jpnn.com, JAKARTA - Harga energi yang sering melompat tinggi mendorong lahirnya program untuk merekayasa energi terbarukan. Sayangnya, hingga saat ini Program energi terbarukan tersebut dijadikan sarana bancakan oleh berbagai kepentingan, terutama drakula pemangsa anggaran negara.
Demikian disampaikan oleh Aktivis Petisi 28 Haris Rusly dalam siaran persnya, Kamis (25/5/2017).
BACA JUGA: Soal Densus Antikorupsi, Fadli: Masyarakat Masih Percaya KPK
"Salah satu program energi terbarukan yang saat ini masih menjadi bancakan adalah dana perkebunan yang diambil dari pungutan ekspor CPO dari pelaku usaha perkebunan sawit, termasuk pungutan kepada para petani sawit yang hidupnya saat ini mulai melarat," ujarnya.
Menurut Haris, dalam dua tahun terakhir, hampir 90 persen dana pungutan ekspor yang jumlahnya puluhan triliun tersebut diduga dirampok dengan menggunakan skema subsidi terhadap perusahaan industri biofuel.
BACA JUGA: Sebentar Lagi Jadi Terdakwa, Patrialis Puji Penyidik KPK
Tak hanya itu, diduga kuat terjadi penyalahgunaan terhadap Penggunaan dana BPDP tersebut, yang melibatkan sebelas perusahaan raksasa sawit di Indonesia yang membangun industri biofuel menggunakan bahan baku CPO.
"Namun, penyalahgunaan dana yang sangat merugikan petani sawit tersebut hingga kini tak diaudit oleh BPK," imbuhnya.
BACA JUGA: Hamdalah, Kondisi Novel Baswedan Membaik Pascaoperasi
Menurut Haris, akibat dari pungutan ekspor CPO yang dijadikan dana perkebunan sawit telah banyak merugikan para petani sawit yang berakibat pada beban pungutan ekspor CPO tersebut yang berdampak pada tidak optimalnya harga tandan buah segar sawit milik petani. Karena pabrik CPO membebani pungutan tersebut pada harga beli tandan buah segar kepada etani.
"KPK harus bergerak cepat meyelidiki penyelewengan dana pungutan perkebunan sawit yang dipungut dari ekspor CPO sebesar 50 US dollar per ton oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), yang jumlahnya puluhan Triliun," tegasnya.
Lebih jauh, Haris membeberkan, dana tersebut diduga diselewengkan untuk digunakan dalam skema subsidi Industri biodiesel. Dana subsidi biodiesel sendiri selama ini tak pernah dikontrol dan karena itu sangat rawan untuk diselewengkan, diantaranya yang sedang terjadi adalah mark up produksi biodiesel bodong.
Jika ditinjau dari segi per undang-undang, kata Haris, penggunaan dana pungutan usaha Perkebunan sawit bertentangan dengan UU Perkebunan Nomor 39 Tahun 2014. Padahal, dana pungutan tersebut seharusnya digunakan untuk kepentingan stakeholder perkebunan seperti program replanting kebun petani plasma dan petani mandiri serta pembangunan sarana dan prasarana untuk menunjang usaha perkebunan sawit.
"Hingga kini tidak ada sepeserpun yang dialokasikan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit untuk kepentingan dan tujuan yang digariskan oleh UU No 39 Tahun 2014 tentang Pengunaan Dana hasil pungutan ekspor CPO yang dikelola oleh BPDP Kelapa Sawit," ungkapnya.
"Sekali lagi KPK harus segera bongkar konspirasi busuk para drakula pemangsa uang rakyat yaitu konspirasi antara BPDP dengan 11 industri raksasa kelapa sawit yang menjalankan projek bodong biodiesel, yang selama dua tahun terakhir pasif tidak berproduksi, lantaran jatuh harga minyak dunia," pungkasnya.(*/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Periksa Anton Taufik Lagi untuk Kasus e-KTP
Redaktur : Tim Redaksi