JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) harus mencermati dan mengawasi persidangan Rasyid Amrullah Rajasa di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Pasalnya dalam menangani kasus anak Hatta Rajasa tersebut, Kepolisian melakukan berbagai kejanggalan, pemberian keistimewaan dan tidak mengedepankan prinsip equality before the law (kesetaraan di depan hukum).
Selain itu, proses penangan kasus Rasyid Rajasa juga ekstra super kilat. Bayangkan, dalam waktu 11 hari Polisi melimpahkannya ke Kejaksaan dan dalam waktu 1,5 bulan kasusnya sudah diproses di pengadilan.
"Super cepat kilatnya penanganan terhadap kasus Rasyid Rajasa membuat kasus ini menjadi pemecah rekor dalam sejarah proses penegakan hukum di Indonesia," kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, Minggu (18/2).
Namun sayangnya, tindakan super cepat itu tidak dibarengi dengan kerja profesional yang sesuai dengaan SOP. Akibatnya ada empat hal yang diabaikan Kepolisian dalam Berita Acara Pemeriksaan Rasyid Rajasa.
"Tidak ada rekonstruksi, tidak ada tes alkohol, tidak ada penyidikan terhadap saksi kunci yakni pacar Rasyid untuk mengungkap apa yg terjadi pada Rasyid sebelum menabrak Luxio, dan tidak ada penyidikan di kafe tempat Rasyid bermalam tahun baru sebelum menabrak Luxio," ujar Neta.
Menurut Neta, sikap polisi mengabaikan keempat hal itu membuat BAP Rasyid Rajasa menjadi sangat lemah. Sehingga dikhawatirkan unsur-unsur pelemahan itu akan membuat Rasyid Rajasa hanya divonis bebas atau hukuman percobaan.
Itu sebabnya Neta mengatakan, pihaknya mengimbau KY dan MA mengawasi proses persidangan Rasyid Rajasa. Sehingga para hakim bisa bekerja profesional, independen dan mengedepankan prinsip-prinsip keadilan publik serta equality before the law.
Seperti diketahui, Jaksa mendakwa Rasyid Rajasa dengan dakwaan primer dan sekunder. Dalam dakwaan primer, jaksa menerangkan terdakwa pada hari Selasa (1/1) lalu pukul 05.45 WIB karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia.
"Bahwa perbuatan terdakwa diancam pidana dalam Pasal 310 ayat (4) Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan," kata Jaksa Emilwan Ridwan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jakarta, Kamis (14/2).
Pasal tersebut menjelaskan dalam hal kecelakaan mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dapat dipidan dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12 juta.
Sementara itu dalam dakwaan subsidair, jaksa menerangkan karena kelalaian terdakwa pada saat mengendarai kendaraan bermotor mengakibatkan kecelakaan.
"Karena kelalaian terdakwa mengakibatkan korban luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang," kata Jaksa Emilwan.
Atas perbuataannya itu, jaksa mendakwa terdakwa melanggar Pasal 310 ayat (2) dan (3) UU Nomor 22 tahun 2009.
Adapun ancaman hukuman dalam Pasal 310 ayat (2), adalah pidana penjara paling lama satu tahun dan/atau denda paling banyak dua juta rupiah. Sementara dalam Pasal 310 ayat (3), ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10 juta. (gil/boy/jpnn)
Selain itu, proses penangan kasus Rasyid Rajasa juga ekstra super kilat. Bayangkan, dalam waktu 11 hari Polisi melimpahkannya ke Kejaksaan dan dalam waktu 1,5 bulan kasusnya sudah diproses di pengadilan.
"Super cepat kilatnya penanganan terhadap kasus Rasyid Rajasa membuat kasus ini menjadi pemecah rekor dalam sejarah proses penegakan hukum di Indonesia," kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, Minggu (18/2).
Namun sayangnya, tindakan super cepat itu tidak dibarengi dengan kerja profesional yang sesuai dengaan SOP. Akibatnya ada empat hal yang diabaikan Kepolisian dalam Berita Acara Pemeriksaan Rasyid Rajasa.
"Tidak ada rekonstruksi, tidak ada tes alkohol, tidak ada penyidikan terhadap saksi kunci yakni pacar Rasyid untuk mengungkap apa yg terjadi pada Rasyid sebelum menabrak Luxio, dan tidak ada penyidikan di kafe tempat Rasyid bermalam tahun baru sebelum menabrak Luxio," ujar Neta.
Menurut Neta, sikap polisi mengabaikan keempat hal itu membuat BAP Rasyid Rajasa menjadi sangat lemah. Sehingga dikhawatirkan unsur-unsur pelemahan itu akan membuat Rasyid Rajasa hanya divonis bebas atau hukuman percobaan.
Itu sebabnya Neta mengatakan, pihaknya mengimbau KY dan MA mengawasi proses persidangan Rasyid Rajasa. Sehingga para hakim bisa bekerja profesional, independen dan mengedepankan prinsip-prinsip keadilan publik serta equality before the law.
Seperti diketahui, Jaksa mendakwa Rasyid Rajasa dengan dakwaan primer dan sekunder. Dalam dakwaan primer, jaksa menerangkan terdakwa pada hari Selasa (1/1) lalu pukul 05.45 WIB karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia.
"Bahwa perbuatan terdakwa diancam pidana dalam Pasal 310 ayat (4) Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan," kata Jaksa Emilwan Ridwan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jakarta, Kamis (14/2).
Pasal tersebut menjelaskan dalam hal kecelakaan mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dapat dipidan dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12 juta.
Sementara itu dalam dakwaan subsidair, jaksa menerangkan karena kelalaian terdakwa pada saat mengendarai kendaraan bermotor mengakibatkan kecelakaan.
"Karena kelalaian terdakwa mengakibatkan korban luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang," kata Jaksa Emilwan.
Atas perbuataannya itu, jaksa mendakwa terdakwa melanggar Pasal 310 ayat (2) dan (3) UU Nomor 22 tahun 2009.
Adapun ancaman hukuman dalam Pasal 310 ayat (2), adalah pidana penjara paling lama satu tahun dan/atau denda paling banyak dua juta rupiah. Sementara dalam Pasal 310 ayat (3), ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10 juta. (gil/boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polri Cuek Irjen Djoko Poligami
Redaktur : Tim Redaksi