Lady of Heaven

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Senin, 13 Juni 2022 – 17:49 WIB
Arsip - Mahasiswa Jamia Millia Islamia meneriakkan slogan-slogan menentang juru bicara partai Bharatiya Janata Party (BJP) Nupur Sharma dan pemimpin BJP Naveen Jindal dan menuntut penangkapan mereka atas komentar terhadap Nabi Muhammad, di kampus Jamia Millia Islamia di New Delhi, India, 10 Juni 2022. (ANTARA/Reuters/Anushree Fadnavis/as)

jpnn.com - Namanya Nupur Sharma, usia 37 tahun, pekerjaan politisi di India.

Namanya mendadak viral internasional gegara pernyataannya dianggap menghina Nabi Muhammad.

BACA JUGA: Berniat Bela Nabi Muhammad dengan Cara Brutal, Pemuda India Ditangkap Polisi

Sontak, warga muslim India melakukan protes dan demonstrasi menuntut Sharma ditangkap.

Menyusul kemudian negara-negara Islam di Asia dan Afrika menyatakan protes resmi terhadap pemerintah India.

BACA JUGA: India Kewalahan Gegara Politikus Partai Berkuasa Hina Nabi Muhammad

Indonesia juga memanggil duta besar India di Jakarta untuk menyampaikan protes resmi.

Sharma dinilai sebagai salah satu the rising star dalam politik India. Ia cerdas, berpenampilan menarik, dan tajam dalam berargumentasi.

BACA JUGA: Yan Cristian Arebo Angkat Bicara Soal Kontroversi Hari Integrasi Papua ke NKRI

karena itu, Sharma kemudian diangkat menjadi juru bicara Partai Bharatiya Janata (BJP), partai ultra-nasionalis terbesar India yang sekarang berkuasa.
Wajah Sharma selalu tampil di televisi nasional dalam berbagai debat.

Keberaniannya dalam berdebat membuat banyak lawan politiknya keder menghadapinya.
Akan tetapi, ketika membuat komentar mengenai Nabi Muhammad yang dianggap melecehkan dan menghina, Sharma dianggap melenceng terlalu jauh dan bisa membahayakan posisi partainya.

Demo meluas dan ratusan ribu netizen mengecamnya. Karena protes yang meluas ke seluruh dunia, BJP tidak mau mengambil risiko dan Sharma kemudian dipecat dari keanggotaan partai.

Akan tetapi, setelah resmi dipecat Sharma malah mendapat simpati yang cukup luas dari pendukungnya.

Muncul tagar ‘’Save Sharma’’ untuk mendukungnya supaya dikembalikan ke keangotaan partai. Muncul pula tagar ‘’Sharma Wanita Pemberani’’ yang memuji keberaniannya.

Akan tetapi, isu hubungan Islam-Hindu yang sangat sensitif di India membuat BJP berpikir pragmatis daripada harus menghadapi gelombang protes nasional dan internasional, yang bisa merugikan posisi India di mata komunitas Islam internasional.

Kontroversi lainnya minggu ini kembali muncul di India, Timur Tengah, dan beberapa negara Islam.
Sebuah film berjudul ‘’The Lady of Heaven’’, Wanita Surga, yang minggu ini dijadwalkan mulai tayang secara nasional di Inggris, diprotes dan diminta supaya ditarik karena dianggap melecehkan Islam.

Dalam kasus Sharma yang menjadi sasaran pelecehan ialah Nabi Muhammad.

Dalam film ini yang dianggap menjadi sasaran pelecehan adalah Siti Fatimah Az-Zahrah putri Nabi Muhammad.

Film itu berkisah mengenai kehidupan Siti Fatimah dari sudut pandang yang kontroversial sehingga berpotensi makin menimbulkan perpecahan di kalangan Islam antara penganut Sunni dan Syiah.

Dalam Bahasa Arab, film ini bertitel ‘’Sayyidah Al-Jannah’’ digarap oleh Sutradara Australia Eli King dan skenario ditulis oleh Yasser Al-Habib, seorang intelektual Kuwait yang berlatar belakang Syiah.

Dengan latar belakang itu, Al-Habib dianggap membelokkan sejarah Fatimah untuk kepentingan propaganda Syiah.

Film ini dibuka dengan kisah sekelompok teroris yang menguasai sejumlah wilayah di Irak.

Seorang anak kecil yang menjadi korban perang kehilangan ibunya yang dibunuh kelompok ISIS.

Untuk mengobati rasa sedih dan trauma, wanita tua yang merawat anak itu kemudian menceritakan kisah hidup Sayidah Fatimah.

Digambarkan bahwa Siti Fatimah juga mengalami hidup yang menderita karena merasakan juga kepedihan akibat kekerasan teror.

Kesedihan Siti Fatimah sepeninggalan Nabi Muhammad sedemikian mendalam sampai akhirnya Siti Fatimah meninggal dunia.

Penggalan pertama opening film ini sudah memicu kontroversi. Siti Fatimah disebut sebagai ‘’korban teror’’ yang dilakukan oleh para sahabat Nabi Muhammad.

Dalam salah satu versi digambarkan bahwa Fatimah mengalami keguguran karena tindak kekerasan salah satu sahabat Nabi Muhammad.

Sudut pandang yang bermusuhan terhadap sahabat Nabi Muhammad ini yang menjadi salah satu pemicu utama perpecahan Sunni dan Syiah.

Penganut Sunni sangat menghormati ‘’Khulafaur-Rasyidun’’ atau Empat Khalifah yang Mendapat Petunjuk, yaitu Abubakar, Umar, Ustman, dan Ali.

Kalangan Syiah menganggap di antara empat khalifah sahabat terdekat Nabi itu hanya Ali yang legitimate dan tiga lainnya tidak legitimate.

Sikap kalangan Syiah terhadap tiga khalifah itu sangat antagonistis dan bahkan banyak yang cenderung menghina.

Mereka dianggap telah membajak hak Ali untuk menjadi khalifah pengganti Nabi Muhammad.
Ali ialah sepupu Muhammad yang kemudian dinikahkan dengan Siti Fatimah, putri kesayangan Muhammad saw.

Kedekatan nasab ini dijadikan argumen oleh kalangan Syiah untuk mengklaim hak Ali sebagai penerus kepemimpinan Muhammad.

Ali dan Fatimah dianggap sebagai ‘’Ahlu al-Bait’’ atau keluarga besar yang mempunyai legitimasi untuk melanjutkan kepemimpinan Islam pasca-Muhammad.

Film ‘’Lady of Heaven’’ mengukuhkan pandangan khas Syiah itu terhadap Sunni.

Film ini menggambarkan kekerasan dan kekejaman kelompok ISIS (Negara Islam Irak dan Syam) dan kemudian secara flashback mengaitkan dengan kisah penderitaan hidup Fatimah.

Inilah yang menjadikan film ini diprotes keras karena menyamakan pemerintahan para Sahabat dengan kekuasaan ISIS masa kini.

Dari satu sisi, film ini menggambarkan kisah hidup Fatimah yang kaya akan nilai kemanusiaan, terutama keberaniaan dan pengorbanannya dalam melawan ketidakadilan.

Ketidakadilan ini oleh penulis skenario kemudian dimanifestasikan dalam bentuk politisasi agama dengan melakukan teror kekerasan dan pembunuhan sebagaimana yang dilakukan oleh ISIS.

Sindiran inilah yang membuat kalangan Sunni marah dan menganggap film ini sebagai propaganda Syiah melawan Sunni.

Film ini selesai produksi 2020 dan akan tayang 2021 yang lalu, tetapi tertunda. Baru sekarang film ini akan diedarkan. Namum, pemerintah Pakistan secara resmi melarang film ini diputar.

Di Inggris minggu ini demonstrasi terjadi di depan bioskop yang hendak memutar film sampai akhirnya film ini ditarik.

Di Mesir, ulama Al-Azhar mengeluarkan fatwa yang mengharamkan film ini ditonton.

Dewan Penasihat Al-Azhar menjelaskan keteguhan posisi Al-Azhar dalam melarang segala bentuk media yang berusaha menampilkan Nabi Muhammad, seluruh nabi, dan seluruh keluarga para nabi secara visual.

Dalam salah satu segmen, film ini menampilkan narasi yang berisi suara Nabi Muhammad SAW.
Hal ini dianggap bertentangan dengan pendapat Sunni yang tidak memperbolehkan penggambaran Nabi Muhammad secara visual dan audio-visual.

Penggambaran Nabi Muhammad dengan versi kartun oleh Majalah Chalie Hebdo Prancis, telah memantik demontrasi dan kekerasan yang berakibat pembunuhan terhadap pengelola majalah.
Sebelumnya, beberapa film yang menggambarkan nabi-nabi terdahulu juga dilarang.

Lembaga Sensor Mesir pernah melarang film The Passion of the Christ yang disutradarai oleh Mel Gibson untuk tayang layar lebar pada 2004.

Begitu juga dengan film Noah dan The Exodus: Gods and Kings yang rilis pada 2014. Film-film itu dilarang edar karena menggambarkan visual para nabi.

Secara resmi, The Lady of Heaven dilarang beredar di bioskop dan produsernya telah menarik dari peredaran.

Meski demikian, film itu diperkirakan akan tetap beredar dalam edisi internet dan akan ditonton oleh banyak orang yang penasaran oleh ceritanya.

Untuk mencegah bias sejarah, ada yang mengusulkan dibuat forum dialog untuk meluruskan fakta sejarah Islam supaya tidak terjadi pembelokan.

Kalau film ini bisa beredar di Indonesia, kontroversinya hampir dipastikan akan sangat luas.
Akhir-akhir ini perselisihan Sunni vs Syiah di Indonesia makin tajam dengan munculnya konten-konten pro dan anti-Syiah di media sosial.

Kelompok Syiah yang minoritas kemudian merapat ke PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) untuk mencari perlindungan politik.

Hal ini membuat sekalangan Islam Sunni Indonesia menganggap PDIP dan sayap sekular-liberal di partai itu melindungi kelompok Syiah.

Polarisasi Sunni-Syiah di Indonesia telah menjadi bagian dari polarisasi kelompok religius vs kelompok nasionalis sekuler yang sering disebut sebagai kadrun vs cebong.

Pada tahun politik seperti sekarang isu ‘’The Lady of Heaven’’ bisa menjadi pemicu kontroversi yang keras antar-kalangan yang beda kubu. (*)

 


Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler