jpnn.com, JEMBER - SDN Tegalwaru 4 di Jember benar-benar kekurangan guru. Hanya ada dua guru, yaitu guru olahraga dan sang kepala sekolah, Tri Hastuti.
Maklum, sejak awal masuk sekolah, guru yang mengajarnya hanya satu orang.
BACA JUGA: Miris, Satu Sekolah Hanya Punya Dua Guru
Apalagi, saat Jawa Pos Radar Jember datang ke sekolah itu kemarin (8/1), hanya ada Tri Hastuti yang sedang mengajar untuk semua kelas. Yakni enam kelas sekaligus. Sebenarnya Tri tidak sendirian bertugas di SD tersebut.
Masih ada guru olahraga Hasanudin. Namun, kemarin dia sakit. Praktis, tinggal Tri yang bekerja keras sendirian. Tentu kenyataan dan pertanyaan murid itu sangat mengganjal di hati.
BACA JUGA: Kelas Dekat Kandang Sapi, Siswa Terpaksa Belajar di Parkiran
Tak hanya terlontar dari Jamilatus Sholihah, siswa lain bertanya hal yang sama karena gurunya sangat minim. Apalagi, guru-guru yang lain sudah dimutasi ke beberapa sekolah.
Pagi kemarin Tri sedang berada di ruang guru bersama para siswa. Pada jam istirahat, para murid menghibur gurunya yang sendirian.
BACA JUGA: Dispendik Rehab 102 Sekolah yang Rusak
Maklum, siang itu Tri merupakan satu-satunya guru sekaligus kepala sekolah.
Sekolah di Jalan Sidomukti, Mayang, tersebut hanya memiliki tiga ruang kelas. Rombongan belajar kelas I, II, dan III dijadikan satu kelas.
Kelas IV dan V harus join kelas berdua. Hanya kelas VI yang memiliki ruang kelas sendiri.
Bukan hanya komposisi, kondisi kelasnya pun terlihat sangat memprihatinkan. Pintu kelas dan kusen jendela sudah mulai rapuh.
Ruang kelasnya tak berplafon. Beberapa tembok yang jebol pun disiasati dengan ditempel berbagai kertas pengetahuan seperti gambar matahari, peta, dan pahlawan.
"Saya di sini sebagai kepala sekolah, guru, wali kelas, penjaga, macam-macam yang dikerjakan," ucap Tri membuka pembicaraan.
Pekan ini Tri mengaku harus berjuang sendirian karena Hasanudin sejak Senin lalu sakit. Tak bisa dibayangkan bagaimana kerepotan Tri mengajar siswa sebanyak enam kelas.
Tri harus mengajar semua siswanya yang berjumlah 38 orang, mulai kelas I hingga kelas VI.
Dia pun terpaksa melakukan siasat agar kegiatan belajar-mengajar (KBM) di enam kelas itu bisa efektif.
Caranya, pertama Tri masuk di ruang kelas I, II, dan III yang dijadikan satu. Ketika pelajaran dimulai, dia meminta kelas I membaca buku.
Setelah membaca, dilanjutkan baris berikutnya yang merupakan kelas II. Baru kemudian mengurus kelas III.
"Saya ngajarnya bergiliran dalam satu waktu," ucapnya.
Selesai mengajar kelas I, II, dan III serta dirasa sudah tertib, Tri pindah ke kelas IV, V, dan VI. Memang ada dua kelas, tapi Tri pun memilih mengajar sekaligus.
Caranya, dia mengawasi dua kelas secara langsung dengan duduk di pintu tengah agar bisa melihat aktivitas dua kelas sekaligus.
Perempuan kelahiran Pacitan, 14 Februari 1965, itu menjadi kepala SDN Tegalwaru sejak Juli 2015.
Awalnya dia tidak sendiri, bahkan bisa dikatakan gurunya lengkap. Ada delapan guru, hanya kurang satu guru kelas agama. "Idealnya satu SD itu sembilan guru," tuturnya.
Namun, seiring perjalanan waktu, ada yang purnatugas satu orang. Kemudian kena mutasi satu orang.
Lalu, guru tidak tetap (GTT) dimutasi sesuai domisili sekitar Juli lalu. Setelah itu SDN Tegalwaru mendapatkan ganti empat guru.
GTT yang pindah diganti dengan GTT lain dari Balung, Wuluhan Jenggawah, dan Ajung pada September 2018.
"Namun hanya bertahan sebentar, sekitar 1,5 bulan," ucapnya. (gus/ram/c9/diq/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Percepat Pendataan Sekolah, Guru, dan Siswa Sulteng
Redaktur & Reporter : Natalia