jpnn.com, MOSUL - Paus Fransiskus mendengarkan cerita penduduk Muslim dan Kristen di Mosul, Irak, saat mereka hidup di bawah pemerintahan brutal kelompok ISIS.
Fransiskus yang sedang berada di Irak untuk perjalanan bersejarah yang menandai pertama kalinya seorang paus berkunjung ke negara itu, terbang ke Mosul menggunakan helikopter pada Minggu (8/3), untuk memulihkan luka sektarian dan berdoa bagi korban tewas dari agama apa pun.
BACA JUGA: Paus Fransiskus Kecam Kudeta Militer di Myanmar
"Betapa kejamnya bahwa negara ini, tempat lahirnya peradaban, harus dilanda pukulan yang begitu biadab, dengan tempat-tempat ibadah kuno dihancurkan dan ribuan orang Muslim, Kristen, Yazidi, dan lainny secara paksa mengungsi atau dibunuh," kata Paus Fransiskus.
"Hari ini, bagaimanapun, kami menegaskan kembali keyakinan kami bahwa persaudaraan lebih langgeng daripada pembunuhan antar saudara, bahwa harapan lebih kuat daripada kebencian, bahwa perdamaian lebih kuat daripada perang," ujar dia, menambahkan.
BACA JUGA: Paus Fransiskus Kembali Singgung Kudeta Myanmar, Kata-katanya Makin Tegas dan Keras
Kota Tua Mosul adalah rumah bagi gereja dan masjid kuno yang dihancurkan pada 2017 selama pertempuran berdarah oleh pasukan Irak dan koalisi militer internasional untuk mengusir ISIS.
Korupsi dan pertikaian di antara politisi Irak masih memperlambat upaya untuk membangun kembali Mosul dan sebagian besar kota tetap menjadi reruntuhan.
BACA JUGA: Bertolak ke Irak, Paus Fransiskus Bakal Kunjungi Bekas Markas ISIS
Paus berusia 84 tahun itu berjalan melewati reruntuhan rumah dan gereja ke alun-alun yang dulunya merupakan pusat kota tua yang berkembang pesat. Kota utara Mosul diduduki oleh ISIS dari 2014 hingga 2017.
Merujuk langsung ke ISIS, Paus mengatakan bahwa harapan tidak akan pernah bisa "dibungkam oleh darah yang tumpah oleh mereka yang menyesatkan nama Tuhan untuk mengejar jalan kehancuran."
Dia kemudian membaca doa yang mengulangi salah satu tema utama perjalanannya, bahwa selalu merupakan kesalahan untuk membenci, membunuh, atau berperang atas nama Tuhan.
Takut untuk kembali
Komunitas Kristen Irak, salah satu yang tertua di dunia dan sangat terpukul oleh konflik selama bertahun-tahun, menurun jumlahnya menjadi sekitar 300.000 dari sekitar 1,5 juta sebelum invasi Amerika Serikat pada 2003 dan kekerasan militan Islam yang brutal yang menyusulnya.
Pastor Raid Adel Kallo, pendeta dari Gereja Kabar Sukacita, menceritakan bagaimana pada 2014 dia tinggal dengan 500 keluarga Kristen dan saat ini hanya kurang dari 70 keluarga tersisa.
"Mayoritas telah beremigrasi dan takut untuk kembali," kata dia.
"Tetapi saya tinggal di sini, dengan dua juta warga Muslim yang memanggil saya ayah dan saya menjalankan misi saya dengan mereka," ujar Kallo menambahkan.
Ia juga mengatakan kepada Paus tentang komite keluarga Mosul yang mempromosikan hidup berdampingan secara damai antara Muslim dan Kristen.
Paus Fransiskus, yang dijaga ketat oleh petugas keamanan selama perjalanannya ke Irak, telah menekankan toleransi beragama.
Sebelumnya pada Sabtu (6/3), dia mengadakan pertemuan bersejarah dengan ulama Syiah Irak dan mengunjungi tempat kelahiran Nabi Ibrahim.
Paus mengutuk kekerasan atas nama Tuhan sebagai hujatan terbesar. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil