jpnn.com, JAKARTA - Guru besar dari Universitas Indonesia Prof Dr Haula Rosdiana MSi mengatakan kunci keberhasilan sistem perpajakan adalah pada sistem administrasinya.
Guru besar pertama bidang kebijakan perpajakan UI menegaskan, administrasi perpajakan sangat penting dalam urusan perpajakan.
BACA JUGA: Sudah Saatnya Dirjen Pajak Lepas dari Kemenkeu
"Administrasi perpajakan mengejawantahkan kebijakan perpajakan, sehingga kebijakan perpajakan yang baik tanpa didukung administrasi perpajakan yang baik, tidak akan berjalan seperti yang diharapkan," ujar Haula dalam keterangannya, Rabu (30/10)
Dijelaskan, administrasi perpajakanmenjadi kunci keberhasilan implementasi kebijakan perpajakan. Oleh karena itu sistem evidence-based tax policy menjadi suatu keniscayaan karena evidence berada di tataran meso dan mikro yang menjadi domain administrasi perpajakan.
BACA JUGA: PNS Mau Enaknya Saja, Ribuan Kendaraan Dinas Menunggak Pajak
Dengan demikian tidak cukup hanya menggunakan paradigma makro tanpa mempertimbangkan evidence yang terjadi di dunia implementasi-dunia nyata – di level meso dan mikro.
"Hal ini bisa menjelaskan mengapa beberapa kebijakan perpajakan di level makro mengalami implementation gap yang menyebabkan tujuan tidak terealisasi seperti yang diharapkan," terangnya.
Lebih lanjut dikatakan, untuk memastikan administrasi perpajakan berjalan dengan baik, efektif, dan efisien, maka dibutuhkan sosok kepemimpinan direktur jenderal pajak yang kuat.
Ditekankan bahwa sosok dirjen pajak masa depan haruslah komplet. Selain memahami kebijakan perpajakan, juga memiliki kapasitas yang mumpuni untuk membangun administrasi perpajakan yang handal, guna mewujudkan fungsi pelayanan, pengawasan, dan penegakan hukum yang berkepastian hukum, dan berkeadilan.
Fakta bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan SPT masih di kisaran 70 persen (kepatuhan formal) menunjukkan administrasi perpajakan belum seperti yang diharapkan.
Sementara itu sistem pemungutan self assessment pajak telah berjalan sejak 1984, yang mana dengan sistem ini maka kepada masyarakat diberikan kepercayaan untuk menghitung pajaknya sendiri.
"Tugas di depan mata dari administrasi perpajakan adalah bagaimana membuat masyarakat sadar dan peduli pajak, bagaimana mereka mudah mendaftar, paham menghitung, mudah membayar, dan merasakan pajak yang berkeadilan dan berkepastian hukum. Dengan demikian Dirjen Pajak periode berikut harus mampu mewujudkan kepatuhan pajak sukarela," papar Haula.
Menurut Haula, kinerja penerimaan pajak yang belum menggembirakan dalam 10 tahun terakhir adalah masalah struktural, sehingga harus dipecahkan secara menyeluruh baik dari sisi kebijakan perpajakan yang bersifat evidence-based, dan dari sisi administrasi perpajakan yang handal dengan dukungan kapasitas dan integritas SDM, efektivitas pembagian tugas dan fungsi, serta kemampuan sistem IT.
Wakil Direktur Institue for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listyanto mengatakan sosok yang menempati Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang baru harus dari kalangan profesional.
"Presiden mungkin bisa berkompromi menyerahkan kementerian tertentu dipegang politisi, tapi kalo soal pajak ini terlalu spekulatif jika diserahkan ke bukan yang ahli. Untuk itu perlu yang berasal dari kalangan profesional," ujar Eko secara terpisah.
Eko menambahkan dirjen pajak harus mempunyai terobosan dalam menggenjot penerimaan pajak serta membantu memenuhi target rasio pajak yang lebih tinggi.
"Kedua, figurnya harus dicari sosok yang memiliki karir di Kementerian Keuangan. Jangan sampai orang politik atau mantan anggota parpol."
Kemudian, calon Dirjen Pajak itu harus menguasai isu-isu pajak global seperti unicorn yang belum bisa ditarik pajaknya.
"Untuk masalah gender, tidak jadi persoalan. Dirjen pajak adalah kunci bagaimana bisa memenuhi mimpi besar pemerintah. Laki-laki atau perempuan bisa menjadi calon Dirjen Pajak Kemenkeu," kata dia lagi.
Intinya, kata Eko, harus dari kalangan profesional dan non partai, bebas kepentingan, dan bebas politik pencitraan.
Pengamat ekonomi Indef lainnya, Reza Hafiz mengatakan Dirjen Pajak yang baru harus orang paket lengkap.
Paket lengkap yang dimaksud memahami persoalan baik di tataran kebijakan maupun tataran teknis perpajakan.
"Periode lima tahun ke depan bisa dibilang periode pertaruhan bagi Direktorat Jenderal Pajak karena orientasi perpajakan saat ini tidak hanya penerimaan, tapi juga untuk mendorong daya saing. Nah, tugas ini memerlukan sosok yang paham kebijakan (insentif pajak) serta teknis perpajakan (SDM, sistem IT) yang mungkin menghambat iklim dunia usaha dan investasi," terang Reza.
Direktur Jenderal Pajak saat ini,Robert Pakpahan akan segera memasuki masa pensiun per 1 November 2019. Sejumlah nama kandidat kuat Dirjen Pajak telah bermunculan di media. Sebagian besar berasal dari Kementerian Keuangan sendiri. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad