jpnn.com - JAKARTA - Kuota BBM bersubsidi yang ditetapkan untuk 2014 diprediksi kembali jebol. Hal tersebut disebabkan konsumsi BBM terus meningkat seiring riuhnya kondisi politik tahun depan. Padahal, pagu volume BBM bersubsidi masih di angka 48 juta kiloliter (kl) atau sama dengan kuota tahun ini.
Vice President Corporate Communication PT Pertamina Ali Mundakir mengatakan, konsumsi BBM tahun depan bakal tumbuh tujuh persen. Menurut dia, itu sesuai dengan tren pertumbuhan selama beberapa tahun terakhir yang tak terganggu kondisi politik.
BACA JUGA: DPR Ambangkan Permintaan LPS untuk Suntik Bank Mutiara
"Sebetulnya, ada pemilu atau tidak pertumbuhan ekonomilah yang memicu konsumsi energi. Data kami menunjukkan kenaikannya tujuh persen per tahun," jelasnya di sela Pertamina Energi Outlook 2014 di Jakarta Senin (16/12).
Dengan kalkulasi yang ada, lanjut dia, konsumsi BBM diperkirakan bertambah 3 juta kl menjadi 51 juta kl. Pekiraan tersebut tak akan tertekan oleh situasi politik menjelang pemilihan umum. Bahkan, konsumsi tersebut punya kemungkinan melebihi tren kenaikan tujuh persen.
BACA JUGA: Dahlan Imbau Direksi KAI Tak Berprasangka Buruk
"Pemilu pasti berkaitan dengan aktivitas kampanye. Itu mungkin membuat konsumsi lebih tinggi lagi," jelasnya.
Karena itu, pihaknya berusaha menindaklanjuti pengendalian konsumsi BBM yang menjadi instruksi pemerintah. Salah satu upayanya adalah konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG). "Kami sudah membagikan konverter gratis angkutan umum. Itu mungkin bisa mengurangi konsumsi. Kalau RFID (Radio Frequency Identification) hanya merekam pemakaian, belum untuk pembatasan," imbuhnya.
BACA JUGA: Dahlan Iskan tak Bantah akan Pecat Direksi BKI
Direktur Hulu Pertamina Muhammad Husein menambahkan, pengendalian konsumsi BBM memang diperlukan. Sebab, ketahanan energi dinilai menjadi faktor penentu keberlangsungan negara. Salah satu caranya dengan mengembangkan sumber energi baru dan terbarukan (EBT) sebagai pengganti BBM. Sumber EBT itu, yang paling berpotensi di antaranya geothermal (panas bumi).
"Lima sampai sepuluh tahun ke lagi, kita tidak memiliki lagi produksi minyak yang besar. Sedangkan potensi energi panas bumi Indonesia ada sekitar tiga juta barel oil ekuivalen. Tapi baru dimanfaatkan empat persen. Kami hanya butuh kebijakan untuk memproduksinya," jelasnya.
Pertamina sebagai BUMN berkomitmen mengembangkan panas bumi. Soal kesiapan teknologi dalam mengeksplorasi panas bumi, Pertamina mengaku sudah matang.
Meski begitu, pihaknya masih butuh dukungan dari pemerintah berupa regulasi yang mendukung. "Sebab, panas bumi untungnya sedikit, masih lebih banyak migas. Karena itu, harus didukung kebijakan," ungkapnya.(bil/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Stroke, Dirops Merpati Minta Diganti
Redaktur : Tim Redaksi