Kurangi Subsidi BBM untuk Genjot Pembangunan Infrastruktur

Rabu, 12 November 2014 – 23:12 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Komisi VII DPR yang membidangi energi tak akan memersoalkan rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak. Syaratnya, kebijakan menaikkan BBM dibarengi dengan pengalihan subsidi yang benar-benar untuk program pro-rakyat.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Satya W Yudha menanggapi rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Menurutnya, saat ini terdapat 1,2 juta penduduk miskin dan hampir miskin di  Indonesia.

BACA JUGA: JK: Penjualan Bank Mutiara Bukti Ada Kerugian Negara

Karenanya, pemerintah wajib mengaja daya beli masyarakat jika kelak subsidi dialihkan dan harga BBM dinaikkan. "Kita dipilih oleh rakyat dan harus memastikan kebijakan itu menguntungkan rakyat," kata Satya di Jakarta, Rabu (12/11)

Sedangkan pengamat ekonomi dari Universitas Andalas, Elfindri mengatakan, sebaiknya subsidi BBM dialihkan ke pembangunan infrastruktur di Indonesia.  "Artinya infrastruktur bisa dibangun dibiayai dengan perubahan kompensasi," katanya.

BACA JUGA: JK Minta Pengusaha AS Taati Aturan di Indonesia

Guru besar ilmu ekonomi di Unand itu mengaku pernah mengusulkan kepada pemerintah pada 2011 agar subsidi BBM dikurangi secara bertahap. Selanjutnya, subsidi dialihkan ke pembangunan infrastruktur .

Menurutnya, selama ini subsidi BBM memang banyak tidak tepat sasaran. “Dibakar di jalan begitu saja. Tak ada manfaat positif buat rakyat. Penikmat BBM bersubsidi 70 persennya adalah masyarakat kategori mampu secara ekonomi,” tambahnya.

BACA JUGA: Setahun, Indonesia Produksi 1,2 Juta Unit Kendaraan

Sebelumnya,  Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengungkapkan bahwa pihaknya menyarankan pemerintah segera mengurangi subsidi BBM sebagai upaya untuk membenahi kondisi fundamental ekonomi ke depan. "Di satu sisi ada defisit ekspor impor barang jasa, artinya impor barang dan jasa Indonesia lebih besar daripada ekspor barang dan jasa. Artinya devisa yang keluar lebih besar daripada devisa yang masuk," ujarnya di sela kunjungan ke redaksi Jawa Pos, Kamis (23/10).

Mirza mengungkapkan bahwa perlunya mencermati risiko capital outflow yang akan terjadi. "Padahal kita tidak bisa berasumsi dana dari luar akan datang terus menerus. Itu semua harus diusahakan," ujarnya.

Salah satu penyebab defisit adalah besarnya impor BBM yang telah berlangsung. Per bulannya tercatat terjadi impor BBM hingga USD 4 miliar.

"Itu kan jumlah yang sangat besar. Dan itu kan menggunakan devisa kalau ekspor nasional sedang melemah karena harga batu bara, sawit, dan karet turun, ya tentunya akan baik kalau impor BBM turun, salah satu caranya memang harus ada penyesuaian harga BBM," jelas dia.(jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... HKTI Dorong Pembentukan Bank Khusus Petani


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler