JAKARTA - Anggota Komisi III DPR, Ahmad Yani mengatakan, kinerja polisi wanita (Polwan) tidak akan terganggu meskipun menggunakan jilbab saat bertugas. Beberapa pihak termasuk elemen Islam juga menyampaikan hal serupa.
"Semua orang Majelis Ulama Islam, Menteri agama, dan ahli pakaian sudah mengatakan tidak mengganggu," ujar Yani di Jakarta, Jumat (5/7).
Dia menerangkan, sejumlah negara juga memperbolehkan Polwan mengenakan jilbab saat berdinas. Sebab, meski berjilbab kinerja mereka tidak terganggu sedikitpun. "Buktinya di daerah Prancis, Australia dan Swedia tidak mengganggu," ucap Yani.
Karenanya, politikus PPP itu berharap Kapolri segera mengeluarkan kebijakan bahwa Polwan boleh berjilbab. Kalau bisa, kebijakan itu dikeluarkan pada saat bulan Ramadhan. "Semoga hikmah Ramadhan bisa tercerminkan dengan busana Polwan (berjilbab)," ujar Yani.
Dengan memperbolehkan Polwan mengenakan jilbab menurutnya, merupakan bukti Polri mengamalkan nilai ketaqwaan di bulan suci. "Saya kira bagian hidup nilai-nilai ketaqwaan dalam Ramadhan itu terimplementasi dengan kebijakan Polri semacam itu," kata Yani.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi III DPR, Almuzzammil Yusuf mengapresiasi langkah Mabes Polri karena menanggapi aspirasi masyarakat tentang Polwan berjilbab, dengan mengundang desainer pakaian muslimah.
"Saya mendapat informasi ada desainer pakaian muslimah yang diundang ke Mabes Polri untuk mempresentasikan desain jilbab," kata Muzzammil.
Dia menerangkan, masukan dari desainer dapat dijadikan pedoman peraturan Kapolri terkait seragam Polwan, khususnya bagi muslimah yang ingin mengenakan jilbab. "Ini membuktikan kepekaan para petinggi Polri terhadap aspirasi anggotanya dan masyarakat," ujarnya.
Politikus PKS itu berharap peraturan Kapolri soal Polwan berjilbab bisa diwujudkan menjelang Ramadhan. Karenanya, ia bersama perwakilan organisasi masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat, aktivis masjid, dan desainer pakaian muslimah berencana memberikan dukungan serta masukan langsung kepada Kapolri. "Rencananya pekan depan," pungkasnya. (gil/jpnn)
"Semua orang Majelis Ulama Islam, Menteri agama, dan ahli pakaian sudah mengatakan tidak mengganggu," ujar Yani di Jakarta, Jumat (5/7).
Dia menerangkan, sejumlah negara juga memperbolehkan Polwan mengenakan jilbab saat berdinas. Sebab, meski berjilbab kinerja mereka tidak terganggu sedikitpun. "Buktinya di daerah Prancis, Australia dan Swedia tidak mengganggu," ucap Yani.
Karenanya, politikus PPP itu berharap Kapolri segera mengeluarkan kebijakan bahwa Polwan boleh berjilbab. Kalau bisa, kebijakan itu dikeluarkan pada saat bulan Ramadhan. "Semoga hikmah Ramadhan bisa tercerminkan dengan busana Polwan (berjilbab)," ujar Yani.
Dengan memperbolehkan Polwan mengenakan jilbab menurutnya, merupakan bukti Polri mengamalkan nilai ketaqwaan di bulan suci. "Saya kira bagian hidup nilai-nilai ketaqwaan dalam Ramadhan itu terimplementasi dengan kebijakan Polri semacam itu," kata Yani.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi III DPR, Almuzzammil Yusuf mengapresiasi langkah Mabes Polri karena menanggapi aspirasi masyarakat tentang Polwan berjilbab, dengan mengundang desainer pakaian muslimah.
"Saya mendapat informasi ada desainer pakaian muslimah yang diundang ke Mabes Polri untuk mempresentasikan desain jilbab," kata Muzzammil.
Dia menerangkan, masukan dari desainer dapat dijadikan pedoman peraturan Kapolri terkait seragam Polwan, khususnya bagi muslimah yang ingin mengenakan jilbab. "Ini membuktikan kepekaan para petinggi Polri terhadap aspirasi anggotanya dan masyarakat," ujarnya.
Politikus PKS itu berharap peraturan Kapolri soal Polwan berjilbab bisa diwujudkan menjelang Ramadhan. Karenanya, ia bersama perwakilan organisasi masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat, aktivis masjid, dan desainer pakaian muslimah berencana memberikan dukungan serta masukan langsung kepada Kapolri. "Rencananya pekan depan," pungkasnya. (gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Benny Mamoto Dilaporkan Peras Pengusaha
Redaktur : Tim Redaksi