Kurs Rupiah Bukan Main, tetapi Deretan Negara Ini Lebih Parah

Senin, 25 Juli 2022 – 18:24 WIB
Bank Indonesia (BI) membandingkan depresiasi atau pelemahan kurs rupiah dengan berbagai negara tetangga. Ilustrasi/foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) membandingkan depresiasi atau pelemahan kurs rupiah dengan berbagai negara tetangga.

Kepala Grup Departemen Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Wira Kusuma menyatakan rupiah masih dalam kategori lebih baik dibandingkan mata uang negara-negara tetangga.

BACA JUGA: BI Sampaikan Update Aliran Modal Asing hingga Kurs Rupiah

“Kita relatif lebih baik dibandingkan negara-negara lain, sebagai contoh sampai di Juli ini, 20 Juli ini, secara point to point kita terdepresiasi 4,9 persen, negara seperti Malaysia 6,42 persen, India 7,05 persen, dan Thailand 8,93 persen,” kata Wira dalam diskusi FMB9 yang disaksikan secara daring, di Jakarta, Senin (25/7).

Dia menilai ketidakpastian global di pasar uang masih tinggi. Hal itu enyebabkan aliran modal ke emerging market, termasuk Indonesia, menjadi tertahan. Namun, secara umum faktor sektor eksternal yang digambarkan oleh neraca pembayaran Indonesia masih solid.

BACA JUGA: Kurs Rupiah Hari Ini Lumayan, Ada Titik Cerah

“Namun, karena portofolio terjadi capital outflow, maka itu menyebabkan tekanan terhadap nilai tukar,” ujar Wira.

Menurutnya, Indonesia masih perlu waspada terhadap inflasi yang hingga kini terus meningkat dengan posisi Juli tercatat sebesar 4,53 persen.

BACA JUGA: Dahsyatnya Isu The Fed, Lihat Tuh Kurs Rupiah Hari Ini

Inflasi tersebut, kata dia, pada umumnya disebabkan oleh cost push atau imported inflation dengan harga komoditas global yang meningkat.

"Di sisi lain, komponen-komponen inflasi yang lain seperti inflasi inti masih masih dalam sasaran," ungkap Wira.

Selain itu, adanya Exchange Rate Pass Through (ERPT) yang merupakan persentase perubahan harga domestik impor maupun ekspor akibat perubahan satu persen dalam kurs, turut membuat kurs rupiah makin melemah.

“Karena nilai tukar yang semakin terdepresiasi ini juga menyebabkan ERPT itu meningkat, menambah tekanan inflasi,” tutur dia.

Adapun nilai tukar rupiah pada 20 Juli terdepresiasi 0,6 persen (ptp) dibandingkan akhir Juni 2022, tetapi dengan volatilitas yang terjaga.

Wira menegaskan depresiasi tersebut sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global akibat pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif di berbagai negara.

Ke depan Bank Indonesia terus mencermati perkembangan pasokan valas dan memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah.

"Sesuai dengan kerja mekanisme pasar dan nilai fundamentalnya untuk mendukung upaya pengendalian inflasi dan stabilitas makroekonomi," tegas Wira. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler