jpnn.com - JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan penyuapan Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Subri. Kali ini, komisi yang dipimpin Abraham Samad itu kembali mengagendakan memeriksa Politikus Partai Hanura, Bambang Wiratmadji Soeharto.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha ketika dikonfirmasi, Kamis (9/1).
BACA JUGA: Airin Bungkam Soal Wawan Tersangka Alkes
Bambang datang sekitar pukul 09.54. Namun demikian, Bambang yang memakai batik kuning tidak memberikan komentar apapun perihal pemanggilannya.
Pemeriksaan kali ini adalah kedua kalinya untuk Bambang. Sebelumya ia diperiksa sebagai saksi pada 24 Desember 2013. Saat itu, Bambang diperiksa sebagai saksi untuk Lusita Ani Razak.
BACA JUGA: Jamin Tak Ada Permainan Nilai TKD CPNS
Bambang sudah dicegah ke luar negeri sejak tanggal 15 Desember 2013. Pencegahan ini berlaku untuk masa waktu enam bulan. KPK juga pernah melakukan penggeledahan di rumah Bambang yang terdapat di Jalan Intan Nomor 8 Cilandak, Jakarta, pada tanggal 17 Desember 2013 lalu. Dalam penggeledahan itu, mereka menyita sejumlah dokumen.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Bambang merupakan bos PT Pantai Aan. Ia melaporkan Sugiharta alias Along dengan tuduhan mengambil lahan wisata milik PT Pantai Aan di Selong Belanak, Praya Barat, Lombok Tengah. PT Pantai Aan dikabarkan akan membangun hotel di Praya. Lahan yang berlokasi di Selong Belanak, Praya Barat Lombok Tengah yang akan digunakan itu disebut-sebut milik Along.
BACA JUGA: Komite Konvensi: Pak Dahlan, Maju Terus!
KPK menjerat Subri dan Lusita sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap pengurusan perkara tindak pidana umum terkait pemalsuan dokumen sertifikat tanah di wilayah Kabupaten Lombok Tengah dengan terdakwa seorang pengusaha atas nama Sugiharta alias Along.
Subri disangkakan sebagai penerima suap. Ia dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Lusita dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Barang bukti dalam kasus itu adalah mata uang dollar Amerika (USD) berupa pecahan USD 100 sebanyak 164 lembar. Sehingga ditotal berjumlah USD 16.400 atau setara Rp 190 juta. Selain itu ada ratusan lembar rupiah dalam berbagai pecahan dengan total Rp 23 juta. (gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... MK Bantah Menunda Putusan UU Pilpres
Redaktur : Tim Redaksi