Fenomena cuaca ekstrim La Nina di kedua sisi Samudera Pasifik akan makin sering terjadi. Hal ini akan menyebabkan kejadian banjir di kawasan Asia Pasifik termasuk di Australia.
Sementara di sisi lain, La Nina akan menyebabkan kejadian kemarau berkepanjangan dan badai angin topan.
BACA JUGA: Penghargaan untuk Pangeran Philip Picu Kontroversi di Australia
Demikian terungkap dalam hasil penelitian yang dimuat dalam Jurnal Nature Climate Change, Selasa (27/1/2014).
Di Australia sendiri, La Nina yang menyebabkan banjir telah terjadi di Queensland tahun 2011 yang menyebabkan 38 orang tewas dan merusak 70 kota dengan kerugian 30 miliar dolar.
BACA JUGA: Inilah Sejumlah Hal yang Dibanggakan Warga Australia
Menurut Dr Wenju Cai yang menulis laporan itu, penelitian ini memprediksi La Nina akan terjadi setiap periode 13 tahun, lebih sering dibandingkan frekuensi kejadian sebelumnya, yaitu 23 tahun sekali.
BACA JUGA: Warga Indonesia di Melbourne tak Ketinggalan Dukung KPK
Saat La Nina terjadi, bagian timur Pasifik akan mengalami cuaca lebih dingin, sementara di sisi baratnya akan memicu lebih banyak hujan.
Menurut Cai, La Nina biasanya terjadi setelah fenomena cuaca ekstrim lainnya yang disebut El Nino.
Tim peneliti ini juga sebelumnya telah mempublikasikan hasil penelitian mereka mengenai El Nino, yang kesimpulannya menyebtutkan bahwa fenomena El Nino pun akan lebih sering terjadi.
Studi mengenai La Nina ini menyoroti kejadian dalam periode 200 tahun sejak 1900-2005 dan prakiraan 2006-2099 mendatang. Dalam periode pertama digunakan data historis sementara untuk periode kedua digunakan prakiraan emisi gas rumah kaca yang dikeluarkan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC).
Salah satu hasilnya menunjukkan bahwa 75 persen kemungkinan La Nina akan terjadi setelah terjadi El Nino.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Konser Penyelamatan Andrew Chan dan Myuran Sukumaran dari Eksekusi Mati Berlangsung di Sydney