Agar higienis, pelanggan menaruh sendiri botol berisi ASI ke cooler box tanpa disentuh petugas. Kendalanya, para kurir kerap diinterogasi satpam gedung tempat pelanggan bekerja.
SEKARING RATRI A, Jakarta
DARI ketiga putrinya, Fikri Naufal melihat putri bungsunya jauh lebih aktif. Badannya juga sekel, sedangkan kedua kakaknya agak kurus. "Anak saya yang pertama dan kedua itu giginya gigis (caries), tapi yang" ketiga bagus.
Si kecil juga sehat. Berbeda sama kedua kakaknya yang kadang harus ke dokter karena sakit," kata pria 34 tahun yang beristrikan Evi Kurniati tersebut sembari menunjukkan foto putri-putrinya.
Kunci perbedaan itu diyakini Fikri dan Evi ada pada durasi ketiganya mengonsumsi air susu ibu (ASI). Anak pertama dan kedua hanya tiga bulan menikmati ASI. Sedangkan si bungsu tuwuk menikmatinya setahun setelah sang bapak menemukan solusi yang tepat, yang kemudian tumbuh menjadi bisnis langka dan satu-satunya di Indonesia hingga kini: jasa kurir ASI.
Sebelum menemukan solusi yang lantas menjadi ide bisnis itu, Fikri kerap merasa bersalah kepada anak pertama dan keduanya. Sebab, dia semakin sadar betapa pentingnya ASI bagi tumbuh kembang buah hati.
Mereka tak bisa lama menikmati ASI karena sang ibu sudah harus masuk bekerja. Jarak yang jauh dari kantor ke rumah, belum lagi faktor kemacetan Jakarta, membuat Evi tak mungkin bolak-balik untuk menyusui sang anak.
"Memang istri saya menyimpan stok dalam botol yang ditaruh di lemari pendingin. Tapi, itu hanya cukup 10 jam. Akhirnya untuk menutupi kekurangan, kami tambal pakai susu formula," katanya ketika ditemui di kantornya di kawasan Pondok Indah, Jakarta.
Karena itulah, ketika istrinya melahirkan anak ketiga, dia tidak mau mengulangi "kesalahan". Dia memanfaatkan tenaga kurir dari bisnis kurir dan kargo yang didirikannya pada 2005. Si kurir datang setiap jam istirahat kantor Evi dan lantas membawa botol berisi ASI ke rumah.
Dari keberhasilan eksperimen tersebut, Fikri pun terpikir untuk berbagi dengan menawarkan jasa kurir ASI kepada kawan-kawan dan kenalan dekat yang istrinya bekerja, tapi punya kewajiban menyusui. Hanya bermodal awal promosi dari mulut ke mulut, tak disangka respons yang diterima ternyata luar biasa.
Karena mendapat dukungan yang bagus, Fikri pun tak ragu lagi memulai bisnis kurir ASI-nya. Tepat pada Januari 2011, Fikri resmi membuka bisnis dengan nama Kurir ASI.
Promosi dia gencarkan dengan membikin iklan dan logo yang disebarkan lewat sejumlah situs jejaring sosial, seperti Twitter, Facebook, serta milis-milis tentang ASI. Selain itu, dia rutin menyebarkan selebaran di kantor-kantor. Dia bergabung pula dengan AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia).
"Saya melihat peluang dan pangsa pasar bagus. Motonya, setiap tetes ASI yang kami kirim sangat berarti untuk generasi bangsa," ujarnya.
Hasilnya, dalam waktu sekitar setahun setengah, pelanggannya sudah mencapai ratusan. Padahal, yang dilayani baru wilayah Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Tangerang-Depok -Bekasi).
Sebenarnya jumlah pelanggan bisa lebih dari itu. Tapi, karena ketepatan waktu pengiriman teramat penting, Fikri membatasi jumlah pelanggan. Dalam sehari, setiap kurir maksimal melayani tiga pengiriman dengan waktu pengiriman pukul 12.00 sampai pukul 15.00.
Tarifnya Rp 30 ribu " Rp 45 ribu sekali antar, bergantung pada jarak dan kondisi lalu lintas. Kalau berlangganan, sebulan Rp 500 ribu. Botol berisi ASI itu bisa diantar dalam waktu 30"45 menit.
"Kami nggak berani ambil banyak-banyak karena khawatir kewalahan. ASI kan makanan bayi. Kalau kelamaan ngantarnya, kasihan dong," ujarnya.
Itu pun para petugas Kurir ASI masih harus memperhitungkan berbagai kendala. Misalnya, kemacetan, cuaca buruk dan rumitnya birokrasi gedung tempat pelanggan bekerja. Para kurir kerap "diinterogasi" dulu saat akan mengambil botol berisi ASI.
"Jadi, banyak yang sering menanyakan, biasanya resepsionis gedung atau satpam. Kalau kurir saya bilang mau ambil ASI dari ibu A, misalnya, itu langsung ditanyain macem-macem. Akhirnya pelanggannya menemui kurirnya sendiri," ungkapnya.
Di awal-awal berdiri, Fikri juga kerap menghadapi kesangsian banyak orang akan faktor kehigienisannya. Menurut pria yang berulang tahun setiap 3 Mei tersebut, pihaknya sudah memberikan tas khusus (cooler bag) dengan lapisan bahan khusus untuk menjaga kualitas ASI.
Di tas tersebut terdapat ice gel yang mampu menahan dingin hingga empat jam. Tambahan lagi, terdapat wrapping untuk tutup botol ASI agar lebih steril.
"Yang terpenting, kurir kami sama sekali tidak memegang atau menyentuh botol ASI-nya. Sang ibu sendiri yang menaruh botol ASI tersebut di cooler bag. Kurir hanya mengambil cooler bag dan mengantarkannya kepada orang di rumah pelanggan," urainya.
Selain itu, para pelanggan kerap menanyakan apakah ada kemungkinan botol ASI tersebut tertukar dengan pelanggan lain. Fikri memastikan hal tersebut tidak akan terjadi. Sebab, terdapat identitas pelanggan pada setiap cooler bag.
Fikri juga tak sembarangan mempekerjakan petugas kurir. Dia kini total memiliki 10 petugas. Semuanya adalah pria yang sudah berkeluarga. "Kalau sudah berkeluarga, kan mereka pasti bisa ikut merasakan betapa pentingnya ASI untuk bayi," katanya.
Melihat tingginya respons masyarakat, Fikri pun berpikir untuk bekerja sama dengan pihak-pihak terkait. Misalnya, pemerintah dan perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Indonesia.
Bahkan, dia pernah mendatangi kedua pihak tersebut. "Tapi, saya belum tindak lanjuti lagi. Semoga segera ada tanggapan dari keduanya," katanya.
Ketertarikan justru diperlihatkan dunia luar. Setahun lalu, sebuah surat kabar dari Prancis mewawancarai dirinya. Mereka mengaku tertarik dengan bisnis yang dijalaninya. "Mereka heran karena di Indonesia ASI menjadi problem yang pelik. Sebab, di Prancis ternyata ibu hamil itu mendapat cuti dua tahun," ujarnya.
Selain surat kabar Prancis, bisnis Fikri pernah diliput oleh kantor berita Inggris Reuters sekitar enam bulan lalu. "Gara-gara diwawancara Reuters, artikel tentang kurir ASI ini nyebar di India, China, dan beberapa negara lainnya," imbuhnya bangga. (*/c2/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lia Miseri, Tukang Masak Langganan Para Dubes RI
Redaktur : Tim Redaksi