jpnn.com - JAKARTA - Laju nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) kian semringah. Berbanding terbalik dengan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang dua hari ini melemah, nilai tukar rupiah justru menguat.
Pada penutupan kemarin (25/2), rupiah menguat ke level 11.620 per USD jika dibandingkan dengan 11.728 per USD pada penutupan sebelumnya (kurs tengah BI). Namun, di pasar spot sampai pukul 22.00 tadi malam, nilainya sedikit melemah ke level 11.676 per USD.
BACA JUGA: Polisi Sita 170 Ton Gula Pakistan
Analis PT Trust Securities Reza Priyambada mengatakan, penguatan rupiah mendapat dukungan dari laju poundsterling yang terapresiasi pasca merespons pernyataan Gubernur Bank of Euro (BoE) Mark Carney
BoE mendukung upaya pemulihan ekonomi Inggris dan laju nilai tukar euro yang menguat pasca dirilisnya data-data Jerman yang menunjukkan perbaikan. "Laju rupiah juga turut terapresiasi dari peningkatan bertahap capital inflow pada obligasi dalam negeri," ujarnya kemarin.
BACA JUGA: Indonesia-Rusia Sepakat Tingkatkan Kerjasama Ekonomi
Selain itu, menurut dia, meski tidak terlalu detail hasil yang dicapai dalam meeting negara-negara dalam G-20, terdapat indikasi upaya dan komitmen dari kelompok tersebut untuk meningkatkan pertumbuhan global. Kondisi itu turut berimbas positif pada laju rupiah. "Laju rupiah berhasil melampaui resistance 11.789," terusnya.
PT Valbury Asia Securities dalam risetnya kemarin memaparkan, pasar akan menyikapi hasil pertemuan G-20 karena muncul komitmen untuk mendorong aktivitas ekonomi global dengan menargetkan tambahan pertumbuhan 2 persen dalam lima tahun mendatang.
BACA JUGA: Kolaka Produksi Kakao 850 Ton per Tahun
Gubernur Bank Sentral AS dan menteri keuangan mengutarakan akan mengambil tindakan untuk meningkatkan investasi dan menciptakan puluhan juta lapangan pekerjaan.
Head of Research Valbury Asia Securities Alfiansyah menyatakan, G-20 sepertinya ingin menunjukkan optimisme akan outlook perekonomian dunia dan itu juga dapat memberi sinyal berakhirnya era kebijakan penghematan. Kelompok G-20 berfokus pada reformasi kebijakan yang dapat memacu perekonomian global dan mengakui bahwa kebijakan moneter perlu tetap akomodatif, terutama di negara maju.
Selain itu, pertemuan tersebut mendesak AS untuk meratifikasi reformasi voting di IMF sebelum pertemuan berikutnya pada April mendatang. Dari Eropa tersiar kabar Presiden Bank Sentral Eropa Mario Draghi mengatakan bahwa para pembuat kebijakan siap menambah stimulus jika outlook untuk mata uang memburuk meski saat ini tidak ada tanda-tanda mata uang zona euro deflasi.
Sementara itu, dari dalam negeri, Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, kemungkinan ekonomi Indonesia tumbuh 5,5 persen sampai 5,8 persen pada 2014. Anggaran untuk negara diasumsikan ekspansi 6 persen.
Sebelumnya, produk domestik bruto (GDP) pada 2013 tumbuh 5,8 persen. Pertumbuhan tersebut seiring pemilu yang akan dilaksanakan pada tahun ini dan melambat menyusul Gubernur Bank Sentral Indonesia Agus Martowrdojo memulai siklus pengetatan suku bunga paling agresif dalam delapan tahun terakhir atau sejak menempati posisi tersebut pada Mei 2013. (gen/c6/kim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wamen PU: Megaproyek Nasional Jangan Sampai Digarap Asing
Redaktur : Tim Redaksi