jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah Kuwait menyatakan bahwa mereka akan selalu tetap teguh dalam solidaritasnya bersama rakyat Palestina, serta akan menjadikan persoalan konflik Israel dan Palestina sebagai salah satu fokusnya dalam hubungan internasional.
Kuasa Usaha Kedutaan Besar Negara Kuwait untuk Indonesia Abdullah Yateem Al-Fadhli menyatakan bahwa seluruh komponen bangsa Kuwait bersuara bulat mendukung perjuangan bangsa Palestina.
BACA JUGA: Drone Anyar Israel Dilengkapi Bom Senyap, Serangannya Tak Terdeteksi
“Baik pemerintah, pemimpin, maupun rakyat Kuwait tidak mengakui adanya institusi (negara) Zionis, dan tidak mengakui perampasan apa pun terhadap tanah Palestina,” kata Al-Fadhli dalam konferensi pers di Kedutaan Besar Kuwait di Jakarta, Rabu.
Al-Fadhli menyatakan bahwa permasalahan bangsa Palestina, yang merupakan bagian dan bangsa Arab, adalah masalah hak dan keadilan. Bangsa Palestina adalah pemilik asli tanah airnya dan berhak atas tanah tersebut walaupun Israel terus merongrong tanah Palestina, katanya.
BACA JUGA: Israel Sanggupi Permohonan Bantuan Turki dan Suriah, Amerika Menyusul
Ia menyatakan bahwa permasalahan Israel dan Palestina amat penting karena Masjid Al Aqsa, yang merupakan kiblat pertama umat Islam dan bagian dari sejarah agama, ada di daerah tersebut.
Selain itu, Al-Fadhli menyatakan bahwa pemerintah Kuwait tidak ambil pusing terhadap keputusan beberapa negara Arab yang memulihkan hubungan diplomatik dengan Israel beberapa tahun belakangan ini.
BACA JUGA: Serbu Kamp Pengungsi, Tentara Israel Bunuh 9 Warga Palestina
Seperti diketahui, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Maroko telah mengumumkan kesepakatan untuk menormalkan hubungan dengan Israel pada 2020.
Kemudian, Sudan dikabarkan akan menjadi negara Arab selanjutnya yang memulihkan hubungan dengan Israel, menyusul kunjungan Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen untuk menemui panglima angkatan bersenjata Jenderal Abdel Fattah al-Burhan pada awal bulan ini.
“Tiap negara punya hak dan kedaulatan sesuai dengan apa yang tiap negara miliki, dan kami tidak akan ikut campur dalam urusan negara lain,” tegas Al-Fadhli.
Langkah keempat negara tersebut menyusul Mesir yang telah menandatangani perjanjian damai dengan Israel pada 1979, dan Yordania yang mengambil langkah serupa pada 1994. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif