut. Regis mengatakan "tidak ada bukti di luar dokumen tuduhan bahwa seorang penghuni diseret atau dipaksa berdiri."

Beberapa hari setelah dugaan pelecehan ini, Dik Lee jatuh sakit dan harus berbaring di tempat tidurnya.

Meskipun putrinya bersikeras ada sesuatu yang tak beres, Lisa mengatakan dokter yang ditugaskan merawat penghuni Regis meyakinkan keluarga bahwa dia hanya perlu istirahat dan antibiotik.

"Belum pernah saya lihat kondisinya begitu buruk, wajahnya yang tampak kesakitan tapi dia tidak bisa menyampaikannya. Dia tak sanggup memberitahu apa yang terjadi," kata Lisa.

Akhirnya Dick dilarikan ke rumah sakit. Menurut dokter, ayah Lisa mengalami koma, mengalami gagal fungsi hati dan hanya punya waktu 24 jam bertahan hidup.

Dik meninggal dunia keesokan harinya.

 

  Photo: Dik Lee's wife and daughter paying respects to him. (ABC News: Phil Hemingway)

  Photo: Lisa (left) and her mother light candles after his death in January. (ABC News: Phil Hemingway)

  Photo: Lisa Chan looks at a picture of her father, Dik Lee. (ABC News: Phil Hemingway)

 

 

 

"Dia meninggal 12 jam kemudian. Betapa hancurnya hati kami... kami sama sekali tak siap. Beberapa hari sebelum kematiannya, kondisinya terlihat sangat baik."

Dik Lee meninggal berselang sehari setelah Brian Hunter.

Ada penyelidikan mayat atas kematian Dik, tapi sama seperti kematian Brian, Kepolisian Australia Barat menyatakan "tidak ada bukti tindak kriminalitas".

"Bayangkan jika seorang murid dilecehkan di sekolah. Pastilah gurunya dimintai pertanggungjawaban. Ayah saya sebenarnya meninggal akibat pelecehan itu. Mengapa tidak ada investigasi kriminal?" tanya Lisa.

Menurut dia, polisi menyampaikan bahwa perawat magang tak dapat mengingat apa yang terjadi dengan ayahnya. Hal ini membuat keluarga Lisa bingung.

"Saya sangat percaya pada cerita mahasiswa itu karena sangat rinci, menggambarkan apa yang terjadi pada ayahku. Tapi polisi mengatakan kepada saya agar tidak mempercayai pernyataan itu," kata Lisa.

ABC meminta konfirmasi kepada polisi namun mereka mengaku tidak dapat memberi jawaban karena penyelidikan mayat sedang berlangsung.

Dalam sebuah pernyataan, Regis berdalih pihaknya melaporkan pengakuan para mahasiswa magang ke Komisi Kualitas dan Keamanan Perawatan Lansia dan polisi.

"Regis mengakui dan menyesalkan adanya beberapa penghuni yang menerima perawatan dan pelayanan di bawah standar yang kami harapkan."

Dekan Fakultas Keperawatan di ECU, Profesor Di Twigg, yang dihubungi terpisah mengaku bangga dengan aksi para mahasiswanya.

"Mereka melakukan hal yang benar. Bagi seseorang yang baru menjalani praktik klinis pertama, mereka telah melakukannya dengan sangat baik."

 

 

Vera Ward, wanita berusia 90 tahun, adalah penghuni Regis yang sudah demensia dan diduga mengalami perlakuan buruk di panti jompo itu.

 

  Photo: Vera Ward pada tahun 1948. (Supplied)

 

 

 

Putrinya, Kathrine Selmer Johansen, tak terkejut karena sebelumnya dia sudah mengeluh ke manajemen Regis tentang staf yang memperlakukan ibunya secara buruk.

Dia mengaku melihat sendiri staf itu melecehkan ibunya secara verbal, memperlakukannya dengan kasar saat memindahkannya, dan mematikan tombol bel panggilannya.

"Saya mengerti bahwa merawat pasien demensia itu sulit. Tapi saya tak percaya kalau staf di sana dilatih untuk itu," kata Kathrine.

"Saya tak bisa terima adanya perlakuan seperti itu."

 

  Photo: Vera at the river. (Supplied)

  Photo: Vera Ward in happier times. (Supplied)

  Photo: Vera Ward (left) and her daughter Kathrine Selmer Johansen. (Supplied)

 

 

 

Meskipun menderita demensia, Vera memberi tahu putrinya dengan sangat jelas apa yang terjadi di Regis Nedlands.

"Pernah ibuku menelepon tujuh kali sehari dan meninggalkan pesan," ujar Kathrine.

"Dia menjerit-jerit, menangis. Dia terbaring di ranjang dengan kotorannya selama berjam-jam. Kadang-kadang mereka tak memberinya makan, atau biasanya makanan yang mereka berikan tidak bisa dia makan."

"Saya sudah mengeluhkan ini. Saya kirim banyak email. Tanggapan mereka selalu baik dan penuh perhatian, tapi tidak ada tindakan." Photo: Kathrine Selmer Johansen sangat terpukul atas apa yang dialami ibunya di panti jompo Regis Nedlands. (ABC News: Glyn Jones)

 

PERINGATAN: FOTO-FOTO YANG MUNGKIN MENGERIKAN

Kathrine tidak membezuk ibunya selama berbulan-bulan karena sakit dan pembatasan COVID. Ketika berkunjung Agustus lalu dia kaget melihat penurunan berat badan ibunya.

Dia menduga hal itu karena Vera tidak punya gigi selama delapan bulan, setelah Regis gagal mendapatkan gigi palsu baru untuknya meskipun sudah diminta berkali-kali.

"Saya tak percaya itu ibu saya. Dia sangat berubah dalam delapan bulan. Sangat lemah. Dia memohon dikeluarkan dari sana."

Lebih buruk lagi, ibunya mengalami luka begitu dalam hingga menembus tulang punggungnya. Dia sempat mengambil foto.

"Saya diberitahu bahwa ibuku mengalami luka akibat kelamaan berbaring. Saya tak begitu memikirkannya. Mungkin hanya lecet biasa."

"Saya meminta seseorang untuk membantu membalikkan tubuh ibuku. Mereka memanggil perawat dan melepas pembalutnya. Saya tak menduga apa yang akan saya lihat."

"Ada lubang dengan lingkar sekitar dua inci sampai ke tulang belakang. Sudah penuh nanah dan berbau busuk."

 

  Photo: Vera and her family gave the ABC permission to use this picture of the wound on her spine. (Supplied)

  Photo: The bandage on Vera Ward's bed sore had turned black when her daughter checked it. (Supplied)

 

 

 

The wound required hospitalisation, though doctors have told Kathrine it will never fully heal.

Kathrine said the manager at Regis told her it happened because her mother was "non-compliant" and wouldn't get out of bed.

"I said … 'surely there's a way that you move her side to side, or they have special airbeds to distribute the pressure as well,'" Kathrine said.

"There was just no explanation really for it."

 

Now back in hospital due to malnutrition, thyroid problems and a urinary tract infection, Vera has told her daughter more details about life inside the nursing home.

"You feel like you're in a jail in there because there's nothing for you to do, there's not one minute of good stuff in there. It's absolutely dreadful," Vera said.

"Some of [the carers] were really bad and some of them were really nice and kind. They could see it, even people who worked there could see it."

 

 

Regis tidak menanggapi pertanyaan dari ABC tentang perawatan Vera.

Kathrine berkata: "Sangat tidak percaya bahwa hal ini bisa terjadi di negara kita."

"Saya mengkhawatirkan semua orang lanjut usia di luar sana. Berapa banyak yang diperlakukan seperti ini?"

 

 

Komisi Keamanan dan Kualitas Perawatan Lansia telah menjatuhan sanksi kepada Regis Nedlands karena menempatkan penghuninya pada risiko serius.

Dalam laporan setelah pemeriksaan pada Januari lalu, di saat para mahasiswa magang berada di sana, ditemukan 30 tuduhan penanganan kasar atau kontak seksual yang tak diinginkan. Mereka juga mendapati: seorang penghuni panti bekerliaran dalam kondisi telanjang dan penuh kotoran penghuni panti yang basah kuyup dengan air kencing lansia dengan luka kronis dan nekrotik staf mematikan bel panggilan dan tidak datang membantu tidak cukup staf yang bertugas

Komisi menjelaskan kepada ABC bahwa mereka tidak meminta atau melihat video CCTV yang menunjukkan Brian Hunter saat keluar ke teras di Regis Nedlands.

Selama sanksi berlaku, Regis Nedlands tidak memenuhi syarat untuk menerima subsidi pemerintah bagi setiap penghuni baru selama enma bulan.

Komisi berjanji "memantau secara dekat" Regis Nedlands, dan "dapat mempertimbangkan tindakan lebih lanjut, termasuk mengubah atau mencabut izin." Aged care complaints Complaints about aged care facilities can be made to the Aged Care Quality and Safety Commission on 1800 951 822 Older Persons Advocacy Network organisations can assist with a range of free Advocacy, Information and Education services. Call them on 1800 700 600. Alternatively, you can complete the general enquiry form.

 

Pada Februari tahun lalu, Komisi menganugerahi Regis Nedlands skor 100 persen atas standar keselamatan dan kualitas. Padahal sanksi sebelumnya pada November 2019 menyatakan penghuni di sana berada pada risiko serius.

Laporan akhir Komisi Khusus Penyelidikan Perawatan Lansia pada Jumat pekan ini akan membuat rekomendasi atas segala permasalahan di Regis Nedlands.

Namun, Pemerintah telah mengindikasikan bahwa mereka menentang adanya aturan standar minimum pelatihan staf dan ingin melihat bukti yang lebih kuat mengenai perlunya regulator diubah.

Bertemu untuk pertama kalinya pada hari Minggu lalu, anak-anak dari Dik Lee, Vera Ward, dan Brian Hunter mendesak perlunya ada tindakan sekarang. Photo: Kathrine Selmer Johansen (kiri) memperlihatkan video kondisi yang dialami ibunya di Regis Nedlands kepada Lea Hammond. (ABC News: Phil Hemingway)

 

"Pemerintah kita bertanggung jawab untuk mengambil tindakan atas hal ini. Sudah ada Komisi Khusus. Rekomendasinya sangat bagus dan perlu ditindaklanjuti dengan cepat," ujar Kathrine.

"Pemerintah harus melihat perawatan lansia lebih hati-hati dan lebih teliti karena hal itu terjadi di mana-mana," tambah Lisa.

"Biar kita membayar sejuta dolar untuk perawatan lansia, kita tetap tak mendapatkan perawatan yang baik untuk para orangtua."

 

 

Kredit

Reporter: Anne Connolly

Produser: Suzanne Dredge dan Hannah Sinclair

Produser Digital: Clare Blumer

Produser Video: Jack Fisher

Videografer Drone: Glyn Jones

Penerjemah: Farid M. Ibrahim

BACA ARTIKEL LAINNYA... Twitter Bakal Beri 5 Peringatan, Setelah Itu Akun Hilang Selamanya

Berita Terkait