BERKUNJUNG ke Palang Merah Thailand merupakan pengalaman tersendiri. Sebab, ternyata lembaga sosial itu bukan sekadar tempat orang mendonorkan darah atau penyalur bantuan saat ada bencana. Apa saja kelebihannya? Inilah catatan wartawan Jawa Pos TITIK ANDRIYANI yang baru-baru ini berkunjung ke sana.
Sejak meninggalkan Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, saya tidak punya bayangan yang lebih baik tentang Palang Merah Thailand (PMT), kecuali bahwa itu adalah sebuah bangunan tempat orang mendonorkan darah. Tidak terlalu berbeda dari Palang Merah Indonesia (PMI).
Saya pun tidak berusaha mencari gambaran tentang lembaga itu kepada Direktur dan Komisaris PT Frismed Hoslab Indonesia, Fredho Halim dan dr Sutrisno Slamet, yang mengajak saya berkunjung ke Palang Merah Thailand baru-baru ini. Frismed adalah perusahaan yang bergerak di bidang penjualan kantong darah dan mesin-mesin "pengolah" darah.
Saya juga tidak berusaha meminta gambaran tentang apa dan bagaimana PMT itu kepada dua anggota Rotary Club (RC) Surabaya yang pergi bersama saya. Mereka adalah Joshie Halim dan Yunus Soebandi dari RC Surabaya Jembatan Merah. Rotary Club yang satu ini sudah menyumbangkan bantuan ke beberapa unit transfusi darah (UTD) PMI di beberapa daerah di Indonesia.
Di antaranya, 9 blood refrigerator (kulkas khusus darah) dan 3 kulkas untuk reagent (cairan untuk mengetes darah). Padahal, harga satu unit kulkas darah mencapai Rp 100 juta dan kulkas reagent sekitar Rp 50 juta.
Selain kulkas darah, RC menyumbangkan satu unit blood cross match (untuk memeriksa darah sesuai golongannya secara lebih detail sebelum diserahkan kepada pasien) seharga Rp 200 juta serta bio safety cabinet untuk menyamakan darah yang akan diberikan dengan contoh darah pasien. Itu penting agar darah tidak tertukar.
Rotary Club yang baru mendapat penghargaan tingkat dunia dari Rotary Club International itu juga menyumbangkan dua blood centrifuge (alat untuk memisahkan komponen-komponen dalam whole blood) isi 12 bags dan empat lainnya yang berisi 4 bags. Itu adalah mesin pemisah trombosit dari whole blood (darah yang komponen-komponennya masih utuh). Whole blood itulah yang ditarik petugas PMI dari tubuh kita saat mendonorkan darah.
Satu di antara dua centrifuge tersebut didapat Rotary Club Surabaya Jembatan Merah dari hasil kerja samanya dengan Konsulat Jenderal Jepang di Surabaya. Harga mesin itu yang berisi 4 bags mencapai Rp 360 juta per buah dan yang berisi 12 bags Rp 850 juta per buah.
Selain nama-nama tersebut, ikut pula bersama saya Tris Surya, sekretaris PMI Kota Malang, dan Alexander dari perusahaan forwarding Hindria Indah Surabaya.
Malu bertanya tercengang di jalan. Itulah saya saat tiba di depan gedung National Blood Center (NBC), Palang Merah Thailand, di Henry Dunant Road, Bangkok. Tempat itu adalah pusat pengambilan dan pengolahan darah PMT. Henry Dunant adalah pendiri Palang Merah Sedunia.
Sama sekali tidak terbayang oleh saya, untuk urusan yang satu ini saja, lembaga tersebut memiliki gedung yang tidak kalah megah dari gedung Graha Pena Surabaya, kantor saya, meski tingginya hanya 10 lantai. Halaman gedung itu sangat luas.
Palang Merah Thailand memiliki beberapa unit. Semua unit tersebut ditempatkan di satu area yang sangat luas, di Henry Dunant Road itu. Jadi, di depan gedung NBC tersebut ada gedung riset, gedung pembuat serum penangkal bisa ular, gedung pembuat vaksin, serta semacam apartemen bagi beberapa staf Palang Merah Thailand.
Gedung NBC merupakan bangunan termegah dan paling anyar di area tersebut. Letaknya paling belakang. Yang berada paling depan tetap gedung NBC yang lama, yang dibangun pada 1950-an. Palang Merah Thailand didirikan pada 1953, sama dengan Palang Merah Indonesia.
Ketika tiba di lobi gedung NBC, kami "disambut" foto raja Thailand, Bhumibol Aduljadej dalam ukuran cukup besar. Di bawah foto itu, ada meja bertaplak putih dengan hiasan bunga kuning khas Thailand. Di atasnya ada semacam buku tamu. Di depan meja itu, terdapat dua kursi kayu.
Di depan foto tersebut, semua orang "kecuali orang asing" langsung menghormat dengan cara merendahkan tubuhnya sambil menundukkan kepala. Setelah itu, baru mereka melangkah ke meja itu untuk menuliskan nama dan ucapan selamat atau doa kepada raja yang Desember lalu berulang tahun ke-85.
Foto itu dipasang di lobi PMT selama lebih dari sebulan. Tujuannya, memberikan kesempatan kepada rakyat Thailand untuk menyampaikan ucapan selamat ulang tahun kepada raja mereka.
Apakah orang asing tidak boleh mengisi buku itu? Pasti boleh. Hanya, ketika duduk di situ dan membuka buku tamu tersebut lembar demi lembar, saya tidak melihat ada tulisan berhuruf Latin. Semua ditulis dalam huruf Thai yang mirip huruf Sansekerta dan huruf Jawa. Karena itu, saya berasumsi, yang mengisi buku itu adalah masyarakat Thailand sendiri.
Buku ucapan yang diletakkan di meja tersebut memang hanya satu, tapi selalu diganti setiap isinya penuh.
Di balik meja tamu itu, banyak kursi berderet. Persis di sebuah poliklinik di rumah sakit. Kursi-kursi tersebut ditata rapi, menghadap ke arah yang sama. Yakni, pintu empat ruangan kecil di depannya yang merupakan ruangan untuk pemeriksaan awal sebelum donor baru diambil darahnya.
Tepat di samping pintu masuk ruang itu, ada semacam panel digital yang menunjukkan nomor. Bersamaan dengan orang yang keluar dari ruangan tersebut, nomor di panel itu juga berganti diiringi dengan panggilan lewat speaker.
Seperti di Unit Transfusi Darah PMI, semua calon donor harus lebih dulu mengisi formulir dan mengukur tekanan darahnya. Setelah itu, baru mereka mengambil nomor urut untuk memberikan darahnya. Mereka yang pernah mendonorkan darahnya di situ atau di unit mana pun di Thailand tinggal mengambil nomor antrean dan bisa langsung menuju ruang pengambilan darah di lantai 2.
Bedanya dari di Indonesia, jumlah donor di Bangkok sangat banyak. Baik yang sudah berstatus donor tetap maupun yang baru. Begitu banyaknya orang yang ingin mendonorkan darah, terutama pada bulan ulang tahun raja dan ratu Thailand, Palang Merah Thailand di Bangkok merasa perlu menyediakan banyak sukarelawan.
Para sukarelawan itu umumnya adalah ibu rumah tangga. Yang terbanyak sudah berusia lebih dari 50 tahun. Mereka mengenakan seragam berwarna khaki dengan badge sukarelawan PMT.
Meski tidak digaji, para sukarelawan betah menjalankan tugasnya yang nyaris setiap hari "terutama pada hari-hari besar seperti ulang tahun raja dan ratu" itu hingga 22 tahun. Contohnya, Surirat Titapinatanakul, 65, yang sudah menjadi relawan selama 22 tahun dan Arphone Bosuwon, 85, yang "baru" menjadi relawan selama 10 tahun.
"Kami menjadi volunteer setelah tidak lagi bekerja," ungkap dua ibu itu secara terpisah sambil membantu para calon donor mengisi formulir.
"Selama rangkaian peringatan hari ulang tahun raja atau ratu, kami bisa mendapatkan sekitar 2.000 kantong darah per hari. Pada puncaknya, kami pernah mencapai 3.000 kantong per hari," jelas Deputi Direktur PMT Tasanee Sakuldamrongpanich yang menemani kami berkeliling NBC.
Jumlah donor sebanyak itu, tambah Tasanee, hanya didapat di NBC yang saya kunjungi itu saja. Padahal, Palang Merah Thailand memiliki 12 blood centers yang tersebar di seluruh negeri itu.
Ditanya tentang perolehan darah dari center-center di daerah, Tasanee mengatakan, "Kami bisa mengumpulkan hingga 2 juta bags per tahun."
Itu jumlah yang luar biasa. Sebab, berarti jumlah donor aktif di negeri berpenduduk 77 juta tersebut mencapai 3,5 persen jumlah penduduk. Rasio itu sangat mendekati ketentuan ideal yang ditetapkan WHO, yakni 5 persen jumlah penduduk. Jepang dan negara-negara maju seperti AS sudah bisa mencapai angka tersebut. Indonesia masih jauh dari angka itu.
"Kami berharap bisa mencapai target 5 persen itu dalam 3"5 tahun mendatang," tegas Tasanee optimistis. (*/bersambung)
Sejak meninggalkan Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, saya tidak punya bayangan yang lebih baik tentang Palang Merah Thailand (PMT), kecuali bahwa itu adalah sebuah bangunan tempat orang mendonorkan darah. Tidak terlalu berbeda dari Palang Merah Indonesia (PMI).
Saya pun tidak berusaha mencari gambaran tentang lembaga itu kepada Direktur dan Komisaris PT Frismed Hoslab Indonesia, Fredho Halim dan dr Sutrisno Slamet, yang mengajak saya berkunjung ke Palang Merah Thailand baru-baru ini. Frismed adalah perusahaan yang bergerak di bidang penjualan kantong darah dan mesin-mesin "pengolah" darah.
Saya juga tidak berusaha meminta gambaran tentang apa dan bagaimana PMT itu kepada dua anggota Rotary Club (RC) Surabaya yang pergi bersama saya. Mereka adalah Joshie Halim dan Yunus Soebandi dari RC Surabaya Jembatan Merah. Rotary Club yang satu ini sudah menyumbangkan bantuan ke beberapa unit transfusi darah (UTD) PMI di beberapa daerah di Indonesia.
Di antaranya, 9 blood refrigerator (kulkas khusus darah) dan 3 kulkas untuk reagent (cairan untuk mengetes darah). Padahal, harga satu unit kulkas darah mencapai Rp 100 juta dan kulkas reagent sekitar Rp 50 juta.
Selain kulkas darah, RC menyumbangkan satu unit blood cross match (untuk memeriksa darah sesuai golongannya secara lebih detail sebelum diserahkan kepada pasien) seharga Rp 200 juta serta bio safety cabinet untuk menyamakan darah yang akan diberikan dengan contoh darah pasien. Itu penting agar darah tidak tertukar.
Rotary Club yang baru mendapat penghargaan tingkat dunia dari Rotary Club International itu juga menyumbangkan dua blood centrifuge (alat untuk memisahkan komponen-komponen dalam whole blood) isi 12 bags dan empat lainnya yang berisi 4 bags. Itu adalah mesin pemisah trombosit dari whole blood (darah yang komponen-komponennya masih utuh). Whole blood itulah yang ditarik petugas PMI dari tubuh kita saat mendonorkan darah.
Satu di antara dua centrifuge tersebut didapat Rotary Club Surabaya Jembatan Merah dari hasil kerja samanya dengan Konsulat Jenderal Jepang di Surabaya. Harga mesin itu yang berisi 4 bags mencapai Rp 360 juta per buah dan yang berisi 12 bags Rp 850 juta per buah.
Selain nama-nama tersebut, ikut pula bersama saya Tris Surya, sekretaris PMI Kota Malang, dan Alexander dari perusahaan forwarding Hindria Indah Surabaya.
Malu bertanya tercengang di jalan. Itulah saya saat tiba di depan gedung National Blood Center (NBC), Palang Merah Thailand, di Henry Dunant Road, Bangkok. Tempat itu adalah pusat pengambilan dan pengolahan darah PMT. Henry Dunant adalah pendiri Palang Merah Sedunia.
Sama sekali tidak terbayang oleh saya, untuk urusan yang satu ini saja, lembaga tersebut memiliki gedung yang tidak kalah megah dari gedung Graha Pena Surabaya, kantor saya, meski tingginya hanya 10 lantai. Halaman gedung itu sangat luas.
Palang Merah Thailand memiliki beberapa unit. Semua unit tersebut ditempatkan di satu area yang sangat luas, di Henry Dunant Road itu. Jadi, di depan gedung NBC tersebut ada gedung riset, gedung pembuat serum penangkal bisa ular, gedung pembuat vaksin, serta semacam apartemen bagi beberapa staf Palang Merah Thailand.
Gedung NBC merupakan bangunan termegah dan paling anyar di area tersebut. Letaknya paling belakang. Yang berada paling depan tetap gedung NBC yang lama, yang dibangun pada 1950-an. Palang Merah Thailand didirikan pada 1953, sama dengan Palang Merah Indonesia.
Ketika tiba di lobi gedung NBC, kami "disambut" foto raja Thailand, Bhumibol Aduljadej dalam ukuran cukup besar. Di bawah foto itu, ada meja bertaplak putih dengan hiasan bunga kuning khas Thailand. Di atasnya ada semacam buku tamu. Di depan meja itu, terdapat dua kursi kayu.
Di depan foto tersebut, semua orang "kecuali orang asing" langsung menghormat dengan cara merendahkan tubuhnya sambil menundukkan kepala. Setelah itu, baru mereka melangkah ke meja itu untuk menuliskan nama dan ucapan selamat atau doa kepada raja yang Desember lalu berulang tahun ke-85.
Foto itu dipasang di lobi PMT selama lebih dari sebulan. Tujuannya, memberikan kesempatan kepada rakyat Thailand untuk menyampaikan ucapan selamat ulang tahun kepada raja mereka.
Apakah orang asing tidak boleh mengisi buku itu? Pasti boleh. Hanya, ketika duduk di situ dan membuka buku tamu tersebut lembar demi lembar, saya tidak melihat ada tulisan berhuruf Latin. Semua ditulis dalam huruf Thai yang mirip huruf Sansekerta dan huruf Jawa. Karena itu, saya berasumsi, yang mengisi buku itu adalah masyarakat Thailand sendiri.
Buku ucapan yang diletakkan di meja tersebut memang hanya satu, tapi selalu diganti setiap isinya penuh.
Di balik meja tamu itu, banyak kursi berderet. Persis di sebuah poliklinik di rumah sakit. Kursi-kursi tersebut ditata rapi, menghadap ke arah yang sama. Yakni, pintu empat ruangan kecil di depannya yang merupakan ruangan untuk pemeriksaan awal sebelum donor baru diambil darahnya.
Tepat di samping pintu masuk ruang itu, ada semacam panel digital yang menunjukkan nomor. Bersamaan dengan orang yang keluar dari ruangan tersebut, nomor di panel itu juga berganti diiringi dengan panggilan lewat speaker.
Seperti di Unit Transfusi Darah PMI, semua calon donor harus lebih dulu mengisi formulir dan mengukur tekanan darahnya. Setelah itu, baru mereka mengambil nomor urut untuk memberikan darahnya. Mereka yang pernah mendonorkan darahnya di situ atau di unit mana pun di Thailand tinggal mengambil nomor antrean dan bisa langsung menuju ruang pengambilan darah di lantai 2.
Bedanya dari di Indonesia, jumlah donor di Bangkok sangat banyak. Baik yang sudah berstatus donor tetap maupun yang baru. Begitu banyaknya orang yang ingin mendonorkan darah, terutama pada bulan ulang tahun raja dan ratu Thailand, Palang Merah Thailand di Bangkok merasa perlu menyediakan banyak sukarelawan.
Para sukarelawan itu umumnya adalah ibu rumah tangga. Yang terbanyak sudah berusia lebih dari 50 tahun. Mereka mengenakan seragam berwarna khaki dengan badge sukarelawan PMT.
Meski tidak digaji, para sukarelawan betah menjalankan tugasnya yang nyaris setiap hari "terutama pada hari-hari besar seperti ulang tahun raja dan ratu" itu hingga 22 tahun. Contohnya, Surirat Titapinatanakul, 65, yang sudah menjadi relawan selama 22 tahun dan Arphone Bosuwon, 85, yang "baru" menjadi relawan selama 10 tahun.
"Kami menjadi volunteer setelah tidak lagi bekerja," ungkap dua ibu itu secara terpisah sambil membantu para calon donor mengisi formulir.
"Selama rangkaian peringatan hari ulang tahun raja atau ratu, kami bisa mendapatkan sekitar 2.000 kantong darah per hari. Pada puncaknya, kami pernah mencapai 3.000 kantong per hari," jelas Deputi Direktur PMT Tasanee Sakuldamrongpanich yang menemani kami berkeliling NBC.
Jumlah donor sebanyak itu, tambah Tasanee, hanya didapat di NBC yang saya kunjungi itu saja. Padahal, Palang Merah Thailand memiliki 12 blood centers yang tersebar di seluruh negeri itu.
Ditanya tentang perolehan darah dari center-center di daerah, Tasanee mengatakan, "Kami bisa mengumpulkan hingga 2 juta bags per tahun."
Itu jumlah yang luar biasa. Sebab, berarti jumlah donor aktif di negeri berpenduduk 77 juta tersebut mencapai 3,5 persen jumlah penduduk. Rasio itu sangat mendekati ketentuan ideal yang ditetapkan WHO, yakni 5 persen jumlah penduduk. Jepang dan negara-negara maju seperti AS sudah bisa mencapai angka tersebut. Indonesia masih jauh dari angka itu.
"Kami berharap bisa mencapai target 5 persen itu dalam 3"5 tahun mendatang," tegas Tasanee optimistis. (*/bersambung)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Srikandi, Sesepuh Komunitas Pasangan Kawin Campur di Indonesia
Redaktur : Tim Redaksi