jpnn.com - JAKARTA - PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) kembali melaporkan MNC Group ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Itu adalah laporan yang kedua kalinya, setelah sebelumnya MNC Group juga dilaporkan ke KPI dan telah diberi teguran oleh KPI.
Menurut Sekretaris Perusahaan TPI, Melki Laka Lena, pelaporan itu dikarenakan MNC Group menyiarkan berita yang tidak netral dalam perkara sengketa kepemilikan saham TPI.
BACA JUGA: ICW Sarankan Komjen Budi Tiru Langkah BW
MNC Group, kata dia, hanya memberitakan atau menampilkan pendapat-pendapat yang menguntungkan kubu PT Berkah yang kini berubah nama menjadi MNC Group.
"Berdasarkan pemantauan yang kami lakukan, baik dalam program siaran berita maupun running text yang ditayangkan berulang-ulang, dua stasiun TV MNC Group (RCTI dan Global TV, Red) hanya menampilkan pendapat-pendapat yang menguntungkan kubu MNC Group," kata Melki melalui keterangan persnya pada wartawan, Selasa, (26/1).
BACA JUGA: Omongan Jokowi tak Mampu Bendung Upaya Kriminalisasi KPK
Dalam pelaporannya, Melki mengaku telah mengumpulkan bukti-bukti akurat terkait pemberitaan tidak netral. Di antaranya rekaman program siaran “Seputar Indonesia” yang ditayangkan RCTI 4 Desember 2014 pada pukul 01.54 WIB. Kemudian ada rekaman program siaran “Buletin Indonesia Malam” yang ditayangkan oleh Stasiun Global TV pada 8 Desember 2014 Pukul 01.37 WIB serta data penayangan running text di Global TV kurun waktu 9 sampai 11 Januari 2015.
Pemberitaan tidak netral yang berulang-ulang ini, tegasnya, merupakan pelanggaran serius terhadap Pasal 6 huruf c UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
BACA JUGA: PNS di Instansi Ini Digembleng Kopassus
"Pasal itu mensyaratkan pers nasional mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar. Kemudian pasal 1 Kode Etik Jurnalistik yang mewajibkan wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang dan tidak beritikad buruk," tuturnya.
Menanggapi laporan itu, Wakil Ketua KPI Idy Muzayyad mengemukakan KPI bisa saja mencabut ijin siaran MNC Group jika kesalahan terus dilakukan dalam pemberitaan kasus TPI.
Pasalnya, penentuan perpanjangan atau tidaknya ijin siaran bergantung pada akumulasi kesalahan. Semakin banyak membuat kesalah menjadi pertimbangan untuk perpanjang atau hentikan ijin yang sudah ada.
"Mau berat atau ringan kesalahan, nanti dilihat akumulasinya. Dari situ akan dilihat apakah perlu perpanjangan ijin atau tidak," kata Idy.
Ia menjelaskan teguran pertama untuk MNC Group sudah dilakukan. Namun MNC Group tidak mengindahkan teguran tersebut. Buktinya, muncul lagi pengaduan kedua dari TPI. Untuk pengaduan kedua ini, ujarnya, komisioner KPI akan segera bersidang.
"Sanksi lain bisa penghentian sementara siaran atau pengurangan durasi siaran. Namun harus dilihat dulu bobot kesalahannya. Bisa saja sanksi berikutnya berupa teguran lagi," tegasnya.
Sebagaimana diketahui sengketa kepemilikan saham TPI sendiri sebenarnya sudah diputus oleh Mahkamah Agung (MA) lewat putusan PK Nomor 238 PK/Pdt/2014. Dalam putusannya, MA mengabulkan tuntutan Siti Hardiyanti Rukmana atau Mbak Tutut yang merupakan pemilik lama TPI. MA mengesahkan RUPS LB versi putri mantan Presiden Soeharto ini dan menyatakan tidak sah RUPS LB versi PT Berkah. Konsekuensi hukum dari putusan PK tersebut adalah tidak sahnya pengalihan saham Mbak Tutut dari TPI ke PT Berkah yang sekarang berganti nama MNC. Saat ini, pemilik MNC Group adalah Hary Tanoesoedibjo.(flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisruh KPK vs Polri Melebar ke Kemenkum HAM
Redaktur : Tim Redaksi