JAKARTA - Bekas General Manager Procurement Merpati Nusantara Airlines (MNA) Tony Sudjiarto, menjadi orang kedua yang dibebaskan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Tony dianggap tidak bersalah dalam perkara sewa pesawat MNA yang tak dikirim oleh perusahaan Amerika Serikat, Thirdstone Aircarft Leasing Group (TALG).
Sebelumnya pada perisdangan perkara yang sama dalam sidang yang berbeda, majelis hakim juga membebaskan bekas Direktur Utama MNA, Hotasi Nababan. Sebenarnya dari sisi nomor registrasi perkara, Tony lebih duluan degan nomor PDS-34/Pid.B/TPK/2012/PN.JKT.PST. Hanya saja vonis Hotasi yang teregistrasi dengan nomor PDS-36/Pid.B/TPK/2012/PN.JKT.PST dibacakan lebih dulu oleh majelis.
Pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (19/2), majelis hakim yang dipimpin Pangeran Napitupulu, menyatakan bahwa Tony tidak terbukti secara sah melakukan korupsi bersama-sama dengan Hotasi, terkait proyek penyewaan dua unit Boeing 737-400 dan 737-500 pada akhir 2006. Menurut majelis, Tony telah melakukan pekerjaan sesuai tugasnya, termauk mengecek kondisi dan keadaan pesawat yang akan disewa.
Tony yang diperintahkan oleg Hotasi mengecek pesawat, memastikan dua unit Boeing yang akan disewa dari TALG itu memang ada. "Pesawatnya milik Lehman Brothers, agensinya East Dover Ltd. Pesawatnya ada di Ghuangzou dan Bandara Soekarno-Hatta Jakarta," ucap hakim anggota, Alexander Marwata.
Karena Tony sudah bekerja sesuai prosedur dan memberi masukan ke direksi sesuai temuan di lapangan, maka majelis menganggap tidak ada perbuatan nelawan hukum dalam perkara itu. Terkait pembayaran USD 1 juta dolar sebagai security deposit ke firma hukum Humme Associates yang akhirnya diselewengkan petinggi TALG, majelis menganggap hal itu bukan tanggung jawab Tony.
"Majelis tidak melihat adanya niat jahat terdakwa dalam perkara ini sehingga terdakwa harus dibebaskan dari segala dakwaan," ucap Pangeran.
Karenanya majelis menyatakan Tony dinyatakan bebas. "Menyatakan, terdakwa Tony Sudjiarto tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan primair dan subsidar. Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan," ucap Pangeran Napitupulu.
Sama dengan vonis atas Hotasi, anggota majelis, Hendra Yosfin juga menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion). Yosfin menganggap ada perbuatan melawan hukum dalam kasus itu.
Sebelumnya, JPU mengajukan tuntutan agar Tony dihukum empat tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Atas vonis itu, JPU Kejagung, J Manurung, mengaku pikir-pikir untuk menerima atau banding.
Sementara Tony maupun penasihat hukumnya langsung menerima putusan itu. "Sedari awal kami sudah yakin sudah diputus bebas," kata Jansen Sitindaon yang menjadi koordinator Tim Kuasa Hukum Tony.
Ia pun mengingatkan jaksa untuk menghormati putusan itu. Mengutip ketentuan pasal 244 KUHAP, Jansen menegaskan bahwa tidak ada upaya hukum lanjutan atas putusan bebas. Dengan sendirinya, lanjut Jansen, putusan itu langsung berkekuatan hukum tetap.
"Mau tidak mau penuntut umum harus menghormati ketentuan itu dengan tidak melakukan upaya hukum lanjutan. Suaru proses peradilan yang dilakukan tidak menurut hukum, otomatis batal demi hukum," tegas Jansen.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Jaksa Cabul, Kejagung Tunggu Kejati Lampung
Redaktur : Tim Redaksi