RIYADH – Virus mirip SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome atau sindroma pernapasan akut berat) kembali makan korban. Laporan terbaru, Rabu (13/3) menyebut bahwa seorang pria Arab Saudi meninggal akibat virus itu.
Kementerian Kesehatan Arab Saudi telah melaporkan ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) soal kematian pria 39 tahun tersebut. Dia dirawat di rumah sakit akibat terinfeksi novel coronavirus pada 28 Februari lalu dan meninggal dua hari kemudian.
Kasus tersebut menambah korban tewas akibat virus mirip SARS itu menjadi sembilan orang. WHO mencatat bahwa sejauh ini terdapat 15 kasus penderita novel coronavirus sejak musim gugur tahun lalu.
Pasien terakhir teresbut dilaporkan tak melakukan kontak dengan orang-orang yang telah terinfeksi virus sebelumnya. Karena itu, WHO tengah menyelidiki kemungkinan sumber penularan potensial lainnya.
Virus SARS menjangkiti 8 ribu orang selama 2002-2003. Korban terbanyak yang terinfeksi berasal dari Asia. Dari jumlah itu, 774 meninggal. Pnderita virus itu menunjukkan gejala, seperti infeksi pernapasan akut, batuk, dan demam. Virus tersebut bisa berkembang menjadi pneumonia dan gagal ginjal.
Menurut Centers for Disease Control and Prevention atau CDC (lembaga pemerintah AS yang menangani kesehatan publik), kasus pertama virus mirip SARS itu ditemukan di rumah sakit di Aman, Jordania. Hampir semua orang yang terjangkit virus itu berasal dan berada di negara-negara Timur Tengah. Namun, ada juga laporan kasus di Inggris.
Seorang pasien dari Inggris diketahui sempat bepergian ke Arab Saudi. Ketika pulang ke negerinya, dia menulari dua anggota keluarganya. ’’Sekali (virus) itu menjangkiti Anda, akan serius dampaknya,’’ ujar Dr William Schaffner, ahli penyakit menular di Vanderbilt University Medical Center di Nashville, AS. Dia menyebut virus tersebut susah sekali disembuhkan.
Sebuah kajian yang diterbitkan pada November tahun lalu menemukan bahwa secara genetik coronavirus baru itu sangat terkait dengan virus yang ditemukan pada kelelawar.
Sejauh ini belum ada laporan kasus virus mirip SARS di AS. Tapi, para pakar menyatakan bahwa mereka tidak akan terkejut jika virus itu muncul di AS. ’’Itu bisa terjadi,’’ ujar Dr Susan Gerber, pakar epidemiologi Divisi Penyakit Virus pada CDC. ’’Makanya, kami terus bekerja sama dengan WHO dan mitra internasional lain,’’ lanjutnya. (CNN/cak/dwi)
Kementerian Kesehatan Arab Saudi telah melaporkan ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) soal kematian pria 39 tahun tersebut. Dia dirawat di rumah sakit akibat terinfeksi novel coronavirus pada 28 Februari lalu dan meninggal dua hari kemudian.
Kasus tersebut menambah korban tewas akibat virus mirip SARS itu menjadi sembilan orang. WHO mencatat bahwa sejauh ini terdapat 15 kasus penderita novel coronavirus sejak musim gugur tahun lalu.
Pasien terakhir teresbut dilaporkan tak melakukan kontak dengan orang-orang yang telah terinfeksi virus sebelumnya. Karena itu, WHO tengah menyelidiki kemungkinan sumber penularan potensial lainnya.
Virus SARS menjangkiti 8 ribu orang selama 2002-2003. Korban terbanyak yang terinfeksi berasal dari Asia. Dari jumlah itu, 774 meninggal. Pnderita virus itu menunjukkan gejala, seperti infeksi pernapasan akut, batuk, dan demam. Virus tersebut bisa berkembang menjadi pneumonia dan gagal ginjal.
Menurut Centers for Disease Control and Prevention atau CDC (lembaga pemerintah AS yang menangani kesehatan publik), kasus pertama virus mirip SARS itu ditemukan di rumah sakit di Aman, Jordania. Hampir semua orang yang terjangkit virus itu berasal dan berada di negara-negara Timur Tengah. Namun, ada juga laporan kasus di Inggris.
Seorang pasien dari Inggris diketahui sempat bepergian ke Arab Saudi. Ketika pulang ke negerinya, dia menulari dua anggota keluarganya. ’’Sekali (virus) itu menjangkiti Anda, akan serius dampaknya,’’ ujar Dr William Schaffner, ahli penyakit menular di Vanderbilt University Medical Center di Nashville, AS. Dia menyebut virus tersebut susah sekali disembuhkan.
Sebuah kajian yang diterbitkan pada November tahun lalu menemukan bahwa secara genetik coronavirus baru itu sangat terkait dengan virus yang ditemukan pada kelelawar.
Sejauh ini belum ada laporan kasus virus mirip SARS di AS. Tapi, para pakar menyatakan bahwa mereka tidak akan terkejut jika virus itu muncul di AS. ’’Itu bisa terjadi,’’ ujar Dr Susan Gerber, pakar epidemiologi Divisi Penyakit Virus pada CDC. ’’Makanya, kami terus bekerja sama dengan WHO dan mitra internasional lain,’’ lanjutnya. (CNN/cak/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jika Tiga Hari Buntu, Konklaf Bakal Jeda Sehari
Redaktur : Tim Redaksi