SURABAYA - Komisi Yudisial (KY) menyatakan telah merumuskan gaji yang layak bagi para hakim yakni sebesar Rp 7 juta. Komisi telah merapatkan kenaikan gaji tersebut dengan kementrian keuangan termasuk institusi dimana para hakim muda itu bernaung, Mahkamah Agung (MA).
"Itu yang layak untuk hakim baru dengan masa kerja 0 tahun. Itu berlaku bagi hakim muda di seluruh Indonesia," kata Ketua Komisi Yudisial Prof Dr Eman Suparman, saat berdiskusi di Gedung Graha Pena Jawa Pos, kemarin. Selama ini, hakim baru mendapatkan gaji yang kecil yakni Rp 1,9 juta. Dalam rumusan KY, hakim yang bertugas di pelosok Indonesia akan mendapatkan tunjangan kemahalan.
KY juga merumuskan kenaikan gaji hakim tersebut berdasarkan tingkatannya. Misalnya, gaji ketua Pengadilan Negeri (PN), sejajar dengan gaji bupati. Selanjutnya, gaji ketua Pengadilan Tinggi (PT) juga setara dengan gaji gubernur. Sementara gaji ketua Mahkamah Agung (MA) setara dengan Presiden. Sementara pendapatan para hakim agung setara dengan para menterinya.
Namun, semua itu amat bergantung dari perhitungan kementrian keuangan itu sendiri. Pihaknya sudah menggelar beberapa kali rapat untuk mengerek gaji hakim tersebut. Namun hingga sekarang belum ada titik temu. Sebab menteri keuangan masih berupaya mencarikan anggaran yang tepat dalam APBN 2013 nanti. Sebab, kata Eman, pemerintah juga dipusingkan membengkaknya subsidi BBM.
Dalam rapat bersama pemerintah, Eman mengungkapkan, sebenarnya permintaan para hakim desakan para hakim untuk menaikkan gaji tersebut sedikit terlambat. Penyebabnya APBN Perubahan sudah telanjur diputuskan. Karena itu, para hakim muda tersebut akan menyimak betul pidato Presiden SBY, 16 Agustus kelak. "Sebab respons presiden akan terlihat di sana," ucapnya. Apabila belum ada respons bisa jadi mogok sidang para hakim muda tersebut menjadi kenyataan.
Eman mengungkapkan gaji para hakim karir tersebut juga lebih rendah dibandingkan dengan gaji para hakim ad hoc, Pengadilan Tipikor. Para hakim non karir tersebut selama ini mendapatkan deretan fasilitas dari pemerintah. "Kontrak rumah saja negara menganggarkan Rp 20 juta," katanya. Sementara hakim karir sama sekali tak mendapatkan apa-apa, kecuali gaji dan remunerasi yang masih 70 persen.
Selama ini, Eman juga mendengarkan langsung keluhan para hakim muda tersebut. Hakim Sunoto, yang selama ini getol mendesak kenaikan gaji tersebut bercerita ke Eman, bahwa selama ini, ia menempati rumah kontrakan senilai Rp 450 ribu per bulan. Dia tak sanggup mengontrak rumah yang lebih baik, karena gajinya yang ngepres. Baru beberapa saat ditempati, pihak yang perkaranya tengah ditangani mengontrak di samping rumahnya. Demi menjaga martabat, Sunoto pun berpindah tempat.
Eman mengungkapkan desakan kenaikan gaji para hakim tersebut sebenarnya harus dipahami sebagai seruan moral. Sebab posisinya sebagai hakim memungkinkan para hakim muda tersebut mendapatkan tambahan uang, misalnya mereima sogokan. " Mereka memilih tidak melakukan itu dan mendesak kenaikan gaji. Ini pesan yang baik sebenarnya," ucapnya. (git)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Cari Orang di Balik Miranda
Redaktur : Tim Redaksi